Oleh : Tim Litbang Lembaga Kebudayaan Betawi
LAKON LELUHUR PANDAWA (Bagian8) – Prabu Naga Kilat mengutus patih dan bupatinya ke Suralaya. Mereka datang untuk melamar Dewi Mampuni. Namun Batara Guru menolak lamaran itu.
Patih Naga Kesuma dan Bupati Naga Rangsang menjadi murka. Keduanya mengamuk. Tak satu dewa pun yang mampu menghadapi keduanya.
Segera Batara Guru menitahkan Batara Narada memanggil Abyasa. Maka Abyasa menitahkan Kencaka dan kencaka Rupa untuk membantu. Malang keduanya kalah oleh kedua raksasa itu.
Kemudian Abyasa mengutus Gandamanah dan Seta. Kedua satria pertapa itu berhasil menaklukan Naga Kesuma dan Naga Rangsang. Kedua raksasa itu dihembus dengan angin sakti hingga jatuh kembali ke negerinya.
Melihat patih dan bupatinya kalah, murkalah naga Kilat. Segera ia menghimpun barisan menyerbu suralaya. Gerbang kayangan, Lawang Sitanda Waru digedor-gedornya. Segera Gandamanah dan Seta keluar. Keduanya bertarung melawan raksasa itu. Naga Kilat ternyata lebih sakti dari kedua satria itu. Seta dan Gandamanah ditaklukannya dengan mudah.
Kembali Batara Guru menitahkan Batara Narada meminta bantuan Abyasa. Kali ini Abyasa meminta Narada membawa ketiga anaknya yang masih dalam kandungan. Maka pergilah Batara Narada ke astina.
Dengan minyak jayeng katon, Narada membuat Dewi Ambaliki tak sadar. Lalu perut dewi itu dibelah. Di dalamnya didapat sebuah karung. Setelah karung dikeluarkan, perut sang dewi kembali dirapatkan. Sang dewi kembali sadar.
Batara Narada bersama Cemuris dan Garubug pergi ke Suralaya mempersembahkan karung itu. Batara Guru heran melihat Batara Narada membawa karung, lalu ia menitahkan untuk membuka karung itu.
Berbagai senjata dicoba, tak satu pun yang mampu merobek karung itu. Para dewa mulai putus asa. Akhirnya karung itu dilempar keluar.
Pada saat itu Naga Kilat tengah menggedor-gedor Lawang Sijalatunda. Melihat karung dilemparkan ke arah dirinya, murkalah ia. Karung itu ditendang tendang dan diinjak-injaknya.
Ternyata karung itu sama sekali tak mengalami kerusakan. Prabu Naga Kilat merasa heran. Ia lalu menggigit karung itu dengan taringnya, robeklah karung itu.
Terperanjat Prabu Naga Kilat. Isi karung itu ternyata tiga orang bayi. Akibat dipijak-pijak dan ditendang-tendang, bayi-bayi menjadi rusak. Ada yang matanya buta, ada yang kemaluannya putus dan ada yang kakinya timpang, Karena menyesal Naga Kilat kembali melempar bayi-bayi itu ke dalam kayangan.
Segera para dewa menyambut bayi-bayi itu. Mereka membawa ketiga bayi au ke Karang Widadarin. Dewa-dewa membakar setanggi, dupa dan gaharu di tiap penjuru. Para widadarin mengidungkan jampi-jampi dan mantera.
LAKON LELUHUR PANDAWA (Bagian8). Kidung jampi dan mantera segera oleh dewa-dewa yang pangkatnya lebih tinggi. Mereka adalah Batara Ludira, Batara Sukma Kamajaya, Dewa Asmara dan Batara Kamajari.
Para Batara yang berpangkat tinggi itu turun ke Suralaya. Melihat tiga bayi itu suka citalah mereka. Dengan kuasanya, ketiga bayi itu menjadi pemuda-pemuda yang gagah.
Batara Ludira berujar, bahwa anak yang buta akan memiliki banyak keturunan, sedang yang kemaluannya lemas, anak-anaknya sungguh mulia, namun mereka akan hidup sengsara. Anak yang timpang akan menjadi seorang mulia, berhati suci dan lurus akalnya.
Kemudian tiga batara menyusup dalam jiwa ketiga anak itu. Dewa Asmara menyusup pada anak yang buta. Batara Kamajaya menyusup pada anak yang kemaluannya lemas, sedang Batara Kamajari menyusup pada anak yang timpang.
Suka citalah Batara Guru melihat ketiga bayi itu kini telah menjadi pemuda pemuda yang gagah. Lalu ia memberi nama, yang buta dinamakan Pandu Destarata. Yang tengah dinamakan Pandu Dewanatah, sedangkan yang timpang diberi nama Rama Widura. (Bersambung Bagian 9)