Malam Nisfu Sya`ban
Tahukah anda bagaimana cerita panjang mengenai Bulan Sya`ban ? Jika dilihat hingga sekarang, kita sudah mengalami perkembangan secara pesat dari waktu ke waktu, dan itu tentu juga telah membantu kegiatan manusia menjadi lebih efisien. Maka dari itu, ada baiknya bagi kita untuk mengetahui sejarah panjang mengenai Bulan Rowah Atau Sya`ban.
Bulan Rowah atau Sya`ban memiliki makna sangat khusus. Bulan ini masyarakat Betawi melaksanakan Merowahan atau Arwahan. Asal muasal kata Merowahan dari kata arwah, yaitu roh atau jiwa orang yang sudah meninggal. Upacara Merowahan adalah upacara ngukup atau tahlilan serta do`a yang dikhususkan bagi pengampunan keluarga yang telah meninggalkan dunia serta permohonan bagi keberlimpahan rezeki dan keberkahan hidup.
Bulan Rowah disebut bulan ancang-ancang menyambut puasa, yaitu tanggal 15 Bulan Rowah atau Sya’ban. Di pertengahan bulan Sya`ban dilaksanakan Upacara Malem Tutup Buku. Uparaca dilakukan secara massal di masjid atau musholla. Karena buku lama ditutup, maka akan menerima buku baru. Maka malam ini disebut juga Malem Ganti Buku.
Peserta sudah datang ke masjid atau musholla sebelum shalat maghrib. Tidak lupa mereka membawa berbagai makanan dan buahan untuk dimakan bersama sesudah pelaksanaan. Sesudah shalat maghrib, seluruh peserta (dewasa, anak-anak, dan perempuan) duduk bersila melingkar. Upacara dipimpin oleh kyai atau imam setempat yang paling senior.
Upacara ini diisi dengan membaca Surah Yasin sebanyak tiga kali. Setiap kalimat diawali dengan berdo`a dan diakhiri dengan berdo`a pula. Sebelum pembacaan Surah Yasin, do`a yang dipanjatkankan adalah,
(1), permohonan diberikan umur panjang untuk beribadah kepada Tuhan semesta alam
(2), permohonan supaya diberi rizki yang banykelak dan halal serta dijauhkan dari marabahaya
(3), permohonan agar diberikan ketetapan dan keteguhan iman Islam dan jika meninggal dalam khusnul khatimah.
Sedangkan berdo`a di akhir bacaan Surah Yasin sama saja antara yang pertama, kedua dan ketiga.Selesai membaca Surah Yasin dilanjutkan dengan merowahan atau arwahan. Acara ini memanjat doa agar arwah orang tua dan sanak saudara yang meninggal dunia, mendapat ampunan, perlindungan, dan tempat terbaik di taman syurga.
Lempar Duit
Peserta tidak lupa pula membawa air putih baik di botol, ketel, eskan, gelas besar, toples, dan sebagainya dan diletakkan di tengah lingkaran. Air ini diyakini mujarab karena sudah dibacakan Surah Yasin dan ditahlilkan. Pada umumnya air itu memang manjur untuk menyembuhkan penyakit panas, kesambet, mudah melahirkan, dan sebagainya. Pada saat tahlilan ini semua peserta upacara mengeluarkan uang yang telah dipersiapkan dari rumah. Ini disebut duit selawat. Uang ini dilemparkan ke lingkaran tempat upacara bukan dimasukkan ke tromol (kotak amal) seperti yang dilakukan pada umumnya. Uang ini dikumpulkan oleh marbot masjid dan diberikan kepada kyai yang memimpin tahlil. Melempar duit selawat ini memang hanya terjadi di tempat-tempat tertentu saja tidak di seluruh Betawi. Di beberapa tempat upacara merowahan ini disebut dengan asung dahar.
Jika Masyarakat menganggap Malem Tutup Buku sebagai waktu yang baik untuk berdo`a kepada Allah, lain halnya dengan anak-anak. Untuk menyambut Malem Tutup Buku biasanya semua keluarga akan membuat masakan, kue-kue, dan membeli buah-buahan. Berbarengan dengan keberangkatan mereka dibawalah makanan yang sudah dipersiapkan dan diserahkan kepada pimpinan musolla atau masjid. Macam-macam masakan dan buah-buahan itu dikumpulkan dan nanti setelah selesai shalat Isya dikeluarkan sebagai konsumsi. Di atas tetampah atau nampan makanan itu dihidangkan. Nasi uduk komplit, nasi kebuli komplit, ketupat sayur sambel godog komplit, semur, dan sebagainya.
Anak-anak tentu saja yang paling nampak sekali kegirangannya/kegembiraannya. Mereka sudah nabuh bedug di musholla atau masjid sejak pukul sepuluh pagi. Nabuh bedug ini kadang-kadang diperlombakan antar kampung yang disebut ngadu bedug. Ada pun yang bergembira dengan bermain jangkungan atau egrang dan ada yang main bleguran atau meriam sundut.
Dulu anak-anak Betawi karena memang kondisi ekonomi secara umum tidak sebaik saat ini jarang sekali menikmati makanan enak dan itu baru didapati pada hari-hari besar Islam, seperti Malem Tutup Buku ini. Seluruh jamaah makan bersama tanpa membedakan usia. Semua menyatu dalam kenikmatan merasakan makanan Malem Tutup Buku atau Malem Ganti Buku, yang tidak terbatas menu, disertai aneka kue dan buah-buahannya.
Bagi masyarakat Betawi, dengan telah diselenggarakannya ritus Malem Tutup Buku berarti memulai hidup baru. Mereka yakin di dalam pemahamannya bahwa buku lama (hidup setahun yang lalu) sudah ditutup dengan berbagai perhitungan. Kini di tangan sudah dipegang buku baru yag masih kosong melompong. Buku inilah yang akan ditulis dalam mengarungi kehidupan setahun mendatang. Banyak manusia yang belajar dari kesalahan dan kelalaian masa lalu, disebut orang perne. Orang yang tiada pernah berhenti menghitung siapa dirinya dan bagaimana keseimbangan timbangan amalnya. Tetapi banyak juga yang tidak peduli pada perjalanan hidupnya, disebut orang setenge. Orang yang asyik berkubang pada kehidupan dunia hitam meski seluruh rambutnya sudah putih.
Jika Anda mendapat buku tulis baru, akan Anda tulis apa?
Yahya Andi Saputra
Ketua Bidang Litbang Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB).