Musik Tradisional Gambus

Gambus Betawi Musik Pesta Pernikahan

kebudayaan betawi – Gambus, yang dijuluki gurun berirama, pernah sangat bergengsi di tahun 1940-an di Batavia. Bagi warga Jakarta saat itu, gambus menjadi sajian yang hampir tidak pernah ketinggalan untuk menghibur masyarakat di pesta pernikahan. Khitanan dan kegiatan keagamaan. Gambus, tidak hanya bermain di tempat tinggal warga keturunan Arab, negara asal kesenian ini, tetapi juga merambah ke rumah-rumah penduduk Betawi.

Menurut para ahli seperti Kurt Sachs, Hornbostel, Kunst, Farmer dan lain-lain, setelah melakukan perbandingan dalam penelitian etnomusikologi yang meliputi Timur Tengah, India, Asia Tenggara dan Indonesia, mereka berpendapat bahwa instrumen Alat ini berasal dari Arab. Dalam imajinasi Eropa, bentuk alat musik petik menyerupai buah khas negaranya, yakni buah berpasangan; Sedangkan di Betawi bisa dibayangkan bentuknya hampir sama dengan mentega jambu di Batavia dari akhir abad ke-18, begitulah laporan seorang musafir Jawa bernama Sastrodarmo yang berkunjung ke Batavia saat itu. Jenis hiburan yang ia laporkan antara lain gambus dengan lagu-lagu Arab.

Gambus adalah musik yang dibawakan oleh orang Arab dari Hadramaut (Yaman). Pengembara Arab ini menurut C.C. Bahkan, Berg sangat sibuk datang ke Hindia Belanda pada abad ke-18 dan menunjukkan eskalasi pada abad ke-19. Tentu saja sulit bagi kita untuk melacak kelompok gambus yang populer pada abad-abad itu. Catatan akuntansi berasal dari waktu sebelum dan sesudah Perang Dunia II.

Pada masa penjajahan, bagi yang mampu, saat mengadakan pesta pernikahan, misalnya, pagi hingga malam disebut dengan orkes harmonium. Kemudian pada malam hari dengan Gambus. Saat itu, resepsi pernikahan digelar di rumah-rumah.

Bagi warga Betawi, pernikahan tanpa gambus akan terasa mewah atau kurang lengkap. Karena Gambus, tempat para pemain duduk bersila di atas tikar, juga merupakan panggung bagi para pemuda untuk tari zaffin, menari sambil melompat dan menghentak, mengikuti irama Gambus. Semakin kuat irama musiknya, semakin lincah dan cepat Zafin menafsirkan. Tak heran, saat Gambus menyemarakkan pesta, banyak anak muda yang datang dari berbagai lokasi di Jakarta, meski tidak diundang. istilah yang dikenal pada saat itu adalah samar (bertemu untuk bersenang-senang) sambil mendengarkan irama Gambus.

Pada 1950-an, Orkes Harmonium menjadi orkes Melayu, sedangkan Gambus menjadi orkestra modern, yang menggabungkan alat musik seperti gitar, piano, dan akordeon. Anda tidak lagi harus duduk bersila.

Munif berbicara tentang siapa yang sejak usia 18 tahun telah aktif di dunia musik, termasuk Gambus. Mengatakan: menurut penelitian, gambus telah dikenal di Jakarta selama ratusan tahun, kata Munif, sejak abad ke-18. Ketika banyak pendatang dari Hadromaut (Yaman Selatan dan India (Gujarat) datang ke sini. Jika Wali Songo menggunakannya sebagai sarana tuduhan, para pendatang Hadromaut yang baru datang menggunakan Gambus sebagai sarana dengan menyanyikan puisi dari Qosidahan, mengajak orang untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencontoh Nabi-Nya Sepanjang sejarahnya, Gambus menjadi media hiburan.

Pada awalnya para pendatang hadromaut ini membawa alat petik gambus sendiri dari negaranya, namun kini telah diproduksi di dalam negeri khususnya di Jakarta.

Tidak ada kata Gambus dalam kamus bahasa Arab dan memang bukan istilah bahasa Arab. Musik petik ini dalam bahasa Arab disebut Oud, (kayu, ranting) sehingga istilah Gambus hanya dikenal di Indonesia.

Pada tahun 1930 ada seorang musisi Gambus terkenal bernama Syec Albar dari Surabaya, ayah dari Ahmad Albar yang dipimpin oleh Godbless. Dan selain dia, ada SN Alaydrus dari Jakarta, keduanya adalah musisi terkenal pada tahun 1940.

SN Alayidrus berhasil mengembangkan orkes harmonium dengan mempertahankan alat musik petik Gambus. Orkes harmonium ini pada tahun 1950 menjadi orkes Melayu. Untuk kemudian menjadi orkes dangdut.

Pada tahun 1931 di areal persawahan yang luas, terdapat Bioskop Alhamrah yang kini berganti nama menjadi Jalan Suryopranoto, di kawasan Jalan Kebon Jeruk I, Jakarta Pusat. Hingga tahun 1980-an, jalan yang cukup lebar ini bernama Jalan Alhambra, nama sebuah istana dan benteng peninggalan Islam di kota Granada, Spanyol. Bioskop Alhambra. Gedung bioskop ini didirikan oleh tiga bersaudara dari keluarga Shahab: Idrus, Syehan, dan Abubakar. Hampir semua film yang ditampilkan adalah film Mesir. Sebelumnya, ketiga bersaudara itu mendirikan sebuah tonil (lakon) yang dimainkan di berbagai tempat di Nusantara.

Sebelum mendirikan Bioskop Alhambra yang mereka ilhami dari kehebatan arsitektur Islam di Granada, Spanyol, pada abad ke-14, di tempat yang sama juga didirikan sebuah lakon permanen. Lakon tersebut merupakan pertunjukan modern pertama di luar teater yang didirikan Belanda di gedung kesenian Pasar Baru, Jakarta Pusat, atau gedung kesenian Thalia di Jakarta Kota yang khusus menampilkan kesenian Tionghoa.

Namun, ketika Alhambra didirikan, film India belum masuk ke Indonesia. Karena pemilik Alhambra memiliki ikatan dengan Timur Tengah, film Mesir dipilih menjadi sajian utama.

Importirnya adalah Syed Mohamad Redho Shahab, putra salah satu pemilik Alhambra. Ternyata, film Mesir sangat populer, terutama bagi warga Betawi. Seperti film-film India, film-film dari Timur Tengah juga diiringi nyanyian. Saat itu, banyak warga Betawi dari daerah seperti Mampang, Buncit, Pasar Minggu, Tegal Parang, dan berbagai tempat lainnya menonton Alhambra khusus untuk mempelajari lagu-lagunya. Mereka menontonnya bersama dengan menyewa oplet ke Sawah Besar. Sepulang dari bioskop, di oplet, warga Betawi ini bergemuruh sambil menyanyikan lagu-lagu dari film yang baru saja mereka tonton untuk membuat lagu Gambus. Maklum, saat itu piringan hitam atau gramofon masih menjadi barang mewah.

Jadi penyanyi terkenal dari negara piramida seperti Oum Kulthum, Abdul Wahab dan Farid Alatros. Fairuz, Shobah, Abdul Muthalib. dan lain-lain.

Hingga akhir tahun 1950 orkes Gambus semakin populer dengan siaran reguler di RRI setiap Jumat malam. Diisi oleh dua orkes Gambus ternama, masing-masing OG. Al-Wardah yang dipimpin oleh Muchtar Lutfi dan OG. Al-Wathon dipimpin oleh Hasan Alaydrus.

Namun sayangnya pada era demokrasi terpimpin dimana semua budaya yang dianggap asing dilarang, Gambus juga terkena dampaknya. Frekuensi siaran Gambus di RRI dikurangi dari seminggu sekali menjadi dua minggu sekali, lalu sebulan sekali, dan akhirnya berhenti sama sekali. Karena RRI saat itu merupakan satu-satunya sarana hiburan yang diikuti oleh masyarakat umum, penghentian ini mengakibatkan Orkes Gambus tidak ada lagi. Undangan resepsi pernikahan sudah tidak banyak lagi, dan pada tahun 1960 Gambus mulai surut.

Gambus, pada tahun 1960 bintangnya telah memudar, pada saat kelompok kiri ingin menghilangkan segala bentuk budaya dan seni yang dianggap tidak sesuai dengan semangat Revolusi.

Gambus yang sarat dengan nilai-nilai Islam yang dicemooh PKI saat itu tidak pernah terdengar lagi. Memudarnya Gambus saat itu tidak membuat para musisi kehilangan kreativitasnya. Mereka pun beralih ke orkes Melayu yang kala itu sangat populer. OG. Misalnya, Al-wardah membentuk orkes Melayu Sinar Medan di bawah pimpinan Umar Fauzi Aseran.

Sementara OG. Alwathon mendirikan OM.Memories di bawah pimpinan Husein Aidit. Munif Basuan dan Adi Karto mendirikan OM. teman Ria. Gambus Al Hilal masih bertahan dengan irama Gambusnya yang bermarkas di Warung Buncit, Jakarta Selatan. Dan akhirnya bubar pada tahun 1962.

Memudarnya gambus saat itu tidak menyurutkan pesta, apalagi bagi kalangan menengah ke bawah, Karen penuh dengan orkes Malaysia. Pada saat yang sama, OM. Sinar Medan berhasil menghadirkan penyanyi-penyanyi seperti Emma Gangga, A. Haris (nyanyian kuda kulari) dan Hasna Tahar. Sementara itu, OM Kenangan melahirkan penyanyi Johana Satar, Nur Seha, dan Husein Aidit. Mereka bersama dua orkestra Malaysia hampir setiap hari memeriahkan pesta pernikahan di berbagai penjuru Jakarta yang selalu disaksikan ribuan warga.

Pada saat yang sama, film India yang kaya lagu menjadi suguhan bioskop kelas menengah ke bawah. Karena lagu-lagunya sangat populer, para penyanyi Orkes Melayu pun menyanyikan lagu-lagu dari Sungai Gangga. Awalnya mereka bernyanyi dalam bahasa India, namun karena kesulitan, lagu-lagu tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kemudian Orkes Melayu berubah menjadi Orkes Dangdut.

Saat itu, OM Chandara Lela lahir di bawah pimpinan Husein Bawafi yang banyak membawakan lagu-lagu Malaysia. Orkestra ini mengorbitkan almarhum Mashabi.

Setelah jatuhnya PKI pada tahun 1966, Orkes Gambus mulai muncul kembali di Jakarta, termasuk Al-Hilal, pemimpin Al-Fatah Rahmat, dengan mengorbitkan penyanyi Rafikoh Datul Wahab, meskipun banyak orkes Gambus muncul di Jakarta setelah itu. , seperti Pimpinan Wardatul Usyak Habib Abdurahman Al-Habsy, Al-Usyak pimpinan Zein Al-Hadad, El-Madora pimpinan Muchsin Al-Attas. Pemimpin El-Badar Ahmad Vad’ak. Penyanyi Orbit Soraya bin Thalib. Dan orkestra Gambus Assabab

Baru pada tahun 1990-an Orkes Gambus mulai bangkit kembali, mungkin karena banyaknya kelompok Islam di berbagai bidang. Pada saat gambus naik ada orkes Gambus Arrominia yang dibawakan oleh Ahmad Supandi Al-Ghozali. Berbasis di pos Buncit di Jakarta Selatan. Orkes Gambus yang banyak menampilkan lagu-lagu qasidahan dinilai mampu mendinginkan suasana. Apalagi setelah Televisi Swasta Nasional banyak menyiarkan itu. Indosiar, SCTV, RCTI, TPI (MNCTV), AN TV, TV One, Metro TV, dll.

Untuk membuktikannya, Gambus mulai memikat kalangan atas dengan tampil di puluhan hotel berbintang seperti Sari Pacific, Le Meridian, Hotel Sahid, Hotel Akasia, termasuk pernikahan Reza dan Aji Masaid di Masjid Baitul Rachman, DPRD Jakarta. Gedung.

Tentu saja, kebangkitan gambus kembali berdampak pada para penjual kaset, dan kini banyak artis-artis terbaik juga menjiwai orkes gambus. Tyia subiakto, Cici Paramida, Dewi Yull, Tri Utami, Emilia Contesa, Hamdan ATT, Rhoma Irama, dll.

Karena banyaknya permintaan Musik Gambus di Jakarta, sejauh ini Orkes Gambus telah membentuk puluhan grup di Jakarta. Adapun Musik Gambus di Jakarta sudah menjadi bagian dari Budaya Betawi,

Alat musik Betawi Gambus yang digunakan sebagai pengiring antara lain, Gambus, Biola, Suling, Gendang Dolak (Lontong Drum), Tamborin, Bass, Accordion, dan saat ini ada alat musik tambahan lainnya, Keybord, Bongo, Durbuka, Dumbek Drum, dll.

Gambus termasuk dalam kategori alat musik chordophone (alat musik yang sumber bunyinya berasal dari getaran dawai). Gambus adalah alat musik petik yang dimainkan dengan cara dicubit. seperti sejenis harpa berleher pendek tanpa fret. Dilihat dari bentuknya, alat musik ini memiliki citra yang unik, yaitu tabung resonator gambus berbentuk bulat, seperti buah pir yang dibelah dua. Gambus dibuat dari sepotong kayu utuh yang dilubangi hingga benar-benar tipis dan ringan. Semakin halus suaranya, semakin baik getarannya. Ketipisan badan gambus sangat mempengaruhi bagus tidaknya suara yang dihasilkan oleh gambus.

Suara Gambus yang khas juga dihasilkan oleh resonansi yang unik. Senar senar dipasang melintang dari ujung bawah badan instrumen ke pasak. Senar bertumpu pada jembatan yang berada di atas kulit yang diregangkan dan berfungsi seperti papan suara. Papan suara gambus itu tidak terbuat dari kayu, melainkan dari kulit binatang, seperti domba, dll, yang telah dibersihkan dari kulitnya. Kulit menempel pada badan gambus dengan cara dipaku dengan paku-paku kecil. Jumlah senar dalam senar yang paling umum dengan senar berada pada kisaran 5-7 senar. Pada awalnya, senar dibuat dari usus hewan yang disebut gut.

bagian gambus

Gambus terdiri dari tubuh besar berbentuk buah pir (atau papan suara) yang melekat pada leher pendek. Bagian depan (atau wajah) tubuh Gambus rata dan berisi satu atau lebih lubang suara, sedangkan bagian belakangnya berbentuk mangkuk dan terbuat dari sekitar dua puluh potongan kayu tipis yang dikenal sebagai “tulang rusuk”. Cendana

di Brige di depan Gambus dan lewati mur di ujung instrumen yang lain. Penyetelan dilakukan dengan memutar rangkaian pasak yang terdapat di headstock, yang diposisikan hampir tegak lurus dengan leher Gambus. Catatan dihasilkan dengan menghentikan senar di berbagai titik di bagian depan leher; daerah ini juga dikenal sebagai fretboard. Bagian-bagian utama Gambus ditunjukkan pada diagram berikut:

Gambus
[Diagram di atas diadaptasi dari buku Mutlu Torun itu ” Gambus Metodu (Gelenekle Geleceke)”]
Instrumen yang digunakan dalam musik Gambus terlalu beragam dan banyak untuk disebutkan. Seperti halnya maqamat dan irama, bagian ini tidak akan berusaha untuk menjadi lengkap, tetapi akan menjelaskan alat musik Gambus yang paling banyak digunakan di Betawi.

Ansambel tradisional Gambus atau pengucapan Takht (secara harfiah tidur dalam bahasa Arab) terdiri dari 4 instrumen melodi utama: Gambus, seruling, akordeon dan biola, dan instrumen perkusi utama (Tamborin). Terkadang Tamborin dilengkapi/diganti dengan Dolak atau Daff (frame drum). Ansambel yang lebih tua menggunakan jawzah atau kamanjah daripada biola barat.

Gaya instrumen melodi dibagi menjadi dua keluarga: pengucapan sahb (menarik atau meregangkan) dan pengucapan naqr (menarik atau palu). biola dan bahkan jatuh di bawah sahb musim gugur, Gambus dan Accordion di bawah naqr. Kedua keluarga ini dimaksudkan untuk saling melengkapi untuk menciptakan suara yang lebih kaya dan lebih lengkap. Dalam hal duet, kombinasi yang paling umum adalah Gambus dengan biola atau Akordeon dengan Flute.

Penggunaan alat musik barat yang sama dalam musik Gambus tersebar luas saat ini. Ini termasuk piano, piano elektrik, organ elektrik, synthesizer, akordeon, gitar, gitar elektrik, bass elektrik (bersemangat). Beberapa instrumen ini dapat diubah untuk menghasilkan not seperempat (lihat intonasi dalam musik Arab). Ansambel drum elektronik dan perkusi juga sering digunakan dengan musik pop/dansa Gambus modern.

Seruling, saksofon, klarinet, terompet, dan trombon tidak selalu merupakan instrumen yang memiliki tempo yang sama dan memungkinkan lebih banyak kontrol nada (disebut nada lentur). Mereka terbiasa dengan berbagai macam musik Gambus, terutama gaya modern dari Gambus Jazz dan Fusion Jazz.

Biola, biola alto, cello dan double bass banyak digunakan dalam musik Gambus, terutama dalam ansambel besar seperti Arrominia, dll. Karena semua fretless, instrumen ini dapat digunakan dengan nyaman untuk memainkan maqam Gambus.

Gambus

Gambus adalah salah satu instrumen musik Betawi yang paling populer.

Leher Gambus, yang lebih pendek dibandingkan dengan tubuhnya, tidak memiliki fret dan ini berkontribusi pada suaranya yang unik. Hal ini juga memungkinkan Anda untuk memainkan nada dalam intonasi, sehingga ideal untuk melakukan maqam Gambus. Kombinasi senar yang paling umum adalah lima pasang senar yang disetel bersama dan satu senar bass, meskipun hingga tiga belas senar dapat ditemukan. Senar umumnya terbuat dari nilon atau usus, dan ujungnya dengan pick dikenal sebagai Risha (bulu). Senar modern terbuat dari baja yang dililitkan pada nilon. Instrumen yang memiliki timbre hangat, tessatura rendah, dan sering kali dihias dengan rumit. Gambus yang digunakan di Betawi sedikit berbeda dengan yang ditemukan di Turki, Armenia, dan Yunani. Barel yang berbeda digunakan dan gaya Gambus Turki memiliki nada yang lebih cerah. Harpa Eropa turun dari Alat ini,

Biola / Biola (Kaman)

Biola Eropa (juga disebut Kaman / Kamanjah dalam bahasa Arab) diadopsi dalam Alat musik  ini pada paruh kedua abad ke-19, menggantikan biola dua senar tradisional yang lazim di Mesir, juga disebut kamanjah. Terlepas dari variasi laras yang digunakan, laras tradisional Arab di empat dan lima (G3, D4, G4, D5.) Sebagai instrumen biola fretless dapat menghasilkan semua nuansa intonasi maqam Gambus.

Gaya permainannya sangat berornamen, dengan luncuran, getar, vibrato lebar, dan pemberhentian ganda, seringkali menggunakan senar terbuka seperti drone. Timbre berkisar dari kaya dan hangat, mirip dengan suara biola barat, mengingatkan pada hidung dan tindik, hingga suara meraba-raba.

Biola dipegang di bawah dagu dengan cara biasa dan dengan gaya menggambar di lutut. Maroko memainkan gaya udang dan Maroko sering menggunakan tuning GDAE.

Seruling

Suling (bahasa Persia untuk ‘buluh’) adalah seruling terbuka, ditekuk dan ditiup yang terbuat dari bambu. Mereka bahkan dikenal di Timur Tengah sejak zaman kuno. Pasangan memiliki sembilan sendi dan umumnya memiliki 6 lubang di bagian depan untuk bermain jari dan 1 lubang di bagian bawah untuk ibu jari. Ini dimainkan dengan ujung jari. Seruling memiliki panjang yang berbeda, masing-masing sesuai untuk bidang tertentu dan dinamai berdasarkan nada yang berbeda.

generasi con 1 agujero de dedo abierto (D4 para flauta utilizada en la demostración Nota más baja: C4.).

 

dihasilkan dengan 1 lubang jari terbuka (D4 untuk seruling yang digunakan dalam demo Nada terendah: C4.).

Mereka bahkan ditiup menggunakan teknik bibir unik yang disebut peniupan bilabial, dengan bibir atas dan bawah digunakan untuk menutup sebagian ujung tabung miring. Register 2 dan 3 masing-masing seperlima redundan dan seperdelapan lebih tinggi dari register 1. Pitch lubang ganda ditetapkan ke pitch mikrotonal tertentu, meskipun beberapa variasi mikrotonal juga dapat dicapai dengan membuka sebagian pitch lubang, mengubah sudut tiupan, atau kombinasi keduanya.

Nada halus dan halus dihasilkan dengan meniup perlahan lubang di tabung sambil memanipulasi jari dan ibu jari, meniup dengan kekuatan lebih atau kurang, suara dihasilkan satu oktaf lebih tinggi atau lebih rendah, dan lagu-lagu dari skala yang berbeda dapat dimainkan. seruling dengan berbagai panjang. Bahkan memiliki jangkauan lebih dari dua oktaf.

Meskipun sangat sederhana, sebenarnya ini adalah salah satu instrumen Alat ini yang paling sulit untuk dimainkan. Seorang pemain yang baik dapat menghasilkan berbagai macam suara mengalir dan hias, ini adalah instrumen yang sangat mengharukan. Timbre puitisnya membuatnya cocok untuk mengekspresikan efek melankolis dari kegembiraan dan kerinduan. Satu-satunya alat musik tiup yang digunakan dalam seni musik, Alat ini sangat dihargai karena suaranya yang hangat, bernapas, dan nada nada yang halus dan dinamis.

Ahli Suling: Hamim Marzuki, Shahabudin Shahab (Betawi).

Tamborin (RiQ)

Tamborin (kadang-kadang disebut daff) adalah rebana kecil (diameter sekitar 8,5 inci dan kedalaman 2,5 inci) yang secara tradisional ditutupi dengan kulit kambing atau kepala ikan, direntangkan di atas bingkai kayu bertatahkan mutiara. Riq memiliki lima set dua pasang simbal kuningan (berdiameter sekitar 2 inci) yang ditempatkan secara merata di seluruh bingkai, dan disebut ‘sagaat’ dalam bahasa Arab. Simbal inilah yang membuat jingle yang menarik.

Meskipun kulit kepala ikan atau kambing dihargai karena suaranya yang hangat dan alami, masalah utama mereka adalah mereka sangat sensitif terhadap kelembapan dan dapat dengan mudah kehilangan kekencangannya. Pemain rebana tradisional harus menghangatkan rebana mereka sebelum pertunjukan. Karena kulit rebana dapat meregang lagi setelah 5-10 menit, pemain rebana profesional sering kali harus memiliki dua rebana yang identik, pemanasan satu saat yang lain memainkan, dan bergantian di antara lagu.

Pada akhir 1980-an, sejumlah musisi rebana profesional memperkenalkan dan mengadopsi instrumen bertubuh aluminium (atau kayu) dengan kepala mylar. Rebana modern merdu dan memungkinkan kepala diganti tanpa harus merekatkannya.

Gedang Lontong (Dolak)

Keberadaan Gendang Lontong (dolak) sangat penting dalam komposisi musik tradisional khususnya Alat ini. Bentuk gendang lontong atau dolak hampir sama dengan gendang tabla atau rampak, hanya saja selaputnya rapat sehingga suaranya nyaring. Sementara itu, ketegangan dan kedalaman membran sangat ditentukan oleh penyetelan yang menggunakan tali kulit sebagai penariknya.

Durbuka / Dumbek

Alat musik Darabuka adalah sejenis alat musik perkusi yang berbentuk piala. Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut alat musik, antara lain tablah, dumbec, doumbek, debuka, dan darbuka. Cara memainkan alat musik ini harus dipukul dengan tangan kosong dan bisa juga menggunakan tongkat. dalam posisi duduk bersila. Dan kemudian Darabuka ada di pangkuan Anda di sekitar tangan kanan atau kiri Anda tergantung pada kenyamanan para pemain. Tapi seiring waktu. Darbuka sekarang dimainkan duduk di bangku dan beberapa mengikatnya di bahu.

Check Also

Rebana Ketimpring Betawi

Rebana Ketimpring Betawi

Rebana Ketimpring Betawi – Islam merupakan bagian integral dari sejarah dan perkembangan budaya Betawi. Hal …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *