kebudayaan betawi – Wisata Ancol Dan Cerita Mistisnya Yang Melegenda Ketika mendengar kata Ancol, Anda langsung mengasosiasikannya dengan pantai, taman hiburan, dan akuarium terbesar di Indonesia. Ya memang Ancol bisa dibilang sebagai gudang wisata bagi masyarakat Jakarta.
Apalagi dengan banyaknya event dan promosi menarik yang sering diadakan Ancol sebagai Wisata Ancol, kawasan ini selalu menjadi pilihan menarik bagi Anda yang ingin sekadar mudik tanpa harus jauh-jauh dari Jakarta. Namun di tengah popularitas Ancol, tahukah Anda ada urban legend yang menarik di kawasan jembatan tersebut?
Wisata Ancol, Legenda urban ini dikenal sebagai “El Puente Dulce Ancol”. Ya, Anda yang anak 90-an pasti tidak akan merasa lupa dengan hal ini, karena Si Manis Jembatan Ancol bahkan pernah masuk nominasi layar kaca yang dibintangi oleh beberapa artis ternama pada masanya, seperti Dewi Persik dan Kiki Fatmala.
Dihimpun dari berbagai sumber, koil tersebut menemukan bahwa urban legend berasal dari kejadian nyata. Coil menemukan bahwa ada dua cerita berbeda tentang Si Manis Jembatan Ancol.
Meski tidak diketahui secara pasti kisah mana yang benar dan lebih tepat, keduanya memiliki kesamaan akhir yang tragis.
Apakah Anda ingin tahu lebih detail? Berikut ulasannya.
Versi pertama
Wisata Ancol, Pada awal abad ke-18, ketika Jakarta masih bernama Batavia, seorang gadis berusia 16 tahun bernama Maryam ditemukan tewas terbunuh di kawasan Ancol.
Maryam dikenal sebagai wanita muda yang cantik dan cantik. Dia bekerja di rumah seorang saudagar tua kaya yang sudah menikah. Kecantikan dan ketampanan Maryam rupanya menarik perhatian majikannya, hingga suatu saat Maryam dilamar dan diajak menikah agar kelak bisa menjadi selir majikannya.
Maryam menolak lamaran majikan. Wanita ini kabur dari rumahnya, berusaha kabur dari majikannya. Sayangnya, rencana Maryam untuk kabur rupanya tidak berhasil.
Gadis cantik ini bergantian diperkosa lalu dibunuh oleh preman yang diperintahkan majikannya. Padahal saat itu majikan hanya memerintahkan anak buahnya untuk memburu dan menangkap Maryam yang kabur dari rumah majikannya karena tidak mau menikah.
Para preman yang takut terlihat belang itu memilih membuang jenazah Maryam di areal persawahan, tidak jauh dari tempat ia dibunuh, yakni di kawasan Ancol yang kini menjadi jembatan.
Versi kedua
Dirangkum dari berbagai sumber, kisah kedua yang tak kalah tragis dari “Jembatan Manis de Ancol” itu diperoleh Budayawan Betawi Ridwan Saidi dari seorang saksi hidup yang ditemuinya saat melakukan penyelidikan pada 1955-1960.
Menurut cerita, pada awal abad ke-19, sekitar tahun 1817, ada seorang gadis yatim piatu yang tinggal bersama ibunya, Mak Emper.
Mak Emper dan putranya, Siti Ariah, tinggal di pendopo milik seorang majikan kaya raya. Saat Siti Ariah menginjak usia 16 tahun, pemilik rumah ternyata jatuh hati padanya.
Ia berniat menikahi Siti Ariah dan menjadikannya selir. Ariah yang menolak lamaran majikan tersebut kemudian kabur.
Seperti kata pepatah, “Keluar dari Lubang Singa, Masuk ke Lubang Buaya”, itulah nasib yang dihadapi Siti Ariah. Bukannya mencerahkan, Siti Ariah bertemu dengan Oei Add Sia, seorang saudagar tembakau keturunan Tionghoa di Batavia yang berasal dari Pekalongan. Dia dikenal sebagai playboy di zamannya dan dia sangat suka bermain wanita.
Melihat wajah Siti Ariah, Oei tergiur dan ingin menjadikannya “koleksi”. Siti Ariah melarikan diri lagi untuk menyelamatkan diri.
Sayangnya, dua preman yang diperintahkan oleh Oei Add Sia itu ternyata lebih cepat dari gerakan gadis itu. Siti Ariah menemukan kematiannya di Bendungan Dempet dekat Danau Sunter di tangannya.
Tubuhnya terlempar sekitar 400 meter dari Jembatan Ancol. Berbeda dengan cerita sebelumnya, Siti Ariah tewas membela harga dirinya. Dia meninggal tanpa diperkosa oleh pembunuhnya. Kabarnya, hantu perempuan yang biasa ditemukan di kawasan ini dikenal dengan sebutan Si Manis Jembatan Ancol.
Si Manis Jembatan Ancol dikabarkan berubah menjadi arwah pengembara karena ingin memberitahukan keberadaan ibunya. Sementara itu, Oey Add Sia akhirnya digantung oleh Belanda di Taman Fatahillah di Jakarta Utara.
Mereka menggantungnya karena mereka menangkapnya memiliki banyak kasus pembunuhan, salah satunya adalah pembunuhan saudara iparnya sendiri bernama Sutejo. Oei membunuh Sutejo karena iri dengan kedekatan Sutejo dengan istrinya, Mas Ajeng Gunjing.
Kebingungan antara dua cerita ini mengarahkan untuk menemukan melalui salah satu pria yang memiliki “lebih banyak kemampuan.”
Pria yang tak mau disebutkan namanya itu tak memungkiri memang ada perempuan yang ‘tinggal’ di Jembatan Ancol. Namun, menurut pria yang akrab disapa Brii itu, dirinya belum mengetahui nama sosok astral tersebut.
Namun, pada awal tahun 2018, ia mengunjungi lokasi untuk berkomunikasi dengan penjaga Jembatan Ancol untuk kebutuhan pekerjaannya.
Meski tidak yakin dengan sejarah wanita itu, Brii masih bisa mengingat beberapa hal tentang komunikasinya setahun lalu.
“Ada juga perempuan. Mereka juga mencari tempat tinggal, seperti manusia pada umumnya. Memang benar (bisa dibilang) kematian itu tidak wajar. Lebih seperti diusir, tapi pembunuhan itu tidak ada. Sayang sekali. waktu itu Dia tidak menyebut namanya, kok,” kata pria itu saat dihubungi Coil, Rabu (30/10).
Brii juga menambahkan bahwa sosok itu tidak terlihat seperti remaja atau remaja, melainkan seorang wanita berusia 30-an dan 40-an.
Pakaian yang dikenakannya tidak semerah yang biasa terlihat di sinetron “Si Manis Jembatan Ancol”. Dalam tiga pertemuan, sosok itu mengenakan pakaian dengan warna berbeda.
“Tiga kali ganti baju, kadang merah, kadang hitam. Tidak, merahnya lebih gelap (dari sinteron). Bajunya jumpsuit, tapi bentuknya tidak turun, di bawah lutut, bahkan mungkin betis,” Brii dijelaskan lagi.
Mengenai mengapa sosok perempuan itu tetap meresahkan, Brii menilai mereka umumnya masih memiliki urusan yang belum selesai.
“Kalau menurut saya ada yang seperti ini, berarti ada masalah yang tertunda. Kalau yang saya tangkap sepertinya belum saya terima sampai mati”, pungkas Brii lagi.
Meski diliputi kisah sedih yang menjadi urban legend, Ancol kuno tidak seperti sekarang ini. Kawasan seluas 522 hektar yang dulunya terbengkalai dan menjadi sarang penyakit kini telah diubah menjadi kawasan rekreasi terpadu sesuai gagasan Presiden Soekarno.