Oleh : Tim Litbang Lembaga Kebudayaan Betawi
Ruwat menurut KBBI, artinya pulih kembali sebagai keadaan semula; terbebas dari nasib buruk yang akan menimpa (tentang orang yang menurut kepercayaan akan tertimpa nasib buruk). Meruwat artinya memulihkan kembali sebagai keadaan semula atau membebaskan orang dari nasib buruk yang akan menimpa.
Ruwat Dengan kata lain, dalam konteks tulisan ini, meruwat adalah suatu ritual tolak bala. Banyak orang — khususnya di Pulau Jawa — meyakini bahwa orang yang meninggal disebabkan oleh hal-hal yang tidak wajar, misalnya kecelakaan, itu karena imbas dari kibasan gada (alat pemukul terbuat dari kayu atau besi) Batara Kala. Hal itu terjadi karena adanya perjanjian antara Batara Kala dengan Batara Guru. Untuk menghindari imbas itulah maka orang atau anak tertentu harus diruwat.
Contoh-contoh yang harus diruat antara lain:
- Ontang-anting (anak tunggal baik laki-laki atau perempuan).
- Empat anak perempuan (tanpa saudara laki-laki).
- Empat anak lelaki (tanpa saudara perempuan).
- Lima anak lelaki (tanpa saudara perempuan).
- Lima anak perempuan (tanpa saudara laki-laki).
- Pandawa ipil-ipil (empat anak perempuan dan satu anak laki-laki)
- Lima anak, satu anak perempuan dan empat laki-laki.
- Uger-uger (dua anak, laki-laki semua).
- Kembang sepasang (dua anak, laki-laki dan perempuan).
- Gedono-gedini (dua anak, laki dan perempuan).
- Tiga anak, penengahnya laki-laki.
- Tiga anak penengahnya perempuan.
- Tunggul kawung (anak tunggal karena ditinggal mati saudara-saudaranya).
- Bayi yang lahir saat matahari terbenam.
- Tiga anak, penengah ditinggal mati oleh yang sulung.
- Bayi yang lahir mati, hidup lagi oleh pertolongan dukun beranak.
- Bayi yang lahirnya salah (misalnya sungsang atau kakinya duluan).
- Bayi yang lahir ditinggal mati bapaknya.
- Orang yang menjatuhkan dandang saat menanak nasi.
- Orang yang memecahkan wadah batu tempat menumbuk obat.
- Orang yang rumahnya roboh saat tengah dibangun.
- Orang yang di rumahnya ditemukan jerami yang bukan berasal dari sawahnya.
- Orang yang saat menumbuk padi alunya patah.
Ruwat. Dalam upacara ruwat, harus disediakan sajen yang jenis dan jumlahnya sudah ditentukan turun-temurun. Tujuannya agar upacara berjalan lancar tanpa halangan. Kelancaran pelaksanaan upacara menandakan Yang Maha Kuasa berkenan dan menerima permohonan dan munajat yang melaksanakan ruwatan. Sajen itu antara lain:
- Dua baskom air, di dalamnya ditaruh uang.
- Dua helai kafan.
- Tikar baru menggulung sebuah bantal baru.
- Dua ikat padi.
- Kelapa.
- Pisang dan pohonnya (biasanya sepasang kiri-kanan).
- Dua batang tebu kuning dengan daunnya.
- Bambu kuning.
- Daun kemuning.
- Daun kluwih (daun pohon timbul).
- Janur.
- Mayang pinang.
- Ayam hidup.
- Bokor diisi beras, telur dan uang.
- Minyak wangi.
- Kembang tujuh rupa (melati, kenanga, cempaka, tanjung, sedap malam, aster dan anyelir).
- Rujak tujuh rupa, antara lain rujak asem, rujak roti, rujak kelapa muda, rujak pepaya dan sebagainya.
- Kelapa muda, dipapas atasnya bukan dikupas.
- Pasu berisi rampe.
- Kendi kosong, mulutnya ditutup telur.
- Tumpeng.
- Tumpeng rasul.
- Bumbu dapur.
- Bubur merah-bubur putih.
- Nasi-nasian yang diikat (ketupat, lontong, teng-teng dan lain-lain).
- Air tujuh rupa (air kelapa, air nira, air tebu, dan lain-lain).
- Perabot rumah tangga.
- Air tujuh sumur.
- Golok.
- Ayam sudah disiangi untuk dipanggang.
Dalam acara meruwat, sorenya ki dalang menggelar lakon apa saja, baru pada malamnya ia menggelar lakon Purwakala. Yaitu kisah Batara Kala yang mengejar Jatusmati.
Purwakala
Batara Kala menghadap Batara Guru. la minta izin agar diperbolehkan memakan manusia. Batara Guru mengabulkan permintaan itu. Namun ada syaratnya, Kala hanya boleh membunuh manusia dengan gada. Tidak boleh ditikam, tidak boleh dicekik atau dibanting. Lalu Batara Guru memberi Kala sebuah gada.
Sepeninggal Kala, Batara Guru memerintahkan Batara Wisnu untuk mengawasi Kala. Batara Guru tak ingin jatuh banyak korban, maka Wisnu harus mengawasi perilaku Kala, membandingkan aksara-aksara yang terdapat di tubuhnya. Hanya orang-orang tertentu saja yang boleh dibiarkan mati oleh Kala.
Kala tiba di tepi telaga. Ia berjumpa dengan seorang pemuda bernama Jatusmati, anak tunggal seorang janda bernama Ni Sumawit. Kala segera beraksi dengan gadanya, namun Jatusmati melihatnya. Jatusmati langsung lari.
Jatusmati lari ke arah orang-orang yang tengah membangun rumah. Malang, ia menabrak tiang bangunan itu, rumah itupun roboh. Jatuswati terus berlari, ia masuk sebuah rumah, perempuan pemilik rumah itu sedang menumbuk obat dalam wadah batu. Jatusmati menabraknya, wadah batu itu jatuh dan pecah. Jatusmati terus berlari.
Jatusmati masuk ke dapur, ia menabrak dandang yang sedang dipakai menanak nasi. Dandang itu jatuh. Kala masih saja mengejarnya. Jatusmati terus lari hingga ke desa Medang Kemulan.
Di desa Medang Kemulan, Ki Buyut Wangkeng tengah menanggap wayang, dalangnya adalah Ki Kanda Buana. Jatusmati menyusup di antara para panjak Ki Kanda Buana. Ki Kanda Buana yang sesungguhnya adalah Wisnu membiarkan Jatusmati menyusup di antara panjaknya.
Batara Kala tiba di tempat pertunjukkan wayang. Ia bersandar di pohon kelapa. Kala mulai mengantuk, mulutnya menganga, ki dalang melemparkan telur ke mulut Kala.
Kala marah, ia menghampiri dalang untuk memukulnya. Ki dalang membujuknya dan berjanji akan menyajikan lawakan asal ada upahnya. Kala setuju, ia memberikan gadanya sebagai upah.
Kala kembali ke bawah pohon kelapa, namun ia melihat seorang perempuan menggendong bayi, ia juga melihat Jatusmati di antara para panjak. Kala senang, ia ingin memakan Jatusmati dan bayi itu. Namun Batara Guru datang menghalanginya. Batara Guru mengingatkan Kala, ia hanya boleh membunuh dengan gadanya. Kala meminta kembali gadanya dari ki dalang, namun tak diberi. Ki dalang malah membacakan jampi kamasalah. (Bersambung)