kebudayaanbetawi.com – Pra Akad Nikah
1. Masa dipiare yaitu masa Calon None Mantu (pengantin wanita) dipelihara oleh tukang piara atau tukang rias. Masa piara ini dimaksudkan untuk mengontrol kegiatan, kesehatan, dan memelihara kecantikan Calon None Mantu (pengantin wanita) untuk menghadapi hari akad nikah nanti.
Selama dipiare ini Calon None Mantu diharuskan memakai baju terbalik (kain sarung dan kebaya longgar ukuran ¾ lengan), sebagai lambang tulak bala. Bahkan juga dilarang mengganti bajunya. Kalau gemuk, makan dan minumnya diatur (diet), tidak boleh makan makanan yang digoreng. Makanan yang dianjurkan adalah makanan yang dibakar/dipanggang. Diharuskan minum jamu godok dan jamu air secang. Seluruh tubuhnya diurut dan dilulur sekali sehari. Dilarang mandi dan ngaca/bercermin. Diharuskan benyak berzikir, membaca shalawat dan membaca surah Yusuf. Dulu calon pengantin wanita giginya digosok/dipapat agar rata, sekarang tidak lagi.
2. Acare mandiin calon pengantin wanita . Sehari sebelum akad nikah.
Pertama : calon pengantin wanita (None Mantu) memohon izin dan doa restu kepada kedua orang tua untuk melaksanakan acara mandi sebagai salah satu persiapan menuju pernikahan esok hari, dengan harapan semoga selama mengarungi hidup berumah tangga tetap berada dalam lindungan dan petunjuk Allah. Kedua : calon pengantin wanita (None Mantu) mengganti bajunya dengan mengenakan kemben dan kebaya tipis serta kerudung tipis. Rambutnya digelung dengan sanggul biasa. Seluruh tubuhnya masih berlulur. Ketiga : calon pengantin wanita didudukkan di kursi yang berlobang dan dibawah kursi diletakkan pedupaan yang mengepulkan asap setanggi/kayu gaharu, tujuannya agar setelah mandi nanti tubuh calon pengantin mengeluarkan bau harum kayu gaharu yang alamiah. Keempat : calon pengantin wanita dimandikan oleh tukang piara dengan air kembang setaman. Tukang piara biasanya dibantu atau direcokin oleh keluarga (ibu, nenek, kakak/adik perempuan). Sambil memandikan, tukang piara tidak henti membaca shalawat dan berzikir.
Peralatan yang harus disediakan oleh tukang piare adalah : 1. Kembang setaman, 2. Ramuan tambahan berupa daun jeruk purut, irisan daun pandan wangi, akar wangi, daun mangkokan, dsb. 3. Paso dari tananh, 4. Kursi rotan bolong-bolong, 5. Tikar pandan atau kain untuk penutup.
3. Acare tangas atau acare kum. Acara ini identik dengan mandi uap yang tujuannya untuk membersihkan bekas-bekas atau sisa-sisa lulur yang masih tertinggal di pori-pori kulit di tubuh Calon None Mantu. Hasil akhir dari tangas ini adalah : 1. Tubuh None Mantu (calon pengantin wanita) akan harum sebab aroma mangir dan jamu yang dilulur dan diminumnya selama dipiara sudah berbaur dengan wangi gaharu yang akan keluar dari tubuh calon pengantin. 2. Calon pengantin wanita tidak akan berkeringat ketika dirias atau saat duduk di puade/pelaminan. Kembang setaman dan segenap ramuan dimasak dengan air sampai mendidih lalu dituang ke dalam paso.
Calon None Mantu duduk di atas kursi rotan bolong-bolong dan dibawah kursi itu ditaruh paso yang mengepulkan asap/uap. Calon pengantin dikerudungi atau ditutupi dengan kain/tikar pandan dengan kelebaran 1 x 1 meter, atasnya ditutup dengan kain agar uap ramuan tidak keluar tertiup angin. Ini dikerjakan maksimal, artinya sampai tukang piare yakin bahwa aroma ramuan telah meresap ke tubuh calon pengantin.
4. Acare ngerik dan malem pacar. Pukul 19.00 WIB. Alat-alat yang digunakan : 1. Kain putih ukuran 2 meter, 2. Kembang setaman, 3. Air putih dalam cawan dicampur dengan satu atau dua kuntum mawar dan bunga melati secukupnya, 4. Pedupaan dan setanggi/gaharu, 5. Alat cukur, 6. Dua keping uang logam, 7. Tempat sirih lengkap dengan isinya, 8. Pacar secukupnya.
Acara ngerik yaitu acara membersihkan/mencukur bulu-bulu kalong calon pengantin wanita yang tumbuh sekitar kening, pelipis, tengkuk dan leher. Setelah itu tukang piara akan membuatkan centung pada rambut di kedua sisi pipi di depan telinga. Acara malam pacar adalah acara memakaikan pacar pada kuku tangan dan kuku kaki calon pengantin wanita. Ini dilakukan oleh tukang piara dan keluarga serta teman-teman wanita calon pengantin.
Urutan kegiatannya adalah : pertama, calon pengantin wanita (None Mantu) memakai pakaian none Betawi, sebab ini adalah malam terakhir baginya menjadi none Betawi. Esok hari atau malam ia sudah menjadi seorang nyonya. Kedua, calon pengantin wanita (None Mantu) didudukkan di atas kain putih. Ketiga, calon pengantin wanita dikerik dan dibuatkan centung oleh tukang piara. Keempat, calon pengantin wanita dipakaikan pacar oleh tukang piara, ibu, keluarga/famili wanita, dan teman-teman wanita si calon pengantin. Semuanya dilakukan dengan penuh canda ria dan kekeluargaan.
Sementara itu kegiatan di rumah Calon Tuan Mantu (calon pengantin pria) disebut malem nyerondeng. Di beberapa tempat disebut juga malem bungkus-bungkus, malem goreng ikan, dan lain-lain. Pada malam itu pihak calon pengantin pria mempersiapkan semua kebutuhan serah-serahan. Biasanya yang membantu adalah para pemuda (pria dan wanita) teman Calon Tuan Mantu. Mereka sibuk membuat pesalin, mendekor nampan kue (kuenya antara lain dodol, wajik, geplak, uli, dan lain-lain), menghias peti sie, membuat dan menghias miniatur masjid, dan sebagainya. Buah-buahnnya pun dihias sedemikian rupa sehingga enak dilihat. Itu sebabnya persiapan pada malam itu disebut malam bungkus-bungkus, yaitu membungkus seluruh serah-serahan yang ada yang esok hari akan dibawa ke rumah Calon None Mantu. Kegiatan bungkus-membungkus dan mendekor ini sampai larut malam, sampai semuanya selesai dibungkus.
Bantuan untuk serah-serahan disumbangkan pula oleh para tetangga sekitar. Bantuan itu biasanya dalam bentuk kue khas Betawi dan buah-buahan atau parsel berbagai jenis dan ukuran.