LAKON MAHARAJA GAREBEG JAGAT (Bagian 12)

LAKON MAHARAJA GAREBEG JAGAT (Bagian 12)

Maharaja Garebeg Jagat – Tersebutlah seorang Penyalin dan Pengarang Sastra Melayu di Tanah Betawi pada abad 19. tinggal di Pecenongan, gang Langgar, Betawi. Ia adalah Muhammad Bakir bin Syafian bin Usman bin Fadli, yang lazim disingkat Muhammad Bakir. Beliau orang Betawi. Ayahnya dikenal dengan nama Syafian yang mempunyai nama kecil Cit. Ia adalah seorang pengarang juga. Dalam naskah-naskah, nama tersebut kadang dikenal dengan Cit Sapirin bin Usman bin Fadil. Ada keterangan yang menyatakan Muhammad Bakir memiliki anak tertulis dalam kolofon Hikayat Maharaja Garebeg Jagat. Mari kita baca Lakon Maharaja Garebeg Jagat.

Pada akhirnya, Batara Guru dan Batara Narada menggunakan cara pamungkas. Keduanya mengubah wujud menjadi dua raksasa. Mengamuklah keduanya. Garebeg Jagat dan adik-adiknya kian terdesak.

Berkali-kali Garebeg Jagat, Nala Anggalaya dan Nala Guriang Nala terhempas dan hampir mati. Namun setiap kali itu pula Cantrik Marga Semirang meludahi tubuh anaknya. Maka bangkitlah kembali mereka dengan segar. Telah lebih tiga bulan perkelahian berlangsung, Garebeg lagat tak juga mati. Kedua raksasa itu mulai kelelahan.

Anggalaya dan Garebeg Jagat mulai lagi dengan siasat liciknya. Mereka berdua masuk ke dalam celana kedua raksasa itu. Dengan panik keduanya berusaha menepis kedua orang itu. Raksasa-raksasa itu tahu, kedua orang itu mengincar kemaluan mereka. Maka menghilanglah kedua raksasa itu.

“Bedebah,” maki Garebeg. “Mereka kabur.”

“Kalau demikian, mari kita duduki Suralaya,” sahut Anggalaya.

“Ampun gusti Prabu,” sembah Cantrik Marga Semirang. “Jangan lakukan itu.”

“Diam kau tua bangka!” bentak Maharaja Garebeg Jagat seraya menendang Ki Cantrik.

Ki Cantrik terpental jatuh. Perlahan ia bangkit. Ia sangat sedih dan kecewa. Ketiga anaknya telah menjadi pongah dan lupa diri. Diam-diam Ki Cantrik membaca manteranya.

“Kakang,” seru Anggalaya. “Gerbang Syaralaya ini tak dapat dibuka.”

“Kerahkan pasukan gajah,” sabda Maharaja Garebeg Jagat. “Hancurkan dengan tembok sekalian.”

Namun segala usaha memasuki Suralaya gagal. Mantera Ki Cantrik, telah melindunginya. Sesungguhnya, jelmaan Semar itu hanya ingin melindungi anak anaknya dari kepongahan dan lupa diri.

Tersebutlah pada saat itu Prabu Krisna tengah mencari Arjuna. Dalam perjalanan ia berjumpa dengan Batara Guru dan Batara Narada. Suka citalah ketiganya.

“He Kakang Batara,” tegur titisan Batara Wisnu. “Hendak kemana terburu buru?”

“Ah Adi Prabu,” sahut Batara Guru. “Kau selalu saja bergurau.”

“Kami sedang diserang Maharaja Garebeg lagat,” lanjut Batara Narada.

“Kini kami sedang mencari Arjuna.”

Maharaja Garebeg Jagat – Maka Prabu Krisna pun mengeluarkan cupu manik astagina. Di dalamnya ia mencoba melihat keberadaan Arjuna. Tapi terlihat hanya sebongkah batu di gunung Jayagiri. Prabu Krisna dan kedua Batara itu terheran-heran. Lalu ketiganya memutuskan untuk mendatangi gunung itu.

“Tampaknya batu ini merupakan jelmaan Arjuna,” sabda Batara Guru saat ketiganya tiba di gunung Jayagiri.

“Jelmaan Arjuna,” sahut Prabu Krisna. “Bagaimana mungkin?”

“Mungkin saja,” ujar Batara Narada. “Dengan aji watu keling maka segala yang digigit akan menjadi batu secara perlahan-lahan.”

“Tapi yang menguasai ajian itu hanya Kakang Batara Ismaya.”

“Kalau demikian nyatalah sekarang,” ujar Krisna. “Garebeg Jagat dan kedua adiknya itu adalah si Garubug. Anggalia dan Gereng. Dan Ki Cantrik itu pastilah Semar.” (Bersambung)

Check Also

LAKON MAHARAJA GAREBEG JAGAT (Bagian 12)

LAKON MAHARAJA GAREBEG JAGAT (Bagian 9)

Maharaja Garebeg Jagat – Tersebutlah seorang Penyalin dan Pengarang Sastra Melayu di Tanah Betawi pada …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *