Blenggo Tarian Silat Budaya Betawi

kebudayaan betawi – Blenggo tari silat Betawi sebagai salah satu unsur budaya Betawi yang mengandung unsur tari dan pencak silat merupakan hasil proses kreasi baru, karena dalam silat Betawi tidak dikenal istilah tari silat atau ibeng pencak.

Berbeda dengan pencak silat Tatar Pasundan yang lebih kaya akan estetika dan ragam gerak yang tersusun dalam tarian pencak atau ibing, Silat Betawi memiliki gerakan tarung yang lebih murni dalam pola garis lurus, dan justru lebih sulit dikemas dalam bentuk tarian.

Dalam pencak silat waditra atau irama pengiring Sunda terdapat pola baku yang bersinergi dengan gerakannya, hingga tercapai keselarasan antara gerakan dan irama lagu pengiringnya.

Blenggo tari silat dan ibing pencak merupakan seni pertunjukan yang mengandung gerakan khas pencak silat. Namun, ada perbedaan di antara keduanya.

Unsur gerak tari silat Blenggo lebih menekankan pada nilai estetika tanpa fungsi defensif dan ofensif. Sedangkan dalam ibing pencak masih sangat jelas terlihat gerakan, pola langkah, aturan bertahan dan menyerang.

Dengan kata lain, ibing pencak adalah gerakan memainkan pukulan atau pencak silat yang diberi waditra (Musik Instrumen) atau kawih. Ibing pencak terdiri dari aplikasi gerakan yang berbeda dengan memperhatikan unsur estetis, sehingga terdapat gaya gerakan memainkan pukulan atau pencak silat.

Disintesiskan menjadi sebuah bentuk seni, gerakan Silat Betawi lebih mencolok jika diterapkan pada pencak ibing daripada tarian silat Blenggo, meskipun komponen ritme hanya dalam pengiring gerakan.

Tidak ada standar normatif yang diketahui untuk waditra yang menekankan tekanan antara gerakan dan waditra, seperti dalam pencak ibingan Pasundan.

Salah satu bentuk tari Betawi yang dapat digolongkan silat adalah tari Blenggo. Kata blenggo berarti menari, jika dilihat dari kata diblenggoin (menari). Blenggo adalah tarian yang sebagian kecil gerakannya diambil dari perkembangan dan intisari gerakan pencak silat Betawi dan Tatar Pasundan. Tidak ada pola gerakan yang baku dalam blenggo. Itu semua tergantung pada khasanah penari dalam memainkan pukulan atau pencak silat.

Dalam pertunjukan blenggo, gerak para penari berlatar pencak silat Si Sitembak berbeda dengan para penari berlatar belakang pencak silat cimande, dan itu semua tergantung dari improvisasi gerak para penari untuk menentukan irama tariannya.

Dalam perkembangannya, bentuk-bentuk tari silat Blenggo dan ibing pencak dalam Silat Betawi diadaptasi menggunakan waditra atau musik pengiring yang disesuaikan dengan budaya setempat. Hal ini membutuhkan kreativitas orang-orang kreatif.

Dalam banyak eksperimen yang dilakukan oleh seniman yang dilakukan oleh akademisi dan seniman otodidak di akhir 1970-an, musik pengiring tari silat Betawi dipilih agar sesuai dengan kepribadian dan bentuk gerakan silat Betawi.

Sebagai contoh, aliran Silat Betawi yang banyak dipengaruhi oleh seni bela diri Cina dengan gaya gerakan lurus yang khas, lebih cocok untuk musik pengiring yang juga banyak dipengaruhi oleh budaya Cina seperti musik gambang kromong.

Mayoritas tarian Betawi menggunakan gambang kromong, terutama di daerah-daerah yang sangat dipengaruhi oleh budaya peranakan Tionghoa, seperti wilayah tengah hingga barat Jakarta.

Sementara itu, musik ibing pencak Sunda banyak dijumpai di daerah tetangga Jawa Barat, seperti Jakarta Timur yang tidak jauh dari Bogor.

Baru-baru ini, musik pengiring Samrah juga telah digunakan di daerah-daerah dengan budaya Malayu yang kuat, seperti di Tanah bang, seperti yang dilakukan M. Ali Sabeni, ketika memenangkan Festival Tari Silat Betawi tahun 1979 yang diadakan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta dan LKB (Lembaga Kebudayaan Betawi). [Rudy_Albdr]