kebudayaanbetawi.com

Musik Tradisional Pada Masyarakat Betawi

kebudayaan betawi – Musik Tradisional adalah musik yang berkembang secara tradisional di kalangan suku-suku tertentu. Lahir dan berkembang di suatu daerah tertentu dan diwariskan secara turun temurun dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Keberadaannya menggunakan bahasa, gaya dan tradisi khas daerah setempat.

Seperti pada etnik lain, seni musik tradisional pada masyarakat Betawi pun hidup dan berkembang serta diwariskan dari generasi satu ke generasi berikutnya. Seni musik tradisional Betawi memiliki fungsi hiburan, nasihat, pewarisan nilai, dan memelihara keseimbangan lahir batin. Berkat fungsinya tersebut, maka seni musik tradisional Betawi masih bertahan di tengah masyarakatnya.

Apa sajakah jenis seni musik tradisional Betawi? Simak uraian dibawah ini

Orkes Gambus

Dahulu dikenal dengan sebutan irama Padang Pasir. Pada tahun 1940-an orkes gambus menjadi tontonan yang disenangi. Bagi orang Betawi, tanpa nanggap gambus pada pesta perkawinan atau khitanan dan sebagainya terasa kurang sempurna.

Orkes Gambus sudah ada di Betawi awal abad ke 19. Saat itu banyak imigran dari Hadramaut (Yaman Selatan) dan Gujarat datang ke Betawi yang membawa pengaruh seni musik ini.

Orkes Samrah

Orkes Samrah adalah ensambel musik Betawi. Instrumen musiknya antara lain: harmonium, biola, gitar, string bass, marakas, banjo, dan bass betot. Dalam menyajikan lagu, unsur alat musik harmonium sangat dominan. Maka Orkes Samrah disebut pula sebagai Orkes Harmonium. Orkes ini dimanfaatkan sebagai sarana hiburan dalam berbagai acara. Terutama untuk memeriahkan resepsi pesta pernikahan.Musik Tradisional Pada Orkes Samrah

Lagu-lagu Orkes Samrah berisi nasehat dan saling mencintai sesama makhluk hidup.  Judul lagu Orkes Samrah antara lain : Assamaualaikum, Buruh Putih, Cendrawsaih, Cik Abang, Godaan Syetan, Musalma, Nangka Muda, Pakpung Pak Mustape, Penyakit Cinta, Sawo Mateng, Sirih Kuning, Teluk Jakarta, Kicir-Kicir, Senandung Jakarta, Jali-Jali dan sebagainya.

Musik Samrah digunakan untuk mengiringi tari dan tonil. Tonil adalah jenis seni teater. Seperti teater Betawi pada umumnya, Tonil Samrah merupakan pengembangan dari teater bangsawan dan komedi stambul. Ia sudah muncul di Betawi sekitar tahun 1918. Tonil Samrah termasuk kesenian yang komplit: musik, pantun, tari, lawak, dan lakon.

Pada awalnya, seluruh pemain Tonil Samrah umumnya laki-laki. Karena kesenian ini memegang prinsip agama Islam, yang melarang campur baurnya lelaki dan perempuan dalam satu kegiatan.

Pada tahun 1940-an, khususnya pada masa pendudukan Jepang, Tonil Samrah mengalami paceklik. Baru pada tahun 1950-an tonil ini muncul kembali, tetapi namanya menjadi Orkes Harmonium. Tonil Samrah sesudah kemerdekaan ini ditata lebih rapi dan dikemas seperti halnya persiapan pementasan teater. Pemain perempuan sudah diperbolehkan ikut meramaikan pementasan.

Rebana Hadroh

Rebana Hadroh berukuran 25 cm – 35 cm dan lebih besar dari rebana Ketimpring. Pada badan rebana (kelongkongan) dipasang tiga lempengan logam berbentuk bundar yang berfungsi sebagai kecrek. Rebana ini terdiri atas tiga instrumen yang posisi maupun fungsinya agak mirip, yakni : Bawa (berfungsi sebagai komando), Ganjil/Seling (pengiring), dan Gedug (pengiring). Bawa yang berfungsi sebagai komando irama pukulannya lebih rapat, Ganjil/Seling yang isi mengisi dengan Bawa sedangkan Gedug fungsinya mirip dengan bass. Selain berfungsi sebagai hiburan pada resepsi perkawinan, Hadroh dimainkan untuk meramaikan acara maulid Nabi Muhammad SAW.

Lagu-lagu Rebana Hadroh diambil dari syair Diiwan Hadroh dan syair Addibaai. Yang khas dari pertunjukan Rebana Hadroh adalah Adu Zikir. Dalam Adu Zikir tampil dua grup yang silih berganti membawakan syair Diiwan Hadroh. Grup yang kalah umumnya grup yang kurang hafal membawakan syair Diiwan Hadroh.

Rebana Ketimpring

Rebana Ketimpring jenis rebana yang paling kecil. Garis tengahnya hanya berukuran 20 sampai 25 cm. Dalam satu grup ada tiga buah rebana. Ketiga rebana itu mempunyai sebutan, yaitu rebana tiga, rebana empat, dan rebana lima. Rebana lima berfungsi sebagai komando. Sebagai komando, rebana lima diapit oleh rebana tiga dan rebana empat. Rebana Ketimpring disebut juga Rebana Ngarak.

Sesuai dengan namanya, Rebana Ngarak berfungsi mengarak dalam suatu arak-arakan. Rebana Ngarak biasanya mengarak calon mempelai pengantin pria menuju ke rumah calon mempelai pengantin wanita. Syair lagu Rebana Ngarak biasanya shalawat. Syair shalawat itu diambil dari kitab maulid Syarafal Anam, Addibai, atau Diiwan Hadroh. Karena berfungsi mengarak itulah, Rebana Ngarak tidak statis di satu tempat saja.

Rebana Biang

Disebut Rebana Biang karena salah satu rebananya berbentuk besar. Rebana Biang terdiri dari tiga buah rebana. Yang kecil bergaris tengah 30 cm diberi nama Gendung. Yang berukuran sedang bergaris tengah 60 cm dinamai Kotek. Yang paling besar bergaris tengah 60 – 80 cm dinamai Biang. Karena bentuknya yang besar, Rebana Biang sukar dipegang. Untuk memainkannya para pemain duduk sambil menahan rebana.

Dalam membawakan sebuah lagu, ketiga rebana itu mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Biang berfungsi sebagai gong. Gendung dipukul secara rutin untuk mengisi irama pukulan sela dari BiangKotek lebih kepada improvisasi dan pemain Kotek biasanya paling mahir. Semula rebana ini lahir terkait kegiatan tarekat. Lagu-lagunya antara lain Allahu-Ah, Robbuna Salun, Allah Aisa, Allahu Sailillah, Alfasah, Dul Sayiduna, Dul Laila, dan lain-lain.

Setiap grup rebana biang mempunyai perbendaharan lagu berbeda-beda. Meskipun judul lagunya sama namun cara membawakannya cukup berbeda. Lagu Rebana Biang ada dua macam. Pertama berirama cepat, disebut lagu Arab atau lagu nyalun. Kedua berirama lambat, disebut lagu rebana atau lagu Melayu. Jenis lagu pertama antara lain berjudul : Rabbuna Salun, Allahah, Allah Aisa, Allahu Sailillah, Hadro Zikir. Termasuk jenis kedua berjudul : Alfasah, Alaik Soleh, Dul Sayiduna, Dul Laila, Yulaela, Sollu Ala Madinil Iman, Anak Ayam Turun Selosin, Sangrai Kacang, dan lain-lain.

Penamaan lagu Arab dan lagu Melayu tidak berhubungan dengan syair lagunya.  Tetapi pada cepat dan lambatnya irama lagu. Cepat dan lambatnya irama lagu dibutuhkan untuk mengiringi tari. Tari yang diiringi Rebana Biang ialah tari Blenggo.

Tanjidor

Musik Tanjidor diduga berasal dari bangsa Portugis yang datang ke Betawi pada abad ke 14 sampai 16. Menurut sejarawan, dalam bahasa Portugis ada kata tanger yang artinya memainkan alat musik. Memainkan alat musik ini dilakukan pada pawai militer atau upacara keagamaan. Kata tanger itu kemudian diucapkan menjadi tanjidor.

Musik Tanjidor sangat jelas dipengaruhi musik Belanda. Lagu-lagu yang dibawakan antara lain : Batalion, Kramton, Bananas, Delsi, Was Tak-tak, Welmes, Cakranegara. Judul lagu itu berbau Belanda meski dengan ucapan Betawi. Lagu-lagu Tanjidor bertambah dengan membawakan lagu-lagu Betawi. Dapat dimainkan lagu-lagu Gambang Kromong, seperti : Jali-Jali, Surilang, Siring Kuning, Kicir-Kicir, Cente Manis, stambul, dan persi.

Tanjidor berkembang di daerah pinggiran Jakarta, Depok, Cibinong, Citeureup, Cileungsi, Jonggol, Parung, Bogor, Bekasi dan Tangerang. Di daerah-daerah itu dahulu banyak terdapat perkebunan dan villa milik orang Belanda.

Pada tahun 1950-an orkes Tanjidor melakukan pertunjukan ngamen, khususnya pada Tahun Baru Masehi dan Tahun Baru Cina (Imlek). Dengan bertelanjang kaki atau bersandal jepit mereka ngamen dari rumah ke rumah. Lokasi yang dipilih biasanya kawasan elit, seperti : Menteng, Salemba, Kebayoran Baru, yang merupakan daerah pemukiman orang Belanda. Atau mereka ke daerah lain yang penduduknya memeriahkan Tahun Baru. Pada Tahun Baru Cina biasanya Tanjidor ngamen lebih lama. Karena Tahun Baru Cina dirayakan sampai perayaan Cap Gomeh, yang dirayakan pada hari ke-15 setelah Imlek.

Gambang Rancag

Gambang Rancag terdiri dari dua unsur, yaitu : Gambang dan Rancag. Gambang berarti musik pengiringnya dan Rancag adalah pantun bercerita.

Gambang Rancag berarti nyanyian yang menuturkan cerita rakyat Betawi dalam bentuk pantun berkait. Gambang Rancag umumnya membawakan lakon jago, seperti: Si Pitung, Si Jampang, Si Angkri, dan lain-lain. Istimewanya lakon-lakon itu diubah menjadi pantun berkait. Lakon jago yang digubah menjadi pantun berkait dibawakan atau dinyanyikan oleh dua orang bergantian. Sama dengan berbalas pantun.

Dalam pegelaran Gambang Rancag selalu ada tiga bagian. Bagian pembukaan yang diisi dengan lagu instrumentalia disebut lagu phobin. Bagian ini berfungsi mengumpulkan penonton. Lagu-lagunya antara lain : Ma Tsu Thay, Kong Jie Lok, Phe Pan Tauw, Ban Kie Hwa, Phe Boo Tan, Ban Liauw.

Bagian kedua diisi dengan menampilkan lagu-lagu hiburan. Lagu hiburan disebut juga lagu sayur. Bagian ini berfungsi sebagai selingan sebelum ngerancag dimulai. Jenis lagu sayur banyak sekali, misalnya : Cente Manis, Kramat Karem, Sirih Kuning, Glatik Nguknguk, Surilang, Lenggang Kangkung, Kudehel, Kicir-Kicir, Jali-Jali, Kue Mangkok, Renggong Manis, Seren Balok, Siantan Landasan, Stambul, Stambul Bujuk, Stambul Bila, Stambul Caca, Stambul Jampang, Stambul Siliwangi, Persi Rusak dan Persi Jalan.

Bagian ketiga rancag. Lagu-lagu yang dibawakan dalam merancag adalah : Dendang Surabaya, Gelatik Nguknguk, Persi, phobin Jago, Phobin Tintin, dan Phobin Tukang Sado.

Gambang Kromong

Nama musik Gambang Kromong diambil dari nama alat musik yaitu Gambang dan Kromong. Selain Gambang dan Kromong, alat musik lainnya : kongahyan, tehyan, sukong, gendang, kempul, gong, gong enam, suling, kecrek, dan ningnong.

Sampai awal abad ke-19, lagu Gambang Kromong masih dalam bahasa Cina. Baru pada dasawarsa pertama abad ke-20, retepertoar lagu Gambang Kromong diciptakan dalam bahasa Betawi.

Dapat dikatakan Gambang Kromong merupakan musik pembauran yang harmonis. Dalam pergelarannya, orkes Gambang Kromong selalu membawakan lagu dua warna Cina dan Betawi. Warna Cina sangat kental dalam lagu-lagu instrumental yang disebut lagu phobin. Phobin terdiri dari beberapa judul yang masih berbahasa Cina, seperti Ma Tsu Thay, Kong Jie Lok, Phe Pan Tauw, Ban Kie Hwa, Phe Boo Tan, Ban Liauw, dan lain lain. Lagu Betawi yang sangat terkenal misalnya : Cente Manis, Kramat Karem, Sirih Kuning, Glatik Nguknguk, Surilang, Lenggang Kangkung, Kudehel, Kicir-Kicir, Jali-Jali, dan lain-lain. Atau sering juga disebut jenis-jenis : stambul, jali-jali, dan persi.

Umumnya Gambang Kromong menjadi pengiring pertunjukan Lenong dan Tari Cokek atau tari-tari garapan baru. Sebenarnya Gambang Kromong dapat tampil secara mandiri. Artinya tampil membawakan lagu-lagu instrumental dan vokal.

Gambang Kromong biasanya ditanggap pada berbagai acara kemasyarakatan, seperti resepsi perkawinan, khitanan, ulang tahun, acara pemerintahan dan hari-hari besar nasional. [Rudy_Albdr]

Pencarian Berdasarkan Kata Kuncihttps://www kebudayaanbetawi com/1447/musik-tradisional-pada-masyarakat-betawi/
Exit mobile version