Lebaran di Betawi: Dari Nyorog Hingga Nyekar

Lebaran di Betawi: Dari Nyorog Hingga Nyekar

Kurang dari seminggu, Hari Raya Idul Fitri 1446 H akan tiba. Masyarakat sudah melakukan berbagai persiapan untuk menyambut hari lebaran, tak terkecuali orang Betawi.

Saat lebaran tiba, orang Betawi menjadi penjaga kampung-kampung di Jakarta sebab masyarakat yang bukan orang Betawi akan kembali pulang ke kampung halamannya. Orang Betawi yang turun temurun menempati kampung-kampung di Jakarta tentu tidak akan akan kemana-mana sebab tanah Betawi merupakan kampung halamannya.

Berbagai tradisi pun dilakukan untuk menyambut hari yang fitri. Salah satu tradisi unik di dalam kehidupan masyarakat Betawi adalah tradisi andilan, tetapi tradisi ini sudah terancam punah. Tradisi andilan adalah tradisi penyembelihan hewan kerbau yang dibeli dan dirawat bersama-sama oleh orang-orang Betawi di suatu kampung. Pada awal Ramadan, orang-orang Betawi patungan untuk membeli seekor kerbau kemudian kerbau itu dirawat bersama-sama saat bulan Ramadan. Pada saat menjelang lebaran, kerbau tersebut disembelih, dimasak dan dimakan bersama-sama. Tradisi ini mencerminkan nilai gotong royong yang hidup di dalam masyarakat Betawi.

Nyorog Keluarga Betawi

Selain tradisi andilan, tradisi nyorog atau tuker rantang yang telah dilakukan sebelum Ramadan juga dihidupkan kembali saat malam takbiran. Orang Betawi saling bertukar rantang satu sama lainnya. Biasanya rantang tersebut berisi semur daging, ketupat dan sayur godog. Rantang akan dikembalikan dan diisi makanan oleh orang yang diberi makanan tadi. Di meja makan, lauk-pauk dari para tetangga berkumpul menjadi satu, menyimbolkan keharmonisan di kalangan orang Betawi.

Pagi hari setelah sholat eid, jalan-jalan di kampung-kampung di Jakarta akan ramai oleh orang Betawi dan masyarakat pendatang yang tidak pulang kampung. Semuanya keluar rumah untuk bermaaf-maafan, bertegur sapa dan bercengkrama. Jejaka-dara, tua-muda, Betawi-pendatang, semuanya melebur menjadi satu di sudut-sudut jalan, di rumah orang yang dituakan di kampung tersebut, dan dimana pun tempat yang memungkinkan untuk bersalam-salaman.

Saat hari lebaran, orang Betawi saling mengunjungi satu sama lain. Rumah orang-orang tua di Betawi akan ramai di kunjungi oleh yang muda-muda. Tak ada habisnya orang-orang muda silih berganti mengunjungi para tetua, berhari-hari, bahkan hingga lebih dari seminggu, sehingga sering terdengar ungkapan bahwa lebaran di Betawi lamanya sebulan penuh.

Tidak hanya yang masih hidup, saat Idul Fitri orang-orang Betawi juga mengunjungi sanak saudara mereka yang telah tiada. Setelah selesai sholat eid dan bermaaf-maafan, orang Betawi akan berbondong-bondong datang ke makam keluarga mereka untuk berziarah, mendoakannya sekaligus melepas rasa kangen. Biasanya sebuah keluarga Betawi akan pergi bersama-sama untuk nyekar ke makam anggota keluarga yang sudah tiada.

Lebaran di Betawi menghadirkan vibes (suasana) yang berbeda dibandingkan hari-hari biasanya. Pagi hari pada hari raya Idul Fitri selalu menghadirkan kesyahduan yang tidak dapat ditemukan di hari lain. Minal aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin.

Check Also

Siap-Siap, Tamu Balaikota DKI Bakal Dijamu Bir Pletok

Siap-Siap, Tamu Balaikota DKI Bakal Dijamu Bir Pletok

kebudayaanbetawi.com. Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, biasa disapa Bang Anung membuat suasana buka puasa bersama …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *