
kebudayaanbetawi.com, Sebuah perayaan besar pasti terwujud dari usaha yang besar. Usaha tersebut berupa pemikiran, tenaga, finansial hingga spiritual. Begitu pula perayaan besar yang terkait dengan tradisi masyarakat di sebuah wilayah. Untuk mewujudkan kemegahan dan keberhasilan perayaan tersebut, masyarakat tentu melakukan berbagai daya dan upaya dari segala sisi, termasuk dengan melakukan ritual.
Ritus atau ritual dan upacara adalah komponen penting dalam sistem religi atau kepercayaan. Ritus dan upacara merupakan cara berkomunikasi dan bakti bagi manusia kepada Tuhan, para dewa, juga roh nenek moyang mereka dalam bentuk aktivitas dan tindakan yang dilakukan setiap hari atau pada hari-hari tertentu. Upacara religi tersusun dari beberapa tindakan misalnya berdoa, bersujud, berkorban, berpuasa hingga bersemedi.
Dalam masyarakat Betawi terdapat istilah pangkeng dan mangkeng saat sebuah perayaan besar sedang berlangsung. Ritual atau upacara mangkeng ini diartikan sebagai sebuah ritual yang bertujuan untuk menjaga kelancaran acara. Lalu apa yang dimaksud dengan pangkeng? Pangkeng adalah tempat berlangsungnya ritual tersebut, berbentuk sebuah kamar atau ruangan di dalam rumah. Kata pangkeng inilah yang menjadi asal muasal dari kata mangkeng.
Mangkeng adalah salah satu bentuk usaha orang Betawi untuk menangkal hujan saat sedang melangsungkan sebuah perayaan besar atau perayaan massal. Umumnya ritual ini dilakukan untuk memastikan bahwa hujan tidak mengganggu jalannya keriaan acara atau pesta yang diadakan. Tujuan lain dari ritual mangkeng di antaranya untuk memelihara hubungan baik antar warga, menyumpal atau menyumbat nafsu makan undangan yang datang sehingga tidak ada yang serakah terhadap makanan dan minuman yang dihidangkan, memperbanyak undangan yang datang dengan kepercayaan bahwa Dewi Sri serta makhluk halus yang merupakan saudara dari tuan rumah akan mengajak manusia untuk hadir pada hajatan yang diadakan, serta sebagai media untuk menenangkan jiwa sebab masyarakat masih meyakini jika tidak menjalankan tradisi leluhur maka akan mendapat tulah atau keburukan.
Ritual mangkeng memiliki beberapa maksud dan tujuan di antaranya untuk memberi penghormatan kepada Dewi Sri yang merupakan Dewi Padi (padi merupakan tanaman yang menjadi modal utama dalam kehidupan manusia), memberikan makan dan kesenangan kepada para makhluk halus yang merupakan saudara dari tuan rumah, serta meneruskan adat leluhur yang telah diwariskan secara turun-temurun sehingga tidak disalahkan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan saat hajatan berlangsung.
Ritual mangkeng dipimpin oleh seorang dukun mangkeng yang bertugas untuk menjaga keseimbangan antara dunia fisik (manusia) dan nonfisik (para dewa dan arwah atau roh). Dukun mangkeng akan membacakan jampe-jampe di dalam pangkeng. Dukun mangkeng atau tukang mangkeng tidak boleh mandi sepanjang menjalankan tugasnya, sebab jika ia mandi dipercaya akan mendatangkan hujan saat perayaan sedang berlangsung. Selain itu, ia juga melakukan puasa selama berada di rumah yang punya hajat.
Dukun mangkeng sering juga ditugaskan untuk mengatur makanan dan minuman untuk tamu. Ia menjadi pusat penerimaan barang bingkisan yang dibawa para undangan dan juga mengatur bingkisan untuk dibawa pulang oleh undangan yang telah memberikan bingkisan, tradisi ini disebut mulangin atau balikin (ngembaliin). Dukun mangkeng juga memastikan ketersediaan bahan makanan yang akan dimasak untuk hajatan.
Ritual mangkeng masih dilakukan di dalam tradisi kebudayaan orang Betawi sampai saat ini, sebab mengandung nilai-nilai budaya yang tinggi. Ritual ini merupakan warisan leluhur yang diyakini dapat memberikan kelancaran dan keberkahan di dalam sebuah perayaan besar (kenduri) yang diselenggarakan oleh masyarakat Betawi. Ritual mangkeng juga mampu meningkatkan solidaritas serta silaturahmi antar anggota masyarakat sehingga kehidupan di masyarakat menjadi damai dan tentram. (Anis)