Orkes Melayu dan Dangdut

Orkes Melayu dan Dangdut Keberadaanya Sejak 1930

kebudayaan betawi – Orkes Melayu dan Dangdut Apakah Kebudayaan Betawi?. Beberapa tahun lalu tayangan dangdut oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah dituduh banyak menonjolkan unsur pornografi dan porno aksi dalam setiap penampilannya. Akibat dari penampilan para penyanyi wanita dan penari latar yang berpakaian minim. Tapi, tampaknya production house atau pengelola pertelevisian tidak terlalu terusik akan tuduhan ini, sekalipun ribuan umat Islam yang tergabung dalam berbagai unsur ormas Islam mendemonya. Hal ini terbukti, semakin beraninya tampilan  macam itu di berbagai acara televisi. Presiden Soekarno jauh hari telah mengingatkan, bidang kebudayaan merupakan salah satu cara yang dianggap paling ampuh oleh kaum imperialis untuk melemahkan moral bangsa.

Musik dangdut sebetulnya belum terlalu lama muncul di blantika musik Nasional. Musik  dangdut sendiri mulai sekitar muncul 1970-an. Lebih dahulu orkes melayu (OM) ketimbang musik dangdut. Kalau kita baca beberapa artikel sebelum Perang Dunia (PD) ke – 2 sekitar tahun 1942-1945, di Betawi sendiri sudah berdiri Orkes Melayu tradisional yang lebih dikenal dengan Orkes Melayu Deli. Lirik dari lagunya berupa isi pantun-pantun dan tanpa refrein. Lagu-lagu jenis ini ternyata sangat digemari di tanah Betawi. Lagu-lagunya yang sangat terkenal saat itu di antaranya ‘Bunga Tanjung’, ‘Tudung Periok,’ ”Burung Putih” dan lain-lain. Lagu-lagu tersebut sudah mulai di tarikan oleh para lelaki dengan kedua tangannya sambil memegang kerudung.

Di waktu yang hampir bersamaan, penyanyi gambus kelahiran Surabaya 1908, Syekh Albar orang tua dari Ahmad Albar, pada tahun 1935 suaranya direkam dalam piringan hitam His Master Voice dengan lagu-lagu bernuansa padang pasirnya juga sangat digemari di Tanah Betawi. Suara dan pentilan gambusnya tidak kalah dengan Abdul Wahab, tokoh gambus yang sangat terkenal dari Mesir. Syekh Albar wafat dalam usia yang sangat muda, meninggalkan dua orang anak yaitu, Saadiah Albar dan Ahmad Albar (musisi rock). Sementara istrinya, Fadlun Albar, pada 1950-an pernah juga menjadi pemain film produksi Persari. Fadlun yang dikemudian hari kemudian menikah dengan produser Persari, H Djamaluddin Malik. Dari pernikahan ini lahirlah Camelia Malik yang wajahnya sangat mirip dengan ibunya.

Orkes Melayu dan Dangdut

Sekitar awal tahun 1950-an merupakan masa peralihan dari lagu-lagu berirama Orkes Melayu Deli ke lagu-lagu yang bertemakan tentang cinta. Ini diawali dengan munculnya Orkes Gumarang pimpinan Asbon, yang membawakakan lagu-lagu Melayu berirama Minang. Kemudian mulailah bermunculan di Pekojan Jakarta barat seorang musisi Gambus terkenal mendirikan Orkes Melayu Kenangan dibawah pimpinan Husein Aidit, selanjutnya muncul Orkes Melayu Sinar Medan di bawah pimpinan Umar Fauzi Aseran, Sawah Besar, juga ada musik melayu Bukit siguntang pimp. A.Halik . Jakarta.

Pada masa peralihan, yang kemudian mulailah bermunculan Orkes Melayu. Seperti Orkes Melayu Chandralela di bawah pimpinan Husein Bawafie, musiknya tidak lagi bergaya Melayu/Deli, tapi sudah lebih dimodernkan sekalipun namanya masih Orkes Melayu. Saat itu di Jakarta, lagu-lagu Melayu Deli sudah mulai agak memudar, akan tetapi didaerah seperti  Riau dan Medan justru banyak bermunculan penyanyi-penyanyi muda seperti Nuraini. Sementara itu seorang anak Betawi keturunan Cina, yang ikut ngkong (kakek)-nya ke Medan, berhasil menciptakan puluhan lagu Melayu. Nama penyanyi dan pencipta tersebut adalah  Lily Suhairy yang lagunya ‘Bunga Tanjung’ hingga kini terkenal di Malaysia dan Singapura.

Kalau kita lihat di masa peralihan, ada dua penyanyi dan pencipta lagu yang ikut berperan bahkan kemudian menjadi pelopor dari lahirnya musik dangdut di Indonesia. Nama keduanya adalah anak kelahiran Kebon Kacang 1943 Muhammad Mashabi dan Munif Bahasuan. Sedangkan penyanyi wanitanya yang mulai bermunculan seperti Ellya, Juhana Sattar, dan Hasnah Tahar. Sementara Husein Bawafie, pimpinan Orkes Melayu Chandralela, yang selama 40 tahun kariernya di bidang musik telah berhasil menciptakan sekitar 200 lagu, di antaranya Seroja yang sampai kinipun masih dibawakan oleh penyanyi saat ini.

Pada sekitar tahun 1950-an, mulailah muncul film-film India, yang kala itu belum di-dubbing dan hanya diberi teks berbahasa Indonesia. Munculnya film India ini yang sarat dengan musik dan lagu, ternyata sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Di karenakan lagu-lagunya memang sulit dinyanyikan oleh lidah orang Indonesia, maka banyak sekali  yang menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sedangkan lagu-lagu dari Muhammad Mashabi, yang merupakan masa peralihan dari irama Melayu ke irama dangdut yang lebih kental Indianya, masih abadi hingga saat ini. Lagu ‘Ratapan Anak Tiri’, misalnya, sudah dua kali difilmkan. Muhammad Mashabi meninggal dalam usia sangat muda  tahun 1967 dan belum berkeluarga.

Aktor India yang sangat digemari saat itu adalah Raj Kapoor dan Dilip Kumar (Yusuf Khan). Sementara aktrisnya seperti Nargis, Madhubala, dan Meena Kumari dan lain-lain.

Raj Kapoor, merupakan seorang legendaris di film India. Ia adalah seorang putra bintang tenar masa tahun 1940-an, Pritviraj Kapoor. Anak dari Raj Kapoor, bernama Randhir Kapoor, adalah ayah dari Kharisma kapoor dan Kareena Kapoor. Sementara itu Rishi Kapoor, salah satu putra Raj Kapoor, pernah terjunkan putranya di arena Bollywood. Hal ini tidak pernah terjadi di perfilman lainnya, empat generasi berturut-turut menjadi bintang-bintang Bollywood ternama.

Pada masa perfilman India inilah, kemudian dikenal dengan istilah dangdut. Berasal dari irama gendang berbunyi: dang … dut … dang … dut. Tokoh-tokoh  yang turut serta melahirkannya adalah Husein Bawafie, M Mashabi, dan Munif Bahasuan. Shahabudin shahab

Di saat lagu-lagu melayu berirama India inilah banyak bermunculan sejumlah penyanyi generasi muda. Antara lain yang terkenak seperti, Muchsin Alatas, yang bersama Titiek Sandhora, yang kemudian menjadi istrinya, yang beralih dari lagu-lagu pop ke dangdut. Munculnya penyanyi Rhoma Irama Pionir mengawinkan orkes melayu dan Rock,pop,india,dan orchestra yang kemudian mendapat julukan ‘Raja Dangdut,’ sangat  berperan dalam memasyarakat lagu-lagu dangdut. Rhoma Irama meroket namanya dengan lagu ‘Begadang’-1973. Sedangkan penyanyi wanitanya seperti, Elvie Sukaesih, juga pernah menjadi bintang di  Orkes Melayu Chandralela, pimpinan Husein Bawafie.

Pada sekitar tahun 1950-an dan tahun 1960-an, Orkes Melayu dan kemudian dangdut masih jarang sekali mengadakan show di berbagai tempat dan disiarkan televisi. Saat  itu, dunia pertelevisian belum muncul. Mereka sering tampil main di RRI, sementara radio swasta baru muncul satu-dua unit. Kaset juga saat itu belum ada, kecuali piringan hitam (PH). Saat kaidah kesusilaan dan agama dipegang sangat ketat. Tiap ada orkes yang akan muncul di perhelatan perkawinan, maka yang joget hanyalah kaum pria. Kalaupun ada wanitanya yang joget, masih teramat jarang dan jogetnya pun hanya sesama wanita. Yang pasti tidak dikenal goyang ngebor, goyang patah-patah atau apalah namanya. Apalagi menampilkan pakaian minim. Bisa-bisa mereka dipaksa turun panggung. Ah, zaman emang uda berubah (Rudy Albdr)

Check Also

Babak Baru Penerjemahan Al-Quran Ke Dalam Bahasa Betawi

Babak Baru Penerjemahan Al-Quran Ke Dalam Bahasa Betawi

  kebudayaanbetawi.com Babak baru terjemahan Al-Quran ke dalam bahasa Betawi telah selesai dilaksanakan.  Penerjemahan yang …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *