kebudayaan betawi – Ketupat Lepas. Dalam tradisi masyarakat Betawi ada dikenal istilah acara Ketupat Lepas. Acara ini terkandung maksud ritual yang berhubungan dengan nazar. Umumnya Masyarakat Betawi dulu selalu menanggap kesenian Topeng. Orang Betawi menganggap Topeng mempunyai kekuatan magis, yang bisa menghilangkan kedukaan karena kematian, sakit atau pun petaka lainnya. Karena itu pula acara ketupat lepas hanya bisa dilakukan dalam Topeng dan tidak pada bentuk kesenian Betawi yang lain.
Ketupat lepas adalah ritual yang berhubungan dengan nazar. Melalui upacara yang disaksikan oleh Kembang Topeng, menandakan bahwa si empunya hajat telah melunasi nazarnya. Upacara dilakukan dengan ketupat yang diletakkan di atas beras kuning bercampur dengan uang logam. Pada saat bersamaan Kembang Topeng dan orang yang dinazari memegang ketupat itu dan dari dalam ada orang yang membacakan doa. Setelah doa selesai dibacakan, ketupat dihentakkan dan uang diperebutkan oleh anak-anak yang telah siap di bagian muka.
Upacara ketupat lepas dilakukan setelah neptu, apabila teater topeng Betawi dipertunjukan sehubungan dengan nazar. Nazar pernah diucapkan si empunya hajat ketika keluarganya mendapat musibah. Misalnya anak yang di lahirkan meninggal berturut-turut atau ada anaknya yang sering sakit. Untuk mengatasi musibah ini si empunya hajat berujar, bila anak yang dilahirkan tidak meninggal atau bila anak tidak sakit lagi, maka kelak kalau ia menikah ata kalau ia dikhitan akan di panggil topeng. Upacara ketupat lepas yang dilakukan bagi anak yang dinazari berfungsi sebagai tanda bahwa nazar telah dibayar dengan disaksikan oleh Kembang Topeng dan penonton.
Upacara ketupat lepas dilakukan dengan menggunakan sebuah kulit ketupat yang diletakan di atas piring yang berisi beras (orang sering pula menggunakan beras jering) dan uang logam. Piring dipegang oleh orang yang telah mengucapkan nazar, dan ketupat dipengang oleh dua orang, yaitu sebelah ujungnya dipegang oleh Kembang Topeng dan sebalah ujung yang lain dipegang oleh yang dinazari. Seorang pimpinan upacara yang bisanya juga merangkap sebagai ketua perkumpulan, tukang rebab atau orang yang dianggap tua akan membaca mantra, dan sebelumnya ia akan meminta permohonan penonton dengan berteriak. Sebagai contoh berikut ini di sajikan rekaman mantra upacara ketupat lepas perkumpulan teater topeng Betawi Marga Sari. Bila mantra upacara ketupat lepas dari Kanda Wetan dibandingkan dengan mantra dari Kanda-Kulon, maka mantra perkumpulan teater topeng Betawi Kanda-Wetan lebih panjang, dan juga tidak kedengaran sakral.
Ketua upacara : Minta disaksikan sama sanak saudara, yang tua, yang muda, yang kecil, yang besar, yang laki dan perempuan, seluruh hadirin remaja lainnya.
Penonton : Yaaa………….
Ketua upacara : Karena Bapak Kisam tempo dulu dia ada ucapan bini dan lakinya
Penonton : Yaaa………….
Ketua upacara : Waktu yang dulu mempunyai anak laki-laki, kerajang sakit pilek, panas, tidak
masuk nasi sematang, enggak masuk aer setetes.
Penonton : Yaaa………….
Ketua upacara : Hilang pikirannya jadi ngucap; Bapak Kisam kalo anaknya penyakit jadi waras,baik cara panjang umur, gampang rejeki, jauh di langit gampang dirawatin. Dari
kecil sehingga gede, bisa kemakan tenaganya
Penonton : Yaaa………….
Ketua upacara : Ni nak kalo diselamin mau dinggapin topeng Bapak Kacrit atau du babak.
Penonton : Yaaa………….
Ketua upacara : Kesatu. Kedua, cucunya kerajang penyakit juga. Kalo akan jadi waras, baikjalannya, panjang umurnya, cepet kena rejekinya, kalau mamang sunat akan dicarikan ketupat lepas juga.
Penonton : Yaaa………….
Ketua upacara : Dinyatakan malam ini kesaksian orang banyak membayr kaul anakanya.
Penonton : Yaaa………….
Ketua upacara : Nama anak itu dayangnya banget, tanpa dibatal istrinya inget, ini jaman baru banget, supaya minta Tuhan berkat selamat.
Penonton : Betuuuul
Ketua upacara : Utang uang dibayar uang, uang tinggi jangan terulang sampai jiwa anaknya terbuang-buang.
Penonton : Betuuuul
Ketua upacara : Utang pati harus diganti, pedati, Abis uang mesti juga seneng di dalam ati. Ikan kebo dimasak bugis, ngambil utang di tiang layar, sepuluh ari dia punya tujuh keranjang, sekarang kaulan lagi dilayar.
Penonton : Yaaa………….
Ketua upacara : Topeng bertandak pake kipas. Mandor jaga dengan upah, duduk dia menarik napas. Ini kaulan anaknya dilahirkan. Sabun cuci, sepat selar, yang wali masuk kapan pas. Sudah cukup, sudah kelar, kini tinggal menarik ketupat yang lepas.
Tarik……………
Penonton : Yaaa………….
Panjang tidaknya mantra dalam upacara ketupat lepas tergantung dari kemahiran ketua upacaranya. Mantra yang dibacakan di Kanda-Kulon kebanyakan tidak terlalu panjang seperti perkumpulan-perkumpulan di daerah sebelah timurnya. Contoh mantra Kanda-Kulon sebagai berikut:
Ketua upacara : Buat perhatian anak. Tua muda, kecil besar, laki perempuan. Sukur dimasa ini.
Buktilah perkataan Bapak Soleh. Bukti nyata, kesaksian orang rame-eame di malam ini
Penonton : Yaaa………….
Ketua upacara : Utang uang dibayar uang. Uang taon Samiwati. Juang jangan jiwanya ke buang-buang. Utang padi jerambet diganti pedati. Abis uang seperti, supaya senang di dalam hati. Tarik ketupat lepas,
Tarik…………….
Setelah mantra selesai dibacakan, ketupatat dihental oleh Kembang Topeng bersama dengan anak yang dinazari. Karena hentakan itu maka beras dan uang pun berhambur. Benda-benda itu diperebutkan oleh karena itu maka nonton anak-anak yang duduk di bagian muka tempat pertunjukan.
Mantra yang diucapkan dalam upacara ketupat lepas tidak mempunyai rumusan yang baku. Setiap perkumpulan atau bahkan setiap “dukun” dapat mebuat rumusan sendiri. Setelah upacara ketupat lepas Kembang Topeng mendapat uang ala kadarnya dari empunya hajat.
Benda-benda digunakan dalam upacara ketupat lepas, seperti ketupat yang di buat dari kelapa muda, uang logam, bunga dan beras mempunyai arti sendiri, tetapi orang Betawi yang langsung berhubungan dengan benda-benda itu tidak lagi dapat menjelaskan arti benda-benda upacara itu. [Rudy_Albdr]
Bahan Bacaan:
- Danandjaja, James. 2008. Pendekatan Folklor dalam Penelitian Bahan-bahan Tradisi Lisan, dalam Pudentia PMSS (editor) Metologi Kajian Tradisi Lisan, KTL.
- Danandjaja, James. 2008. Folklore dan Pembangunan Kalimantan Tengah: Merekonstruksi Nilai Budaya Orang Dayak Ngaju dan Ot Danum Melalui Cerita Mereka, dalam Pudentia PMSS (editor) Metologi Kajian Tradisi Lisan, KTL.
- Finnegen, Ruth.1997. Oral Traditions An The Verbal Arts: A Guide to Research Practices, London: Rootledge.
- Kliden, Ninuk, 2008. Pengalihan Wacana: Lisan ke Tulisan dan Teks”, dalam Pudentia MPSS (ed), Metodologi Kajian Tradisi Lisan, Asosiasi Tradisi Lisan (ATL), Jakarta.
- Lord, Albert B, 1960.2000. The Singer of Tales, second Editions, Stephen Mitchell & Gregory Nagy (eds),Harvard University Press.
- Ong J. Walter, 1982, 2002. Orality and Literacy, The Technologizing of the Word, Routledge Taylor and Francis Group.
- Pudenstia MPSS (ed) 2008. Metodologi Kajian Tradisi Lisan, Asosiasi Tradisi Lisan (ATL).
- Sweeney, Amin. 2011. Surat Naskah Angka Bersuara: Ke Arah Mencari “Kelisanan”, dalam Amin Sweeney, Pucuk Gunung Emas: Kelisanan dan Keberaksaraan dalam Kebudayaan Melayu-Indonesia, Kepustakaan Populer Gramedia dan majalah Horizon. Jakarta.
- ____________, Surat Naskah Angka Bersuara: Kearah Mencari Kelisanan”, dalam Pudentia MPSS (ed), Metodologi Kajian Tradisi Lisan, Asosiasi Tradisi Lisan (ATL), Jakarta.
- Soedarsono, RM. 1999. Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.
- Sarumpet, Risis K Toha- 2011:” Manusia Indonesia:”Memandang Keluar dengan Kritis”, dalam Teks, Naskah dan Kelisanan Nusantara Festshrift untuk Prof. Achaduati Ikram, Penyunting Titik Pujiantuti & Tommy Christomy, Yayasan Pernaskahan Nusantara.
- Teeuw, A. 1994. Indonesia Antara Kelisanan dan Keberaksaraan, Pustaka Jaya, Jakarta.
- Vansina, Jan, 1985. Oral Tradition As History, London: Heinemann.
- __________, 1973. Oral Tradition, translated by Wright, Published
- warisanbudaya.kemdikbud.go.id