Seiring dengan perkembangan zaman, seringkali ada pertentangan antara yang modern dan yang tradisional. Di satu sisi, yang tradisional dianggap kuno dan ketinggalan zaman, sehingga kurang diminati. Padahal, ini adalah kekayaan suatu bangsa yang harus dilestarikan karena hal seperti itu bisa menjadi ciri khas bangsa itu sendiri.
Salah satunya adalah aneka jajanan tradisional. Kini pamor jajanan tradisional makin terpuruk dan terlupakan. Jangankan mencicipnya, sekadar melongoknya saja mungkin generasi Z sekarang enggan. Salah satunya adalah kue rangi, camilan legendaris dari Betawi.
Camilan tradisional umumnya enak dinikmati kapan saja, baik saat santai maupun saat Anda sibuk bekerja. Begitu pun kue rangi yang memilik citarasa campuran antara manis dan asin.
Kue rangi merupakan salah satu jajanan tradisional Indonesia yang semakin terpinggirkan akibat menjamurnya jajanan modern. Kue rangi merupakan salah satu jajanan khas Betawi yang rasanya enak dan dijamin bikin ketagihan.
Saat ini sudah sulit untuk menemukan pedagang kue rangi di wilayah DKI Jakarta. Seringkali mereka hanya menjajakan di pinggiran Jakarta, pun pedagangnya sudah tua. Ada beberapa cerita mengenai sejarah dan asal-usul kue rangi. Sebagian mengatakan, kue rangi merupakan singkatan dari digarang wangi. Namun, ada pula yang mengatakan, rangi merupakan bahasa Betawi arkais yang artinya ‘dibakar’ atau ‘dipanggang’.
Kue rangi atau disebut juga dengan sagu ranji merupakan salah satu kue tradisional Betawi. Bahan utama pembuatan kue ini adalah campuran tepung kanji, yang di Betawi sendiri dikenal dengan tepung sagu. Kemudian dicampur dengan parutan kelapa lalu dipanggang dalam cetakan khusus di atas tangki kecil. Dulu mungkin dimasak biasa tanpa cetakan dan baru kini dibuat menggunakan cetakan agar lebih menarik.
Umumnya kue yang satu ini disajikan dengan olesan gula merah yang sudah terlebih dahulu dikentalkan dengan tepung kanji. Agar aromanya harum dan menggugah selera, gula cair kental biasanya dicampur dengan potongan nanas, nangka, dan durian, tergantung selera masing-masing.
Karena dipanggang menggunakan bahan bakar kayu, kue rangi tidak hanya enak, tetapi juga harum. Ini pasti akan merangsang nafsu makan orang-orang di sekitarnya.
Untuk cetakannya sendiri mirip dengan cetakan kue nastar atau kue bolu bunross, atau seperti kue pancong. Namun dalam ukuran yang lebih kecil. Ada juga beberapa pedagang yang tidak menggunakan cetakan saat membuat kue rangi. Oleh karena itu, ia melemahkan dan mengurangi ukurannya.
Karena bahan utama kue ini adalah tepung tapioka atau tepung tapioka, kelapa tua, dan sedikit garam dan air, adonan kue ini tidak tahan lama karena mudah cepat tua. Untuk itu, adonan kue rangi harus habis dalam sehari. (Penulis : Yas/RD, Editor : Fajriah)