NYOROG : TRADISI BERBAGI MASYARAKAT BETAWI MENJELANG BULAN RAMADHAN

NYOROG : TRADISI BERBAGI MASYARAKAT BETAWI MENJELANG BULAN RAMADHAN

Ada masa-masa sulit atau genting dalam siklus hidup manusia yang sangat terkait dengan kondisi obyektif sosial ekonomi. Masa seperti itu membuat kehidupan dipenuhi sakwasangka dan hawa atau energi negatif yang jika kurang bijak menanggapi dan mengelolanya menimbulkan gejolak dan gesekan yang merugikan stabilitas kehidupan masyarakat. Misalnya tatkala masa-masa krusial terkait kebutuhan dapur dan perut dengan melonjak atau ketiadaan sembako, masyarakat begitu getas dan mudah ambil tindakan yang merusak tatanan.

Masyarakat nusantara sejak entah kapan sudah memiliki kearifan lokal yaitu tradisi penyangga dalam menanggulangi atau mengantisipasi kondiri sulit itu. Baik kesulitan itu dampak dari bencana alam (gagal panen, longsor, gempa bumi, dan lain sebagainya), maupun daur hidup atau siklus tahunan. Masyarakat mempunya cadangan atau persediaan kebutuhan dasar sehari-hari. Dapat dilihat bagaimana kearifan lokal masyarakat menyimpan persediaan itu, misalnya di lumbung.

Daur hidup masyarakat Betawi mengikuti putaran hari dan bulan dalam setahun. Mereka mengikuti siklus hari, bulan, dan tahun. Siklus itu pun diikat erat dengan peristiwa di sekitarnya (menikah, hamil, lahir, mati, dan sebagainya). Siklus alami dan siklus yang menikutinya itu tidak terpisahkan dari religiusitas Islami. Orang Betawi senantiasa mengingat dan menghitung bulan dan jumlah harinya. Ingatan ini berkaitan dengan siklus tahunan. Bulan puasa, menjadi bulan yang sangat penting, karena aktivitas di dalamnya tidak saja bernuansa batiniah, lebih penting lagi nuansa lahiriyah.

Sebenarnya “keseruan” bulan puasa ada pada prabulan puasa. Enam atau paling tidak tiga bulan prabulan puasa, keseruan yang berkelindan isi-mengisi menuju puncak peribadatan bulan seribu bulan. Petani menghitung dan berstrategi supaya hasil tanamannya dapat memasok kebutuhan bulan mulia. Tidak ketinggalan peternak pun melakukan hal yang sama. Pengrajin kuliner menghitung trend dan kecenderungan olahan yang bakal di pajang di meja makan atau bahan antaran.

Tradisi nyorog dan bebersih menjadi dasar atas aman, tertib, lancar, dan suksesnya peribadatan puasa. Tradisi ini merupakan kegiatan kemasyarakatan untuk menyambut bulan puasa. Kegiatan ini merupakan kegiatan berbagi kebutuhan sehari-hari dan gotong-royong membersihkan segala sesuatu (fisik dan nonfisik), agar terbebas dari kotoran, tidak tercemar, dan tidak dicampur dengan unsur atau zat lain yang membuat kotor dan membatalkan peribadatan. Dengan perdesian kebutuhan sehari-hari dengan dukungan keadaan, suasana, dan tempat yang bersih, peribadatan di bulan puasa berjalan nikmat dan syahdu.

Nyorog, bahasa Betawi arkais. Arti harfiahnya mengantarkan, mempersembahkan. Secara luas, bermakna berbagi untuk memperkuat pijakakan ketahanan kehidupan rumah tangga dan sosial secara umum. Menjaga ekuiblirium (keseimbangan) kehidupan kemasyarakatan zahir dan batin. Juga bermakna kias. Mengantarkan (dulu suguhan atau sajen kepada yang maha kuasa, dalam ritus baritan dan nyadran) hadiah kepada saudara, bersilaturahmi, dan berbagi sebagai penghormatan dalam menyambut dan memuliakan penghulu bulan-bulan, yaitu bulan puasa. Tradisi ini lebih menekankan bentuk material, tetapi kental nuansa kebatinannya.

Nyorog secara zahir, bertujuan memelihara keseimbangan kehidupan duniawiah. Secara batiniah pun amat penting untuk menghidupkan memori kolektif dengan kerabat yang telah meninggal dan berada di alam lain. Mengenang kebaikan-kebaikan dan jasa-jasa orang tua dan orang-orang tercinta. Dalam sudut pandang ini, nyorog merupakan ziarah, yang dimaknai sebagai ikhtiar berkomunikasi dan memberikan doa kepada kerabat yang telah meninggal dalam kegiatan tahlilan. Karena pada kegiatan jarah, manusia yang hidup mengantarkan bebacaan (zikir, tahlil, doa) untuk manusia (keluarga, kerabat, guru, dan handai taulan lainnya) yang sudah meninggal.

Orang Betawi memandang hidup itu nyambung, tidak terputus dengan kematian. Kalo ente mati, ape ente bener-bener mati? Begitu kira-kira ungkapannya. Jadi prinsip hidup adalah berkelanjutan. Mati hanya etape yang harus dilewati. Maka kunjung-mengunjung sebagai sesama makhluk hidup sudah sepantasnya dirawat. Jadi nyorog adalah pangkalan pertemuan itu. Pangkalan yang menghubungkan dan menyatukan. Dengan begitu tercipta equilibrium. Hidup menjadi seimbang karena sudah disetel ulang dan dibersihkan semua yang mengganggu stabilitas jalan zahir batinnya.

Nyorog dilakukan oleh siapa saja kepada saudaranya. Biasanya adik kepada abang atau sebaliknya.  Tetapi dapat pula dilakukan kepada orang lain. Artinya, manakala seseorang memang berstatus ekonomi lebih baik dari orang di sekitarnnya, maka setelah nyorog kepada keluarga, dia pun nyorog kepada tetangga atau orang di sekitarnya yang bukan saudara sedarah. Singkat kata, seseorang yang kondisi ekonomi atau kemakmurannya lebih baik, memperhatikan orang di sekitarnya. Dia menghidupkan naluri kasih dan keperdulinnya untuk berbagai.

Banyak yang salah mengira, bahwa nyorog ditujukan kepada orang tua yang melahirkan. Tidak seperti itu. Orang tua (orang yang melahirkan kita) dalam paham dan kearifan masyarakat Betawi, adalah orang yang menjadi tanggung jawab anak untuk merawtnya. Jadi anak berkewajiban merawat dan memberikan kebutuhan sehar-hari orang tuanya. Atas pemahaman itu, anak tidak nyorog kepada orang tuanya.

Waktu yang paling utama untuk nyorog dua atau sehari sebelum masuk bulan puasa. Adik atau abang (kakak) yang mau nyorog mempersiapkan semua bahannya. Bahan utama nyorog adalah kebutuhan sehari-hari, saat ini popular disebut dengan sembako (sembilan bahan pokok), yaitu beras, gula pasir, minyak goreng, telur, daging (sapi, ayam), ikan kering, susu, terigu, dilengkapi bumbu masak (bawang, cabai, garam, dan lain-lain). Lebih disempurnakan lagi dengan amplop (maksudnya uang di dalam amplop). Sesungguhnya tidak mutlak sembilan bahan pokok, yang penting adalah bahan dasar yang belum dimasak atau belum diolah. Kenapa bahan mentah? Karena bahan mentah ini dapat disimpan cukup lama, bahkan sampai sebulan, beras atau ikan asin (ikan gabus kering) misalnya. Jika seseorang membawakan masakan matang kepada saudara (kakak atau adiknya) dan kepada tetangga atau orang lain, itu disebut nganter, bukan nyorog. Jika masakan matang dipersembahkan kepada makhluk nonmanusia, disebut nyuguh, nyajen, dan ngancak.

Ketika semua bahan untuk nyorog sudah dianggap lengkap dan masukkan ke dalam wadah berupa keranjang atau karung terigu, maka diantarlah ke rumah yang dituju. Seseorang yang mengantar mengajak keluarga. Tujuan utama nyorog adalah bersilaturrahim, meminta maaf, saling mendoakan, dan menakar kesiapan menyambut bulan puasa. Jangan sampai ibadah puasa terganggu hanya sebab sesuatu yang sebenarnya sudah dapat diantisipasi sebelumnya. Nyorog adalah bentuk berbagi dan kepedulian sosial yang sudah menjadi tardisi baik di masyarakat Betawi dan nusantara pada umumnya.

 

 

 

Yahya Andi Saputra

Ketua Asosiasi Tradisi Lisan DKI Jakarta. Visiting Reseach Fellow, Research Institute for Humanity and Nature (RIHN), Kyoto, Jepang. Menulis buku Jantuk : Pertumbuhan dan Perkembangan (2017), Betawi Megapolitan : Merawat Jakarta Palang Pintu Indonesia (2021).

Check Also

BELAJAR PERUKUNAN

GESAH ANAK BETAWI Assalamualaikum warahmatullahi wabaratuh Tabè…! Kite bersyukur kepada Allah yang telah memberika rezeki …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *