Perkampungan Budaya Betawi (PBB)

Perkampungan Budaya Betawi: Kampung Persemaian Ideologi Betawi

Perkampungan Budaya Betawi :
Kampung Persemaian Ideologi Betawi

Oleh Yahya Andi Saputra

 

 

Mukaddimah

Dari Ciawi ke Tegal Parang
Naik kereta ke Pasar Pagi
Kenal Betawi dari sekarang
Enggak sekarang kapan lagi

kebudayaanbetawi.comPerkampungan Budaya Betawi, Menggelitik pesan yang ditangkap dari obrolan pada grup Whatsapp. Jika orang Betawi ngobrol sambil tertawa terbahak-bahak, dipastikan mereka sedang membicarakan masa lalu yang gilang-gemilang hijau royo-royo. Tapi jika mukanya ditekuk seperti dompet tanggung bulang, pasti sedang membicarakan masa kini. Benarkah begitu? Bisa benar, bisa juga tidak salah.

Saya ingin menambahkan cerita agar terasa lebih merisaukan dan menegangkan. Tentu tergantung daya serap atas pesan yang terkesan masuk ke dalam lubuk hati sanubari. Begini. Konon tiap etnik, termasuk Betawi, mempunyai tiga pandangan dalam menyikapi liuk liku kelindan zaman dengan aneka hasil buah pikirnya. Terutama dalam hal teknologi dan gaya hidup.

Pertama, tipe dinosurus. Dinosaurus sangat kuat dan besar.Punah karena tak mau dan tak mampu menyesuaikan diri ketika dunia berubah. Dia fokus kepada apa yang hilang, tidak menerima keadaan. Sibuk menyalahkan. Pikirannya masih nyangkut kesuksesan jaman dulu. Langsung blame menyalahkan, excusealasan dan justify membenarkan.

Kedua, tipe kura-kura. Kura-kura masih fokus kepada yang sudah tidak ada dan sudah hilang. Dia ikhlas  tapi tidak move on. Pikirannya tidak bergerakke perubahan dan tidak ambil tindakan. Masuk ke tempurungnya saat ada ancaman.

Ketiga, tipe ulung-ulung atau elang. Ulung-ulung mampu menerima perubahan, bahkan justru merangkul perubahan tersebut. Ia bergerak bagai nahkoda kapal yang menghadang ombak. Bagai ulung-ulung yang apabila ada angin topan didepannya, dia menyambutnya ke dalam angin itu. Karena hanya saat ada badai, elang menemukan penerbangan tertingginya di udara.

Ia rangkul perubahan menjadi temannya. Memastikan disetiap kesempitan selalu ada peluang. Ia tidak hirau dengan yang telah hilang, tapi fokus pada solusi dan masa depan. Karena di belakangnya banyak hal yang mengharap terobosan dan kerja kreatif inovatifnya.

Dari ketiga tipe diurai di atas, tipe apakah yang sedang diperankan orang Betawi? Tetapi barangkali itu kurang relevan jika dikaitkan dengan pokok bahasan makalah ini, Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Anggap itu hanya cuplikan sohibul hikayat.

 

Alhamdulillah

Sejak awal kepemimpinannya, Gubernur Sutiyoso, langsung akur dan menèkèn restu atas usulan masyarakat Betawi membuat proyek perkampungan tradisonal masyarakat Betawi. Namanya ditetapkan Perkampunagn Budaya Betawi (PBB). Pilihan tempat dipatok di kawasan Setu Babakan Srengseng Sawah, Jagakarta, Jakarta Selatan. Setelah beberapa kali diselenggarakan kegiatan di lokasi berupa festival, lomba, pentas kesenian, diperkuat dengan diskusi, seminar, lokakarya, akhirnya pemangunan PBB dimulai dengan peletakan batu pertama, 15  September 2000. Bang Yos, Muspida, dan tokoh masyarakat Betawi mengambil peran penting pada saat itu.

Jika peletakan batu pertama pembangunan PBB dilakukan tahun 2000, maka tahun ini (2020) usianya masuk 20 tahun. Sungguh usia yang berada pada gerbang matang. Kematangannya dapat dilongok pada zona-zona – selain zona embrio yang mangalami mutilasi lantaran salah kebijakan – yang sudah dan tengah dibangun dan dipoles menjadi dewasa. Selain program pengembangan yang nantinya menjadi entuk atau sumber mata air bagi kecemerlangan kebudayaan Betawi.

Alhamdulillah, sejak masa kepemimpinan Gubernur Sutiyoso samapai Gubernur Anies Baswedan, PBB menjadi program unggulan (dedicated program) gubernur. Aspek legalnya dituangkan dalam beberapa peraturan, antara lain : SK Gubernur No. 92 Tahun 2000 tentang Penataan PBB Srengseng Sawah, Perda No. 3 Tahun 2005 tentang Penetapan PBB di Srengseng Sawah, Pergub No. 129 Tahun 2007 tentang Lembaga Pengelola PBB, Pergun No. 151 Tahun 2007 tentang Pedoman Pembangunan PBB, Pergub No. 305 Tahun 2014 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja UPK PBB, Pergub No. 179 Tahun 2015 tentang Forum Pengkajian dan Pengembangan PBB. Keberadaannya kian kuat dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2015 tentag Pelestarian Kebudayaan Betawi danPergub No. 229 Tahun 2016tentang Implementasi Perda No. 4/2015. Landasan legal ini semakin kuat dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Dengan ketentuan perundangan dan peraturan di atas, jelaslah kedudukan, tugas, dan fngsi Perkampungan Budaya Betawi (PBB). Jelas bagi masyarakat Betawi sudah ada PBB yang merupakan tempat di Jakarta, di mana dapat ditemukan dan dinikmati kehidupan bernuansa Betawi berupa keasrian alam Betawi, komunitas Betawi, tradisi Betawi, kebudayaan dan materi yang merupakan sumber informasi dan komunikasi kebetawian.

 

Pagar Hati

Meskipun kondisi faktual pembangunan Perkampungan Budaya Betawi (PBB) secara fisik telah berdiri di lahan seluas 289 H, bukan berarti tanpa masalah. Beberapa di antaranya yang menonjol adalah belum maksimalnya pengelolaan kawasan. Kawasan ini memang secara khusus diciptakan sebagai sarana pemukiman, ibadah, informasi, seni budaya, penelitian, pelestarian dan pengembangan serta sarana pariwisata, bisa dikatakan sebagai ‘one stop shopping’.

Namun, ‘one stop shopping’ belum dikembangkan maksimal seperti yang diharapkan dan direncanakan. Berbagai masalah bermunculan seperti masalah penataan lokasi pedagang, kebersihan lingkungan dan yang paling penting adalah bagaimana kawasan ini diisi sebanyak mungkin kegiatan budaya Betawi.

Masalah lainnya adalah kurang tersajinya unsur esensial budaya etnik Betawi. Master plan Perkampungan Budaya Betawi (PBB) yang mungkin telah disusun belum berjalan optimal. Pembangunan atas dasar master plan ini cenderung lebih kepada pembangunan secara fisik, yaitu dengan membagi wilayah PBB ke dalam beberapa zona. Sementara pembangunan secara esensi kebudayaan kurang begitu terasa. Keadaan ini mengakibatkan pergeseran tujuan awal PBB menjadi suatu objek wisata hiburan. Padahal, menjadi objek wisata adalah suatu hal yang natural ketika PBB berhasil memenuhi peranannya secara maksimal sebagai pusat perlindungan, pelestarian, dan edukasi kebudayaan.

Hal yang biasanya kurang direkam pada master plan adalah bagaimana menjelaskan keterlibatan kejiwaan masyarakat. Perkampungan Budaya Betawi (PBB) sebagai objek perkampunagn budaya dan wisata tidak bisa dilepaskan dari peran masyarakat setempat. Sosialisasi, internalisasi, dan edukasi masyarakat adalah hal utama yang perlu dilakukan oleh pengelola. Pengelola boleh sedikit bersantai karena saat ini mayoritasa masyarakat sudah mau menerima program-program yang ada.

Mula-mula, masyarakat harus mengerti betul bahwa dengan didirikannya Perkampungan Budaya Betawi (PBB) tidak akan merepotkan atau bahkan merugikan masyarakat. Sebaliknya, justru akan dapat mengembangkan peradaban dan perekonomian masyarakat setempat melalui pelatihan-pelatihan, pendidikan, program-program, penataan, serta kegiatan wisata yang berlangsung. Ketika hal ini sudah tertanam dengan baik dalam benak masyarakat, maka mereka akan lebih kooperatif. Untuk mencapai sikap koopratif ini diperlukan program yang melibatkan hati. Mengelola hati masyarakat untuk memahami, mencintai, dan rasa memiliki PBB sebagaimana mereka memiliki milik mereka. Inilah yang dimaksud dengan Program Pagar Hati, sebuah program khusus mengelola masyarakat agar menyatu dengan cita-cita pembangunan Perkampungan Budaya Betawi (PBB). Mengelola hati masyarakat dan memagarinya dengan cinta tanpa sisa atas Perkampungan Budaya Betawi (PBB). Dengan begitu, merekalah yan menjadi ujung tombak pemeliharaan, pengawasan, dan pembangunan berkelanjutan.

