kebudayaan betawi – Putu Mayang jenis makanan ringan merupakan salah satu kuliner khas yang berasal dari Betawi. banyak referensi sejarah yang mengaitkan keberadaan Putumayang dengan cerita-cerita rakyat yang ada di Betawi, salah satunya ialah cerita Rakyat Jampang Mayangsari. Kata “Mayang” konon dikaitkan dengan dengan tokoh “Mayang Sari” yang jelita. Dalam cerita rakyat, kata “Mayang” digambarkan sebagai sesuatu yang berombak, bergelung-gelung, dan indah, seperti bentuk kue putumayang yang berombak dan bergelung-gelung seperti selendang berkibaran ditiup angin.
Hal ini direpresentasikan dalam bentuk Putu mayang yang bergelombang dan bergelung. Selain itu, berdasarkan sumber-sumber lisan yang turun-temurun, Putumayang berkaitan erat dengan kue asal India yaitu Kue Mayam yang berasal dari India Selatan.
Hal ini disinyalir erat kaitannya dengan posisi Hindia Belanda, khususnya Batavia (Jakarta) pada masa lalu sebagai salah satu pelabuhan dan pusat perdagangan penting dimana terjadi banyak interaksi sosial multibangsa didalamnya. Adanya interaksi antarbangsa yang terjadi membuat masyarakat Betawi membuat kue yang serupa dengan Kue Mayam asal India. Sumber lain juga mengatakan, bahwa Putu Mayang terinspirasi dari kebiasaan masyarakat Tionghoa yang suka mengkonsumsi mie, sehingga bentuk gelombang pada Putu Mayang mirip dengan bentuk mie.
Akan tetapi sampai saat ini belum ada bukti pasti apakah memang Putu Mayang yang merupakan kuliner khas Betawi dengan kuliner dari India atau Tionghoa saling mempengaruhi. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan bahwa terjadi pertukaran budaya yang saling mempengaruhi satu sama lain.
Persebaran Putu Mayang sangat luas, bahkan hingga saat ini masyarakat mengenal beragam jenis Putu Mayang yang ada, diantaranya Putu Mayang yang berwarna-warni (menggunakan pewarna makanan). Akan tetapi Putu Mayang yang asli Betawi adalah yang warnanya putih seperti beras, dengan gumpalan adonan yang tipis dan kecil.
Dalam tradisi masyarakat Betawi, Putu Mayang biasa dihidangkan sebagai makanan berbuka puasa atau camilan setelah selesai Shalat Tarawih. Hal ini kemungkinan karena kebiasaan masyarakat untuk tidak mengkonsumsi makanan berat setelah seharian berpuasa, sehingga mengkonsumsi makanan yang padat dan manis untuk mengganti energi yang hilang.
Dalam membuat Putumayang diperlukan bahan-bahan seperti berikut: tepung beras, tepung sagu (singkong), gula merah, gula pasir, kelapa, daun pandan, pewarna (daun suji, teleng), garam secukupnya
Cara Membuat :
- Tepung beras diseduh dengan air mendidih.
- Didinginkan, dicampur dengan sisa tepung beras dan sagu (singkng), lalu diuleni dengan santan encer dan
- Adonan dibagi menjadi 3 bagian; putih, merah dan
- Cara Membuat Kinca (Kuah) :
- Gula direbus dengan air sampai larut, lalu
- Santan kental, larutan gula, daun pandan, dan garam
- Diaduk sampai
- Disiramkan di atas putu
Sebagai salah satu kuliner khas masyarakat yang sudah ada sejak dulu, Putu Mayang memiliki andil bagi masyarakat Betawi salah satunya dari sisi ekonomi yaitu sebagai salah satu sumber mata pencaharian masyarakat yang berjualan kue-kue tradisional, selain itu sebagai salah satu hidangan atau camilan yang disajikan kepada masyarakat pada kegiatan-kegiatan umum seperti kerja bakti, rapat warga, dan sebagainya, Putu Mayang secara tidak langsung menjadi media silaturahim ketika warga berkumpul sambil bercengkarama menikmati jamuan.
Pencarian Berdasarkan Kata Kuncihttps://www kebudayaanbetawi com/750/putu-mayang-kuliner-khas-yang-berasal-dari-betawi/