Tape uli sering dijumpai saat acara-acara penting di masyarakat Betawi, misalnya dalam upacara daur hidup hingga saat hari raya lebaran. Makanan ini terdiri dari tape dan juga uli. Tape adalah makanan tradisional yang dibuat dengan beras ketan, singkong atau ketela pohon yang kemudian difermentasi dengan ragi. Dalam hal ini, tape yang dibuat adalah tape yang terbuat dari beras ketan hitam. Uli adalah makanan yang dibuat dari beras ketan putih yang dikukus kemudian ditumbuk hingga teksturnya menjadi kenyal dan lengket.
Lalu bagaimana cara membuat tape uli? Untuk membuat uli, diperlukan ketan putih, garam dan kelapa parut setengah tua yang dikerok sehingga warnanya menjadi putih bersih. Ketan putih direndam selama beberapa jam, kemudian dikukus. Sambil menunggu kukusan ketannya matang, siapkan kelapa yang sudah diparut dan diberi garam. Setelah ketan matang, canpurkan ketan dengan kelapa yang sudah diberikan garam, lalu diaduk. Jika sudah tercampur rata, ketan putih dan kelapa tersebut ditumbuk dengan alu sehingga berubah menjadi uli dengan tekstur yang halus dan lengket dan rasa yang gurih.
Pembuatan tape sedikit lebih rumit, sebab banyak pantangan yang harus dihindari selama pembuatannya. Pembuatan tape memerlukan ketan hitam, gula, ragi dan daun pisang. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan merendam ketan hitam, kemudian mengukusnya. Setelah dikukus, ketan hitam dicuci dan kembali dikukus lagi. Saat ketan hitam dikukus, siapkan ragi dan tumbuk sampai halus. Setelah pengukusan yang kedua selesai, dinginkan ketan lalu taburkan ragi yang sudah ditumbuk ketasnya. Aduk rata, lalu tutup dengan daun pisang. Diamkan tiga hari agar ketan mengalami fermentasi dan berubah menjadi tape. Ragi yang pas akan membuat rasa tape semakin manis dan mengandung banyak air.
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya bahwa pembuatan tape sedikit lebih rumit. Dalam pembuatannya terdapat beberapa mitos dan pantangan yang harus dihindari oleh pembuat tape terutama saat proses peragian tape. Pertama, pembuat tape tidak boleh emosi. Percaya atau tidak, hal tersebut akan mempengaruhi hasil akhir dari tape yang dibuat. Saat sedang emosi, tape yang dibuat akan gagal dan hasilnya akan keras ataupun rasanya asam. Kedua, bagi perempuan, tidak boleh membuat tape dalam keadaan menstruasi, sebab saat menstruasi seorang wanita memiliki emosi yang naik turun. Dalam pembuatan tape, emosi harus stabil karena jika tidak, pembuat tape akan kehilangan fokus saat meragikan ketan. Ketiga, keadaan fisik pembuat tape dan orang sekitarnya juga harus sehat saat sedang membuat tape, karena jika ada yang sakit, baik diri pembuat tape maupun orang disekitarnya, hal itu akan memberikan tekanan kepada sang pembuat tape sehingga tidak bisa fokus saat proses peragian. Keempat, selama proses pembuatan tape, sang pembuat tape harus lah bersih. Seseorang yang membuat tape harus dalam keadaan bersih dan suci. Bahkan beberapa ada yang mengatakan bahwa selama proses fermentasi tape, pembuat tape yang melakukan proses peragian tidak boleh melakukan hubungan intim dengan istri atau suaminya. Terakhir, pantangan yang paling unik adalah tidak boleh berisik. Pembuat tape tidak boleh diajak ngobrol, bahkan tidak boleh bersuara sedikitpun. Mereka diperbolehkan berbicara ketika proses peragian sudah selesai. Hal ini karena berkaitan dengan tingkat fokus sang pembuat tape saat meragikan tape. Khawatir jika banyak bicara, pembuat tape akan kehilangan fokus dan ragi yang dimasukkan ke dalam ketan terlalu sedikit, terlalu banyak, atau tidak merata. Jika ragi yang dimasukan ke dalam ketan tidak pas, tape yang dihasilkan juga tidak akan lezat rasanya.
Dalam proses pembuatan tape uli, dibutuhkan gotong royong dan kerja sama antara laki-laki dan perempuan. Tenaga laki-laki dibutuhkan untuk menumbuk ketan yang akan diubah menjadi uli. Pasalnya, alu yang digunakan untuk menumbuk cukup berat, ditambah ketan yang akan semakin lengket saat terus menerus ditumbuk sehingga butuh tenaga ekstra dalam membuatnya. Para perempuannya bertugas untuk memasak ketan yang akan ditumbuk menjadi uli juga membuat tape. Hal ini menjadikan tape uli sebagai panganan yang syarat akan nilai gotong royong, kekerabatan serta menjadi simbol kedekatan para pembuatnya. Tape uli merupakan simbol kekeluarga yang ada di dalam masyarakat Betawi.
Kuliner tradisional selalu unik dan mengandung cerita serta nilai-nilai kehidupan masyarakat pemiliknya. Hal tersebut tentunya memberikan nilai tambah makanan tradisional sebagai khazanah kuliner Nusantara. Keunikan pada tape uli terdapat pada bahan, proses pembuatan hingga cara memakannya. Meskipun pada judul tulisan ini tape dan uli ditulis sebagai satu frasa, tape dan uli tetap dapat dinikmati secara terpisah. Tape dapet dimakan secara langsung tanpa uli, begitupun juga uli yang dapat dimakan tanpa tape. Uli juga dapat dinikmati dengan cara digoreng lalu dimakan dengan cocolan gula pasir. Tetapi memang, cara menikmati yang paling nikmat adalah dengan memakan keduanya secara bersamaan, yaitu memakan tape dengan uli. Lebih nikmat lagi saat memakan tape uli bersama dengan keluarga, apalagi disaat momen lebaran seperti Idul Fitri. Suasana kekeluargaan dan keakrabannya menjadikan tape terasa lebih manis dan semakin nikmat saat dimakan dengan uli.