 

Ideologi Betawi

Tatkala masalah internal terselesaikan, tentu saja fokus utama atas fungsi Perkampungan Budaya Betawi (PBB) dikuatkan sampai tuntas. Artinya pembangunan infrastruktur yang terkait pengembangan PBB diprioritaskan. Pembangun sarana pendidikan formal, yaitu Sekolan Menengah Kebudayaan Betawi disegerakan. Pendidikan formal yang didukung fasilitas, kurikulum, laboatorium, dan tenaga pengajar yang kompetenmerupakan sebagain besar tanda pencapaian keberhasilan.

Perkampungan Budaya Betawi (PBB) dengan seluruh fasilitas pendukun merupakan kawah candradimuka persemaian ideologi Betawi. Di PBB disemai ribuan bibit unggul pengusung ideologi Betawi. Tatkala bibit itu menjadi pohon dengan bunga dan buah yang sehat dan paripurna, maka dengan sendirinya akan menyebarkan virus ideologi Betawi ke antero tanah nusantara. Sebagai masyarakat yang agamis, intisari ideologi Betawi adalah rahmatan lil alamin. Intisari ini merupakan adonan berbagai karakter dan kearifan Betawiyang ajeg.

Tentu saja ideologi Betawi tidak melulu berada di gedung pendidikan formal. Ideologi ini dapat disemaikan pada tiap individu Betawi dalam segala level usia, pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan profesi. Individu ini kemudian membangun ideologi ini di mana dia tinggal atau beraktivitas dan di ruang-ruang publik di tempat biasa mereka ngerahul. Ujung dari pemahaman dan implementasi ideologi ini terciptanya tatanan kebetawian yang mapan. Kemapanan ini menguarkan rahmatan lilalamin, keberkahan bagi segenap tatanan. Warga Jakarta menjadi aman, tenteram, dan nyaman dan menjadi barometer berkehidupan sosial kemasyarakatanseluruh Indonesia.

Ideologi Betawi ini masih platform. Merealisasikannya membutuhkan kebersamaan, durasi, emosi, transmisi, kerendahan hati, dan ikhlas. Sejujurnya, platform ini bukan sesuatu yang baru dalam perjalanan sejarah masyarakat Betawi. Jika disinkronkan dengan karakter masyarakat Betawi, akan bertemu simpulnya.

 

Penutup

Perkampungan Budaya Betawi, PBB hanya bisa terwujud bila ada keinginan dan kemauan yang kuat dari Pemerintah Daerah atas dukungan masyarakat Betawi pada khususnya dan masyarakat Jakarta pada umumnya. Di PBB seyogyanya diisi manusia dengan dengan tipe ulung-ulung, seperti disinggung di awal tulisan ini. Jiwa raganya menerima perubahan. Tidak ada yang ia sesali sedikitpun. Segala tantangan diadikan tangga membuka panorama untuk semakin inovatif. Inovasinya bermunculan mencari dan mengejar peluang yang ada, yang menghasilkan tindakan dan eksekusi pada hasil. Ia tidak lagi fokus atas apa yang telah hilang, tapi fokus pada solusi dan masa depan. Karena dibelakangnya banyak manusia lain yang membutuhkan dan mengharapkan keteladanan. Harapan itu menjadi tanggungjawabnya. Jalan kebaikan seperti apapun ditempuhnya, tidak menghiraukan cemoohan juga pujian. Seperti kata BJ Habibie, “Kalau bukan anak  bangsa ini yang membangun bangsanya siapa lagi? Jangan saudara mengharapkan orang lain yang datang membangun bangsa kita.” Dengan demikian, siapapun yang berkunjung ke PBB akan mendapat pencerahan bahwa dirinya bagian dari upaya memuliankan karakter dan identitasnya.

Masak empal pake mentega
Beli sarapan osengan sawi
Kearifan lokal wajib dijaga
Demi keluhuran budaya Betawi

Jakrta, 3 Juni 2020
Yahya Andi Saputra

Check Also

Makruf Tukang Sol Sepatu (Bagian 29)

Makruf Tukang Sol Sepatu (Bagian 29)

Pengantar – Di ranah kesenian Betawi ada istilah Tukang Gesah yang tiada lain adalah Tukang …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *