Makruf Tukang Sol Sepatu (Bagian 18)

Makruf Tukang Sol Sepatu (Bagian 18)

Pengantar – Di ranah kesenian Betawi ada istilah Tukang Gesah yang tiada lain adalah Tukang Cerita. Pada pertengahan abad ke-19, muncul nama lain yaitu Sohibul Hikayat. Dan memang, ketika itu tumbuh dan dicintai kesenian Sohibul Hikayat ini. Seniman Sohibul Hikayat mendapat apresiasi atau ditanggap pada perhelatan masyarakat Betawi, khususnya untuk memeriahkan keriaan atau hajatan, terutama resepsi perkawinan, khitanan, dan sebagainya.

Rupanya seniman Sohibul Hikayat tidak dapat melayani banyak permintaan, sehingga muncul pengarang atau penyalin cerita hikayat. Kita kenal misalnya Muhammad Bakir yang menyalin dan mengarang cerita hikayat tidak kurang dari 70-an judul. Bakir menyewakan karyanya kepada khalayak. Ini menjelaskan kepada kita bahwa karya Bakir dibacakan di tengah khalayak. Artinya Tukang Gesah tidak lagi berkisah secara lisan cerita yang dihafalnya, tetapi sudah dengan membaca manuskrip karya Bakir.

Dalam novel Nyai Dasima (1896), ada menyebutkan tentang Sohibul Hikayat ini. Dasima yang galau dirayu dan dihibur  Samiun, dengan mengajaknya nonton pertunjukkan Sohibul Hikayat.

Sohibul Hikayat lalu lebih tersebar ke antero wilayah Batavia (masa kolonial) kemudian Jakarta (sesudah kemerdekaan) ketika Haji Ja’far lalu Haji Jaid dilanjutkan putranya ( Haji Ahmad Safyan Jaid) malang melintang ditanggap (sampai disiarkan di radio) membawakan Sohibul Hikayat.

Salah satu judul Sohibul Hikayat yang sering dibawakan oleh Haji Jaid dan Haji Sofyan Jadi adalah Ma’rup Tukang Sol Sepatu. Namun Cerita ini pun sudah ditulis ulang oleh Umar Djamil (PT. Dunia Pustaka Jaya, Tahun 1978), Selamat membaca.

Bagian 18 – Kemudian pergilah petani itu, sedangkan Makruf duduk menunggu. Dia berkata dalam hatinya, “Aku telah memberatkan orang ini, lebih baik aku gantikan ia membajak sambil menunggu sampai ia kembali.” la bangkit memegang bajak itu serta menghalau lembunya. Tiba-tiba mata bajak itu tersangkut pada sesuatu yang keras sehingga lembu itu tersungkur tak dapat berjalan lagi. Dilihatnya bajak itu tersangkut pada sepotong tali dari emas yang terikat pada sebuah batu marmar sebesar tiang Dicabutnya tiang itu. maka nampaklah olehnya sebuah rongga dalam tanah serta sebuah tangga untuk rurun. Dengan segera ia turun ke dalam rongga itu dan kelihatan olehnya empat buah kamar besar besar. Kamar yang pertama sarat dengan emas, kamar yang kedua penuh dengan intan berlian, kamar yang ketiga penuh dengan yakud dan pirus dan kamar yang keempat penuh dengan ratna mutu manikam serta bermacam-macam batu batu mulia yang lain. Di tengah-tengahnya ada sebuah peti dari kaca yang jernih berisi beberapa permata, tiap-tiap permata sebesar kepala dan di atasnya ada pula sebuah botol terbuat dari emas.

Tatkala ia melihat semua itu ia pun kagum keheranan. Dengan gembira ia berkata dalam hatinya, “Belum pernah aku melihat barang yang seperti ini!”

Kemudian dibukanya botol itu dan dilihatnya di dalamnya ada sebuah cincin emas yang padanya tertulis beberapa isim dan beberapa kata-kata yang tidak dipahaminya. Digosoknya cincin itu, tiba-tiba terdengarlah olehnya orang berkata, “Apa kehendak Tuanku dengan segera akan aku lakukan. Apakah Tuanku menghendaki sebuah negeri atau akan memerangi sebuah kerajaan ataukah akan menggali sebuah sungai? Apa saja yang Tuanku kehendaki akan hamba kerjakan seizin raja yang maha perkasa yang menjadikan siang dan malam!”

Maka Makruf berkata, “Siapakah engkau dan dari mana engkau?’’

Suara itu menjawab, “Saya chadam cincin ini yang akan engkau?” berlaku patuh kepada siapa saja yang dapat memilikinya. Saya raja jin yang mempunyai tujuh puluh dua pasukan tentara, tiap-tiap pasukan terdiri atas tujuh puluh dua ribu tentara, dan tiap-tiap tentara itu memerintah satu setan, dan tiap-tiap setan memerintah seribu jin. Semua mereka itu tunduk patuh kepada perintahku dan tak ada yang sanggup melawan. Saya terikat kepada cincin itu tunduk dan patuh pula kepada orang yang memilikinya. Sekarang Tuan kulah yang memiliki cincin ini, sebab itu hamba akan patuh pula kepada Tuanku. Mintalah apa yang Tuanku kehendaki, maka saya akan segera mengadakannya, kapan saja dan di mana saja. Tiap-tiap Tuanku mengosok cincin ini maka saya akan datang. Tetapi janganlah Tuanku gosok dua kali berturut-turut sebab dengan segera saya akan terbakar oleh api isim-isim yang tertulis di cincin ini.”

Makruf bertanya lagi kepada chadam itu, “Siapakah namamu?”

Dia menjawab, “Namaku Abu Saadah.”

Makruf berkata pula, “Hai Abu Saadah, tempat apakah ini dan siapakah yang mengikatmu di cincin ini?”

“Tuanku, ini gudang harta Syidad bin ad raja negeri Iran yang tak ada duanya di dunia ini dan saya adalah chadamnya Selama ia hidup cincin ini kepunyaannya dan sekarang jatuh menjadi milik Tuanku.”

Makruf bertanya pula, “Sanggupkah engkau mengeluarkan semua isi gudang ini kepermukaan bumi?”

Pekerjaan itu mudah saja bagiku jawab jin itu.

Makruf berkata, “Keluarkanlah semua isi gudang ini jangan ada yang tinggal satu pun!” (Bersambung)

Check Also

Bahasa Betawi Memperkuat Identitas Betawi

Bahasa Betawi Memperkuat Identitas Betawi

Oleh Yahya Andi Saputra   Tukang sulap menjadi kalap, Jalan gelap pasang pelita, Mohon maaf …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *