GESAH ANAK BETAWI
Assalamualaikum warahmatullahi wabaratuh
Tabè…!
Kite bersyukur kepada Allah yang telah memberika rezeki tiada terhingga, shalawat dan salam kepad junjungan nabi cemerlang, Muhammad SAW. Kami munajat semoga nyak, babe, abang, mpok, encang, encing senantiasa berada dalam lindungan dan ridla Allah azza wajalla. Amin ya mujibassailin…
Laman www.kebudayaanbetawi.com menurunkan artikel dengan tema besarnya GESAH ANAK BETAWI. Gesah itu bahasa Betawi dari bahasa Arab. Dalam Bahasa Indonesia menjadi kisah. Gesah Anak Betawi berarti kejadian, cerita atau riwayat dan sebagainya dalam kehidupan sehari-hari yang dialami anak Betawi. Gesah ditulis oleh Yahya Andi Saputra, Wakil Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi. Kami berharap tulisan-tulisan ini dapat menambah informasi tentang kebetawian. Paling tidak menjadi ajang belajar bagi penulisnya. Saling berbagi dan mengisi, itulah misi Gesah Anak Betawi.
Semoga apa yang kami ikhtiarkan ini mendapat tanggapan positif dari pembaca dan peminat kebetawian. La haula wala quwwata illa billahil aliyyil adzim.
Wassalamualaikum
Tabè…!
BELAJAR PERUKUNAN
Kali ini gesah tentang anak belon idep. Anak belon idep, begitu biasanya anak-anak diistilahkan oleh orang-orag tua Betawi, untuk menyebut mereka yang belum akil balig. Dalam permainan atau pergaulan lainnya belon idep kadang sering disebut anak bawang. Anak kecil yang belum mengerti apa-apa dan perannya hanya sebagai pelengkap dalam permainan. Keberhasilannya mencetak angka atau nilai dalam permaian tidak dihitung, kegagalannya tidak merugikan dan kekalahan. Namanya anak bawang.
Di langgar keberadaan anak belon idep sangat penting. Kepada anak belon idep inilah biasanya ustaz atau guru ngaji benar-benar serius dalam mengajar. Banyak sekali pengetahuan yang diturunkan atau diajarkan kepada anak belon idep. Dalam artikel yang lalu sudah diuraikan bagaimana guru ngaji mengajarkan alip-alipan kepada anak-anak. Kemudian diajarkan pula perukunan dan hal lain yang terkait dengan kegiatan keseharian melaksanakan ajaran agama.
Perukunan adalah istilah Betawi yang maknanya pendidikan perihal asas atau dasar mengerjakan ajaran agama. Termasuk dalam pelajaran perukunan adalah rukun iman, rukun Islam, dan rukun-rukun lainnya. Rukun iman adalah dasar keyakinan beragama Islam, yaitu iman kepada Allah, kepada malaikat, kepada kitab, kepada nabi dan rasul, kepada hari kiamat, dan kepada untung baik dan buruk yang datang dari Allah SWT. Rukun Islam merupakan tiang utama dalam agama Islam, yaitu mengikrarkan dua kalimat syahadat, mendirikan salat, berzakat, berpuasa, dan beribadah haji jika mampu. Baba Aji Minan menyuruh membaca dengan keras dan diulang-ulang pelajaran ini sampai kita benar-benar hafal di luar kapala.
Baba Aji Minan atau guru ngaji lainnya mengajarkan kepada kita tatacara bebersih dan istinja. Mengenal dan membedakan air bersih yang suci menyucikan, air kotor, air mustakmal, air kelapa, dan lain-lain air. Diperkenalkan istilah dua kulah. Bagaimana cebok yang benar. Bagaimana jika mandi dan bersuci di sungai, laut, dan sebagainya. Diajarkan perukunan berwudu (apa yang wajib, apa yang sunah) dan doa-doanya. Lafaz atau teks bacaan niat sembahyang wajib dihafal. Lalu dibimbing praktik sembahyang atau salat lima waktu (zuhur, asar, maghrib, isya, dan subuh). Tidak ketinggalan diajarkan kunut. Bagaimana takbiratul ihram, iftitah, ruku, iktidal, sujud, duduk antara dua sujud, dan tahiyyat.
Baba Aji benar-benar memerintahkan kepada kita untuk menyempurnakan bacaan Alfatihah, karena surat ini bacaan wajib dalam sembahyang. Bukan berarti bacaan surat lain dan bacaan sunnah lainnya tidak wajib dihafal, justru sebaliknya. Posesi sembahyang, dalam kepala kami yang masih anak-anak, merupakan pekerjaan yang sangat berat. Berat karena ada waktu tertentu yang membuat kita ogah mengerejakannya. Atau pada baca-bacaannya yang banyak yang harus dihafal. Tapi Baba Aji orang yang sangat setreng (ketat) dalam mengajar atau mendidik anak-anak. Banyak anak-anak yang lembek dan bebel (bebal) kapok belajar kepada Baba Aji. Mereka memilih mangkir ketimbang harus menghadapi Baba Aji untuk belajar ngaji. Saya masih ingat bagaimana Basir selalu menerima omelan lantaran lamban menghafal doa iftitah atau kunut. Demikian pula Romlih, Aluwih, Muroh, dan Daroh. Padahal kita semua tidurnya di langgar.
Selain itu, kami diperkenalkan dan diajarkan sifat dua puluh, nama-nama nabi, nama-nama malaikat, shalawat, dan doa-doa. Sifat dua puluh adalah sifat Allah yang maha esa. Baba Aji mengngkapkan bahwa secara umum, sifat-sifat Allah terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu: sifat wajib berjumlah dua puluh; sifat mustahil Allah berjumlah dua puluh; dan sifat jaiz (mumkin) ada satu. Ada pun 20 sifat yang wajib bagi Allah adalah wujud, kidam, baka, mukhalafatu lil hawaditsi, qiyamuhu binafsihi, wahdaniah, qudrah, iradat, ilmu, hayat, sama’, basar, kalam, qadiran, muridan, aliman, hayyan, sami’an, basiran, dan mutakalliman. Tiap hari menjelang ngaji, kita diharuskan menyanyikan sifat 20 ini bersama-sama. Jika sifat dua puluh sudah hafal, maka diperluas dengan asmaul husna, 99 nama Allah azza wajalla.
Sebagaimana diajarkan sifat dua puluh, nama-nama malaikat dengan perannya atau tugasnya diuraikan pula dengan danta (sangat jelas). Maulai Jibril (penyampai wahyu kalam Ilahi), Mikail (penyampai rezeki), Israfil (peniup sangkakala), Izrail (pencabut nyawa), Mankar (hakim di alam kubur), Nakir (hakim di alam kubur), Raqib (pencatat amal baik), Atid (pencatat amal buruk), Ridwan (penjaga neraka), dan Malik (penjaga surga).
Nama 25 nabi dan keistimewaan ulul azmi diajarkan sambil senandungkan. Ulul azmi (sejarah pemberian gelar secara khusus kepada lima rasul yang mempunyai ketabahan luar biasa dalam menyampaikan risalah atau ajarannya) mendapat posri besar dalam pembelajaran. Jelas diuraikan Nabi Nuh AS, Nabi Ibrahim AS, Nabi Musa AS, Nabi Isa AS, dan Nabi Muhammad SAW. Kisah Nabi Muhammad SAW paling diistimewakan. Bagaimana sifat nabi terakhir ini yang siddiq, anamah, tablig, dan fatanah. Tidak lupa dikenalkan khulafaur rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib) dan sahabat seperjuangan lainnya. Kita sampai menangis jika Baba Aji bercerita tentang Bilal bin Rabah.
Dalam hal membaca shalat, sebenarnya kami lebih sering mengikuti bacaan shalawat dari jamaah. Sebab setiap sebelum salat, jamaah selalu secara bersamaan membaca shalawat. Jadi otomatis kita dapat mendendangkannya karena mengikuti kebiasaan jamaah. Shalawat yang biasanya dibaca adalah “Allahumma shalli wasallim ala sayidina Muhammad abdika wanabiyyika warasulika nabiyyil ummiyyi wa’ala alihi washahbihi wasallim“. Terdapat berbagai macam bacaan shalawat yang diajarkan kepada anak-anak, dan kita membacanya dengan suara yang lantang.
Kami pun diajarkan doa-doa dan adab berdoa. Tentu yang diajarkan adalah doa sari-sari (sehari-hari) atau doa untuk aktivitas rutin sehari-hari. Mulai doa mau tidur, bangun tidur, ke kamar madi, keluar kamar mandi, mau makan, sesudah makan, berpakaian, mau pergi, masuk rumah, untuk kedua orang tua, bebangkis (bersin), menjenguk teman sakit, dan lain sebagainya.
Pelajaran yang tidak kalah penting diajarkan kepada anak-anak adalah azan dan komat (ikamah). Kepada kami diminta melantunkan azan. Mereka yang bersuara jelek tidak direkomendasikan untuk azan. Tetapi meski bersuara jelek, ada saja anak-anak yang berani tampil ketika waktu salat tiba. Sesudah bedug (beduk) dipukul, langsung tarik suara. Saya termasuk yang sering diminta azan karena suara saya terbilang cukup bagus. Dulu pada bulan puasa atau pada kesempatan tertentu sering diadakan lomba azan dan lomba-lomba lainnya. Saya pernah beberapa kali menjuarainya. (Yahya Andi Saputra).