CERITA PUASA ANAK BETAWI
Pengantar
Ahlan wasahlan syahri Ramadan.
Bulan puasa ini, laman www.kebudayaanbetawi.com menurunkan artikel berseri hal-ihwal atau sisik melik puasa dalam masyarakat Betawi. Artikel ini ditulis Yahya Andi Saputra, Wakil Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) Bidang Penelitian dan Pengembangan. Semoga tulisan ini (ditulis dengan gaya bercerita) bermanfaat bagi pembaca dan peminat masalah-masalah kebetawian lainnya. Mari kita menyambut bulan suci Ramadan dengan girang. Dengan girang saja, Allah jamin haram jasad kita disentuh api neraka. Semoga ibadah puasa kita menjadi ibadah yang berdampak pada kehidupan sosial sehari-hari. Dampak wata’awanu ‘alal birri wattaqwa dan ketakwaan sosial yang nyata.
Salamat puasa. Raih predikat takwa.
SESEGUKAN DAN NADANG
Bagi anak-anak, salah satu waktu sangat khusus dan super bahagia adalah saat lebaran. Ikut babe Shalat Id memenuhi langgar atau masjid. Waktu panitia atau pengurus masjid mengumumkan bahwa shalat id dilakukan pukul 06.30 WIB, kita sudah rapi jali berpakaian serba baru dan berangkat pukul 06.00. Di langgar atau masjid beramai-ramai tekebiran (membaca takbir) dengan suara keras. Menjelang shalat, panitia mengumumkan kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan setelah satu Syawal. Terutama jumlah pembayar zakat dan mustahik. Duit shalawat dan infak lainnya. Rencana silaturrahim ke rumah tetua dan kiai serta pelaksaaan tunggu kubur. Dan tentu saja dimaklumatkan siapa saja petugas iman, khatib, dan bilal pelaksanan Shalat Id di pagi yang sejuk itu.
Sebelum shalat, petugas pemungut duit shalawat berkeliling membawa kantong mulai bai pertama sampai terakhir. Petugas tidak sendirian. Ada yang bagian dalam dan bagian luar. Barulah kemudian persiaan shalat didahului dengan berdirinya bilal membimbing membaca niat shalat sunnah Idul Fitri. Selesai shalat sunnah Idul Fitri dua rakaat, bilal kembali berdiri, mengambil tungked (tongkat), dan mengumandangkan amsitu (ansitu). Isi amsitu adalah menghimbau kepada jamaah agar diam, tertib, dan mendengarkan isi khutbah yang disampaikan khatib. Teks amsitu kira-kira begini, ansitu wasma’u wa’ati’u rahima kumullah. Diulang sampai tiga kali. Khahtib naik mimbar dan bilal menyerahkan tongkat khutbah. Khatib berkhutbah.
Selesai khutbah dilanjutkan dengan tahlilan. Selesai tahlilan sebelum bubar terlebih dahulu jamaah bersalam-salaman di antara mereka. Sementara bersalam-salaman, bilal tidak berhenti membaca shalawat, shalallah ‘ala Muhammad shalallah ‘ala wasallam, shalallah ‘ala Muhammad shalallah ‘ala wasallam, shalallah ‘ala Muhammad shalallah ‘ala wasallam. Prosesi bersalam-salaman ini cukup berdurasi panjang, tergantung jumlah jamaah. Lagi pula di antara mereka ada yang berpelukan dan menangis sesegukan sambil mengucapkan : “Minal aidin wal faizin, takabbalalloh minna waminkum, maapin segale sale kate nyang disengaja atawa yang kagak ye..”
Selesai bersalaman di masjid jamaah segera pulang ke rumah dan yang paling ditunggu biasanya orang tua. Anak-anaknya berebut bersalaman meminta maaf. Ada yang berpelukan sambil menangis sesegukan karena merasa pernah menyakiti ibu-bapak dan ada yang meminta maaf dengan ekspresi biasa saja. Selesai bersalaman minta maaf dilanjutkan dengan makan bersama. Hidangan utamanya adalah ketupat, sayur sambel godog, semur daging, opor ayam, kerupuk udang, dan acar. Di meja tamu sudah dihidangkan aneka kue lebaran. Anak-anak biasanya nyerbu manisan beruluk (kolangkling) dan kacang-kacangan.
Selesai makan bersama biasanya langsung mengunjungi keluarga atau tetangga sekitar. Rumah orang yang paling dituakan biasa yang paling ramai didatangi. Pada saat kujung-mengunjungi inilah orang-orang tua akan dikerubungi anak-cucunya yang nadang minta angpau atau duit lebaran. Karena sudah tradisi maka orang-orang tua selalu mempersiapkan duit receh lima atau sepuluh ribuan (waktu saya kecil bilangannya lima puluh atau seratus perak) dari jauh-jauh hari dan semua anak-cucunya diberikan. Bagi anak-anak lebaran memang saat mendapatkan dan mengumpulkan uang dengan mudah tanpa ada pertanyaan macam-macam. Ada juga bocah atau cucu yang rada usil, dia ikut antri lagi dan dapat lagi. Duit hasil angpau itu kita hitung dan hitung enggak bosen-bosen. Hihihihi… anak-anak lagunya.
Masa kunjung-mengunjungi ini dilakukan sampai sebulan penuh tergantung dari intensitas kunjungan dan pertemuannya. Haru biru akan sangat terlihat menonjol kalau kita menyaksikan orang-orang tua bersalaman saling minta maaf. “Maapin gue, ye, ude kagak keitung sale gue.” Dijawab oleh yang lain, “Saye bang, nyang sebenernye lebih banyak sale, aye nyang kudu minta maap. Minta ikhlas redonye ye…” Dijawab oleh yang pertama, “Kite abisin deh kesalahan kite. Alhamdulillah kite masing ade umur, doain taun depan kite masing bisa ketemu dan kumpul lagi.” Begitu kira-kira percakapan disaat bersalaman. Dalam kunjung-mengunjungi itu dibawa sebagai anteran kue-kue lebaran (dodol, uli, wajik, geplak, manisan, dan lain-lain). Kue-kue anteran ini bahkan dapat kembali lagi kepada keluarga yang mengantar. Misalnya kue yang diantar oleh satu keluarga kepada keluarga lain dan keluarga ini akan menggunakan kue yang sama sebagai kue antarannya. Begitu seterusnya sehingga tanpa disadari kue itu kembali kepada pengantar pertama.
Hari kedua lebaran digunakan untuk ziarah kubur. Semua orang – kecuali kaum perempuan – akan melakukan ziarah kubur. Di kuburan – biasanya tanah wakaf kuburan – tiap keluarga berkumpul di makam orang tua atau familinya untuk membaca surat Yasin dan tahlil. Orang tua yang paling banyak anak-cucunya biasanya paling ramai. Dulu ada kebiasaan nyundut petasan di lokasi kubur, tapi kebiasaan ini sudah ditinggalkan meski masih ada beberapa orang yang masih melakukannya.
Waktu ziarah kubur ini dimanfaatkan pula untuk berlebaran atau pertemuan keluarga karena memang bertemunya justru di lokasi tanah wakaf kuburan. Banyak keluarga sudah mencar atau tidak tinggal di satu kampung. Ada yang sudah pindah ke Bojong, ke Ciputat, ke Depok, ke Bogor atau ke lain-lain kampung. Nah, saat ziarah kubur di hari kedua lebaran itulah mereka bertemu atau berkumpul.
Anak-anak menjadikan lebaran untuk berpuas-puasan makan enak. Tapi bagi orang tua justru sebaliknya. Mereka sudah mulai nyawal (puasa Syawal) pada hari ketiga lebaran atau bahkan hari kedua. Puasa Syawal ini dikerjakan selama tujuh hari. Itulah sebabnya orang tua lebih mengutamakan lebaran Syawal. Lebaran Syawal biasanya tanggal 10 bulan Syawal, karena mulai puasa pada hari ketiga Syawal. Keluarga tertentu biasanya menyediakan tangkar sebagai salah satu menu makanan nyawal. Ente masih inget antri angpau? Gimane rasanye? (Yahya Andi Saputra)