Lembaga Kebudayaan Betawi menerima kunjungan dari Lembaga Adat Melayu Pagar Alam yang dipimpin oleh Cholmin Heryadi, S.Pd., M.Pd selaku Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan. Silaturrahmi dilakukan sembari membahas bagaimana cara agar Budaya Takbenda yang dimiliki sebuah masyarakat, khususnya masyarakat adat yang ada di wilayah Pagar Alam, dapat ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia.
Rombongan dari Lembaga Adat Melayu Pagar Alam menyertakan para Ketua Adat di wilayah Pagar Alam. Ketua Adat yang ikut serta diantaranya dari Bapak Upri A Ketua Adat Jurai Tue Jagat Besmo, Bapak M. Nurmansyah Ketua Adat Suku Penjalang, Bapak Sahril Ketua Adat Sumbai Tanjung Ghaye, Bapak Marwan Ketua Adat Jurai Tue Sumbai Sak, Bapak Sukandi Ketua Adat Sumbai Mangko Anom dan Bapak Rozali Ketua Adat Suku Semidang.
Pembicaraan dibuka dengan pantun yang disampaikan oleh pihak Lembaga Kebudayaan Betawi, kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pagar Alam. Pertemuan ini membicarakan tentang bagaimana cara budaya Betawi dapat ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda. Hal ini sejalan dengan tujuan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pagar Alam yang sedang mengusahakan Budaya Takbenda di wilayah Pagar Alam supaya ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh menteri yang membidangi kebudayaan.
Warisan Budaya Takbenda adalah berbagai hasil kebudayaan yang dimiliki sebuah masyarakat yang diwariskan dari generasi ke generasi dan terus menerus diciptakan kembali oleh masyarakatnya dalam menanggapi lingkungan sekitarnya. Warisan Budaya Takbenda adalah hasil kebudayaan yang wujudnya tidak bisa dipegang misalnya tradisi lisan dan tari-tarian. Karena sifatnya yang tidak dapat dipegang, Warisan Budaya Takbenda rentan hilang termakan oleh waktu seiring perkembangan zaman. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan pencatatan atau pendataan mengenai Warisan Budaya Takbenda tersebut. Setelah dilakukan pendataan, Budaya Takbenda perlu ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda agar mendapat perhatian lebih khususnya dari pemerintah untuk kemudian diajukan ke dalam Intangible Cultural Heritage UNESCO agar mendapat perhatian dunia. Dengan demikian, Budaya Takbenda dari Indonesia mendapatkan tempat di mata dunia dan keberadaan Budaya Takbenda Indonesia akan lebih terjamin serta terhindar dari pengakuan palsu dari negara lain.
Lalu bagaimana cara Budaya Takbenda di Betawi dapat ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda, mengingat Budaya Betawi telah banyak yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda? Salah satu caranya adalah melakukan perekaman melalui tulisan maupun audiovisual. Pihak pengusul, seperti halnya Lembaga Kebudayaan Betawi maupun Lembaga Adat Melayu Pagar Alam, harus memberikan bukti bahwa Budaya Takbenda tersebut memang milik masyarakat pengusul. Salah satu bukti yang dapat diberikan adalah dengan membuat buku mengenai Budaya Takbenda tersebut. Dengan bukti yang ada, pemerintah akan yakin bahwa Budaya Takbenda tersebut milik masyarakat pengusul.
“Berarti untuk bisa ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda, harus ada hitam di atas putih ya. Ini masalahnya, karena memang kami kurang dalam hal kemampuan menulis,” ujar Cholmin Heryadi, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pagar Alam. Untuk itu, diperlukan peran anak muda dalam mencatat, merekam dan mendokumentasikan Budaya Takbenda. Karena jika bukan generasi muda yang melanjutkan, siapa lagi? Generasi muda harus mulai peduli dengan budaya yang dimiliki. (Anis)