Bikin Rume Tradisi Betawi
Rumah Betawi, Dokumentasi Lembaga Kebudayaan Betawi

Bikin Rume Tradisi Betawi

kebudayaan betawi -Bikin Rume Tradisi Betawi. bagi orang Betawi niat untuk  mengawinkan anaknya berarti me ngandung beberapa  konsekwensi yang harus diperhitungkan. Upacara akad nikah saja sudah menghabiskan banyak enerji dan biaya. Setelah pernikahan harus pula disiapkan rumah untuk keluarga anaknya. Orang Betawi yang kaya biasanya sudah mempersiapkan rumah buat anaknya yang akan dikawinkan. Tapi jika  belum dibikinkan rumah, anaknya yang sudah  berkeluarga akan terus menerus tinggal bersama dalam keluarga besar. Hal ini tentu mempunyai dampak positif maupun negatif. Jika sudah disiapkan rumah, maka pindah rumah merupakan keharusan dan dilakukan menurut kebiasaan turun temurun.

Bikin Rume Tradisi Betawi. Untuk sampai pada tahap pindah rumah tentu harus lebih dahulu melewati tahap pembuatan atau pembangunan rumah. Membangun rumah bagi orang Betawi adalah pekerjaan yang amat penting. Itulah sebabnya dibutuhkan beberapa persyaratan agar niat itu dapat terpenuhi. Syarat itu antara lain tersedianya biaya, tersedianya material bangunan, dan tersedianya lahan terpat didirikannya bangunan. Selain itu ada syarat yang juga amat penting namun bukan material, yaitu perhitungan yang berporos kepada alam gaib.

Bikin Rume Tradisi Betawi. Perhitungan ini dilakukan oleh orang pintar yaitu seorang kyai yang salah satu bidang keahliannya adalah ilmu falak. Dengan ilmu yang dimilikinya itu, kyai akan memberi nasihat. Hal-hal yang dihitung adalah lahan tempat pembangunan, arah rumah, dan mulainya pembangunan. Arah rumah di beberapa daerah Betawi lain biasanya dihubungkan dengan keberadaan naga besar. Pada dasarnya bagi orang Betawi rumah dapat dibangun dimana saja asal lahan itu miliknya. Namun ada tradisi untuk menghindari membangun pada lahan tertentu. Tidak boleh membangun rumah di atas tanah yang dikeramatkan dan jangan membangun rumah untuk anak di sebelah kiri rumah orang tua. Kalau tradisi ini dilanggar, maka keluarga yang menempati rumah itu akan terus-menerus kekeringan atau susah rejeki dan sakit-sakitan.

Bikin Rume Tradisi Betawi. Jika perhitungan selesai maka direncanakan dan dilaksanakan upacara pra-pembangunan. Pertama-tama mengumpulkan  sanak saudara  untuk bermusyawarah membicarakan pembangunan dan jenis rumah yang akan dibangun. Tradisi Betawi mengenal tiga jenis rumah yaitu  Gudang,  Joglo dan Bapang. Sanak-saudara diharap dapat membantu meringankan beban biaya. Dengan pertemuan itu diketahui apa saja yang sudah ada dan apa saja yang harus dipersiapkan.

Bikin Rume Tradisi Betawi. Dahulu pertemuan seperti itu disebut andilan dan di antara mereka akan menyanggupi membantu sesuai dengan kemampuannya. Ada yang memberikan pohon yang ada di kebunnya  yang akan dijadikan tiang atau papan. Artinya pohon itu nantinya akan ditebang dan dijadikan bahan bangunan. Ada pula yang membantu menyediakan genteng dan lain sebagainya. Ini menunjukkan bahwa sifat musyawarah dan gotong royong sudah sangat mendarah daging bagi masyarakat Betawi.

Bikin Rume Tradisi Betawi. Setelah hari pembangunan ditentukan diundanglah tetangga untuk merowahan (tahlilan) sebagai ungkapan permohonan kepada Allah agar pembangunan rumah mendapat kebaikan. Pada saat itu diumumkan pula agar para tetangga dengan rela hati membantu bergotong-royong menebang pohon-pohon dan meratakan lahan tempat akan dibangunnya rumah.  Orang Betawi menyebut kegiatan ini dengan nyambat atau sambatan.

Bikin Rume Tradisi Betawi. Pada hari yang telah ditentukan maka lahan itu diukur lalu diuruk untuk menambah ketinggiannya. Kegiatan ini disebut membuat batur atau baturan. Sementara itu ahli bangunan yang disebut tukang sudah memulai kerjanya membuat tiang guru, pondasi, kuda-kuda, pengeret, penglari, papan nok, kaso, ander, siku, ragam hias dan lain sebagainya. Beberapa jenis pohon atau kayu yang digunakan sebagai bahan bangunan dalam tradisi Betawi telah dimaknai atau ditamsilkan sesuai dengan hubungan timbal balik manusia dengan alam.

Bikin Rume Tradisi Betawi. Bahan bangunan dari jenis kayu biasanya dari pohon buah-buahan yang sudah tua dan tidak produktif lagi. Pohon itu antara lain nangka, duren, kecapi, jamblang, cempaka, jengkol, dan sebagainya. Jenis pohon itu memang banyak tumbuh di Betawi. Jenis kayu nangka karena warnanya kuning tidak boleh digunakan membuat drompol (bagian bawah kusen pintu atau bagian bawah lainnya). Jika kayu ini dilangkahi akan mengakibatkan sakit kuning. Kayu nangka utamanya digunakan sebagai tiang guru, dinding rumah, dan pintu panel berukir. Komposisi kayu nangka dan kayu jamblang akan jauh  lebih indah jika diambil bagian paling tengahnya. Jenis kayu cempaka seyogyanya dipakai untuk kusen pintu bagian atas. Ini mempunyai makna tertentu yaitu agar pemilik rumah senantiasa dihormati dan disenangi tetangga. Sedangkan jenis kayu asem dipantang digunakan sebagai bahan bangunan. Sifat asem ditafsirkan akan mempengaruhi harmonisasi antara pemilik rumah dengan tetangganya. Dapat terjadi rumah mempunyai kesan kumal, gersang dan tidak berwibawa

Bikin Rume Tradisi Betawi. Agar kayu yang digunakan dapat awet atau tahan lama maka kebiasaan orang Betawi merendam kayu-kayu itu di empang atau di comberan. Perendaman kayu-kayu itu paling cepat satu bulan dan jika direndam lebih lama akan lebih baik kualitasnya. Tehnik kontemporer menyebutnya dioven. Kebiasaan merendam kayu ini sudah dimulai jauh sebelumnya bahkan ketika rencana membikin atau membangun rumah belum diniatkan. Begitu pula dengan mengumpulkan bahan bangunan lainnya seperti genteng, batu bata merah dan sebagainya. Kebiasan mengumpulkan bahan bangunan  ini disebut nyicil atau nabung.

Bikin Rume Tradisi Betawi. Setelah selesai membuat baturan disiapkan 5 bate (batang)  garam. Garam-garam itu di letakkan di tiap pojok tanah dan yang  sebate lagi diletakkan di tengah-tengah. Menurut adat Betawi garam itu ditakuti oleh orang alus baik berupa jin, setan, kuntilanak, longga-longga, kolong wewe, dan sejenisnya. Pada saat memasang umpak batu sebagai alas tiang guru, sebelum tiang guru didirikan, di atas umpak batu diletakkan uang ringggitan, perakan, atau gobangan. Ini dimaksudkan agar kehidupan pemilik rumah nantinya akan murah rejeki dan makmur. Dan nanti setelah rangka bangunan berdiri sebelum memasang kaso di tiang ander diikatkan sepandan pisang raja, sepandan kelapa, sedapur tebu, dan dikibarkan bendera merah putih. Di wilayah tertentu ada pula yang selamatan dengan membuat bubur merah putih dan bubur itu diplengsong (dibungkus) kemudian diletakkan di tiap tiang guru. Ini diyakini sebagai sesajen agar orang alus tidak mengganggu penghuni rumah.

Bikin Rume Tradisi Betawi. Dahulu kala membuat rumah bagi orang Betawi sangat simpel. Bahan bangunannya didominasi dari bambu. Karena simpelnya maka jika bangunan rumah hendak dipindahkan ke lahan yang lain, cukup digotong oleh beberapa orang tetangga yang dengan sukarela membantu. Rumah yang dibuat dari bahan kayu pun dapat dipindahkan dengan cara yang sama, namun harus nyambat (meminta bantuan) tetangga lebih banyak lagi. Pembagian ruangnya pun tidak berbelit-belit yaitu ruang tamu, kamar tidur, dan dapur. Ruang tamu sering pula cuma di beranda. Ruang keluarga sama dengan ruang tengah. Kamar tidur yang disebut pangkeng terdiri dari dua sampai tiga kamar sebagai kamar tidur orang tua, anak perempuan dan anak laki-laki. Kalau ada tamu laki-laki yang menginap biasanya disiapkan alat tidur dari tikar pandan di ruang tengah dan ditemani oleh pihak laki-laki.  Jika yang datang menginap adalah perempuan, maka ia dipersilahkan tidur di kamar tidur dengan ditemani pihak perempuan.

Bikin Rume Tradisi Betawi. Menurut tradisi Betawi rumah yang belum dipasangi jendela dan pintu pantang untuk dihuni. Bahkan pemiliknya juga belum boleh menginap jika rumahnya belum sempurna. Pekerjaan terakhir adalah memasang ragam hias, apakah itu gigi balang, pucuk rebung, dan lain-lain. Lalu disempurakan lagi dengan memasang dekorasi interior dan eksterior, antara lain memasang kaligrafi (jenis lukisan kaca) berbunyi  assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, bismillah, atau dua kalimat syahadat di kusen luar pintu masuk utama. Di dinding luar depan dekat jendela dipasang kapstok yang berhiasan lukisan kaca. Atau kaligrafi lain dipasang di dinding bagian dalam.

Dan yang  unik lagi – kalau tidak dipasang kaligrafi – dipasang juga di tempat yang sama gambar buraq yaitu kendaraan yang digunakan oleh Rasulullah pada saat melakukan Isra Mi’raj. Buraq ini dalam deskripsi orang Betawi sebagai gambar kuda putih mulus dengan wajah perempuan cantik jelita dan bersayap keemasan. Kenapa digambarkan sedemikian rupa? Buraq itu suatu kendaraan yang berjalan sangat cepat maka digambarkan seperti kuda. Ia juga bisa terbang, digambarkan bersayap kokoh indah. Dan ia juga dapat berbicara dengan lemah lembut, maka digambarkan berwajah wanita cantik jelita. Buraq ini dalam bahasa syariatnya adalah kendaraan yang amat cepat tidak mudah dipantau saking cepatnya (ekstra-ekstra-ekstra super sonik). Kombisani warna gambar atau lukisan buraq sedemikian rupa sehingga enak dilihat.

Beranda tempat kongkou-kongkou dibatasi langkan setinggi lebih kurang 70 cm dan lebar papan atasnya 30 cm. Langkan dapat diduduki bila bangku-bangku yang ada tidak cukup menampung banyaknya tamu. Rumah orang Betawi dulunya belum menggunakan ubin/tegel tapi tanah yang dikeraskan/dipadatkan  sedemikian rupa. Tanah ruang beranda dan ruang tamu disebut gejogan yang setiap minggu dipoles agar licin dan ditaburi tai gergajian. Gejogan ini sedemikian dinginnya dan jika ada tamu rebahan langsung pules atau tertidur lelap. Di risplang dipasang ragam hias gigi balang atau ragam hias flora dan fauna lainnya.  Di atas risplang pasangan genteng yang menjorok ke depan tempat air hujan mengucur jatuh ke  cericipan (ada juga yang menyebut cericikan). Dari cericipan  dibuat selokan kecil menuju got di pinggir jalan.

Halaman rumah yang luas dengan jalan besar atau jalan raya  dibatasi dengan pagar, disebut pager jaro. Tingi pagar ini sekitar satu meter dan dibuat dari bambu yang disusun sedemikian rupa sehingga jika ada aktifitas keluarga di beranda dapat terlihat jelas. Di jaro biasanya menjalar pohon saga, pohon sirih dan pohon teleng yang bunganya berwarna ungu. Ketiga jenis pohon ini merupakan bahan utama obat-obatan, seperti sariawan, demam, batuk, dan lain-lain.  Untuk menyembuhkan penyakit mata khususnya mata bayi, bunga teleng direndam dan air rendamannya digunakan untuk tutuh. Atau di pagar itu ditanami pula pohon prampun (asparagus).  Selain dibuat dari bambu, pagar dibuat juga dengan menanam pohon perdu seperti uribang, kemuning, bluntas, sugi, andong, mangkokan, dan lain-lain.

Di halaman rumah orang Betawi biasa ditanam pohon delima dan beberapa jenis pohon lain seperti nona, belimbing, jambu klutuk, jeruk bali, dan seri. Di pojok halaman ditanam pohon kelor. Pohon kelor dianggap sebagai penangkal ilmu hitam yang dikirim orang jahat dengan memanfaatkan media teluh. Di depan rumah sebelah kanan atau kiri dibuat lobang tempat membuang sampah dan dapat pula dimanfaatkan menjadi tabunan. Gadis remaja atau anak-anak perawan biasanya pagi – sore akan menyapu halaman dan sekitar rumah. Sampah yang berupa aram (daun-daun kering) dimasukkan ke pengki lalu dibuang ke tempat sampah dan dibakar. Pembakaran sampah ini disebut nabun. Dahulu ada pula kebiasaan meletakkan tempayan atau kendi di dekat pintu gerbang rumah. Ini dimaksudkan jika ada musafir yang liwat dan kehausan dapat berhenti di sini kekadar minum atau membasuh muka dan kakinya.

Sebelum ada tanah wakaf kuburan, orang Betawi umumnya mengubur keluarga yang meninggal di halaman samping sebelah kanan. Jika kita memasuki perkampungan Betawi akan sangat banyak ditemui kuburan di samping rumah sebelah kanan.

Di samping rumah dibuat jemuran baik untuk menjemur pakaian atau menjemur emping ninjo dan bahan makanan lainnya. Sebelum tali rafia (plastik) digunakan, orang Betawi membuat tali dari kedebong pisang batu dan dijemur dijejerkan pada jemuran ini. Di samping rumah dekat dapur atau di emperan dibangun gubuk kecil sebagai lumbung tempat penyimpanan padi atau gabah, jagung, gaplek, dan biji-bijian untuk bibit (benih)  seperti bibit oyong, ketimun, ketimun suri, kacang panjang, kacang tanah, bayam, pepaya, dan lain-lain. Apabila bibit ini  tidak disimpan di lumbung, akan digantung di para-para bambu yang dibuat di ruang dapur. Di lumbung disimpan juga peralatan pertanian seperti pacul, pacul cangkrang, pacul garpu, garu, bangkil, pancong, parang, kampak, blencong, cangkram, linggis, alat luku, pengki, naya, keranjang, bronjong, kreneng, susug, bubung, kepis, lumpang, dan juga kayu bakar. Dapur (artinya ruang dapur) rumah orang Betawi sangat multi fungsi dan luas. Di dapur selain ada dapur itu sendiri ada pula grobog untuk menyimpan bumbu-bumbu, rempah-rempah dan makanan matang. Ada setèlèng (rak piring) dan meja tempat meletakkan kendi, ketel, teko, eskan, dan  bokor serta gelas. Ada pendaringan, tempayan, dangdang, kenceng, paso, kuali, pengulekan, bakul, kukusan, tampah, tenong, lesung, pane, dan lain-lain. Ada pula bale plupuh terbuat dari bambu yang dipecahkan sebagai tempat makan bersama dan kongkou.

Bagi yang memelihara ternak seperti kambing, kerbau, sapi, kuda, ayam, di belakang rumah yang jaraknya lebih kurang 20 meter dari sumur dibangun kandang. Kandang kambing, sapi, dan kuda dilengkapi dengan dongdang, kombongan/gombongan, sundung, cangklekan, dan lain-lain.  Orang Betawi memelihara ternak untuk dimakan dagingnya, tapi ternak sapi untuk dikonsumsi dan dijual susunya. Susu hasil ternak orang Betawi pada dasawarsa 60-an dan 70-an sangat terkenal dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Jakarta.

Hal yang amat penting lagi yaitu membuat sumur dan kakus. Ada tiga model sumur yang dibikin orang Betawi : sumur kerek, sumur gantung/sengget/senggot dan sumur engkol. Orang Betawi biasanya membuat sumur di samping rumah sebelah kiri. Ada beberapa cara untuk menentukan letak sumur. Pertama dengan menepuk-nepuk sekitar tanah di lahan yang dimaksud, jika bunyi atau suara tepukannya menadakan tanah padat, di situlah digali sumur. Kedua dengan menggelindingkan tampah. Di tempat tampah berhentilah digali sumur. Cara ketiga adalah dengan melihat rumput berembun di pagi hari terutama bila di situ ada rumah galanggasi. Rumput berembun yang ditempati galanggasi biasanya tempat subur dan menyimpan sumber air yang baik.

Setelah lokasi sumur ditemukan, dipanggillah tukang gali sumur (biasanya tiga orang). Dulu tukang gali sumur biasanya juga tukang gali kubur karena fisik mereka cukup kuat. Sekarang ini tukang gali sumur (juga tukang sumur bor) sering keliling kampung menawarkan jasa terutama di musim kemarau dan mereka berasal dari daerah Pantura. Perlengkapan tukang gali sumur adalah pacul, linggis, tambang dadung, kerekan, ember, dan pengki. Mereka mulai kerja pukul tujuh pagi, istirahat saat shalat zuhur, dan diteruskan lagi sampai pukul lima sore. Saat pekerja naik istirahat di lobang sumur diletakkan lampu minyak tanah. Jika pekerjaan akan dimulai lagi dan lampu kedapatan mati maka ini sebagai tanda sumur itu tidak baik karena dianggap ditempati mahluk halus. Kemungkinan besar sumur dibatalkan dan diuruk. Akan dicari lagi tempat baru. Begitu seterusnya.

Selain membikin sumur baru, dapat pula dimanfaatkan sumur yang ada tapi sudah lama tidak digunakan yang disebut sumur mati. Bila ingin mengaktifkan atau menggunakan sumur mati dilakukan cara khusus. Sebelum sumur diperbaiki dan dipakai terlebih dahulu dimasukkan ayam jago di kurungan ke dalam sumur. Setelah beberapa saat ayam jago itu ditarik ke atas. Bila ayam jago itu masih segar, otomatis sumur bisa dipakai lagi. Bila ayam jagonya ngap-ngapan atau mati, maka sumur tidak boleh dipakai karena dianggap ada penunggunya. Namun sumur mati masih bisa dipakai setelah penunggunya diusir. Caranya dengan memasang serenteng petasan (kira-kita satu meter) atau dengan memasukkan obor (dengan cara menaik-turunkan) dan membuat tabunan di dalamnya.

Namun itu semua sebenarnya karena dahulu orang Betawi tidak mengetahui tentang kandungan gas beracun yang ada dalam tanah. Lampu yang mati atau ayam jago yang mati itu sebenarnya tidak tahan terhadap kekuatan gas beracun itu. Memang amat bijaksana membatalkan membuat sumur yang di dalamnya mengandung zat beracun.

Jika sumur sudah selesai, lingkarannya dipasang semenan bata merah setinggi pinggang orang dewasa dan  dibuat tiang di kiri-kanan, dipasangi kerekan, dilengkapi tambang dadung dan diujung tambang dadung atau tambang karet diikatkan ember lalu diujung tambang yang lain diikatkan bandulan sebagai pemberat. Kalau sumur sengget dibuat tiang yang diujung atas tiang dibuatkan senggot (penyanggah) untuk meletakkan bambu yang disebut kecuat sebagai penghubung dan tempat pengikat bambu sengget dan balu (pemberat pada ujung kecuat belakang).

Sumur belum dapat dimanfaatkan secara penuh kalau tidak ada kamar mandi. Kamar mandi 2 x 2 meter berbentuk persegi empat terbuat dari pagar gedek bambu, yang sudah diukur dan dinamakan pager kajang. Orang Betawi tidak menggunakan bak mandi, tapi digunakan padasan  (terbuat dari kayu berbentuk bulat dan dibuat lobang pada sisi bawah sebagai tempat keluar air memancur) untuk menampung air. Di sini disediakan pula tahang (tahang terbuat dari kayu berbentuk bundar sekarang bentuknya serupa dengan bak bundar yang terbuat dari plastik) sebagai tempat penampungan air atau merendam cucian. Di tahang disediakan gayung dari batok kelapa sebagai alat penyiduk air. Di sekitar sisi kamar mandi biasanya ditanami pohon mangkokan, kumis kucing, katuk, andong, sugi, pandan dan pohon obat-obatan lainnya.

Sebagai tempat pembuangan air kotor, dibuat comberan yang jauhnya lebih kurang 15 meter dari sumur. Comberan dibuat persegi empat dengan ukuran 3 X 3 meter atau disesuaikan dengan lahan yang ada. Dari sumur (kamar mandi) ke comberan dibuat selokan pembuangan air. Bagi orang Betawi comberan ini digunakan pula sebagai tempat ternak ikan lele, gurame, sepat, dan mujair. Dimanfaatkan pula sebagai tempat merendam kayu (seperti telah dijelaskan di atas). Comberan orang Betawi ini jangan diidentikkan dengan comberan masa kini yang jadi tempat bersemayamnya segala macam bibit penyakit. Comberan Betawi sangat bersih sehingga ikan-ikannya dapat terlihat dengan jelas dan anak-anak dapat memancing dan main perau-perauan. Di pinggirnya dipagari bambu dan ditanami pohon pisang batu, kimpul, angsana atau jali-jali. Pohon jali-jali sebenarnya tumbuhan liar yang hidup di pinggir kali atau kalenan.

Jamban atau WC sangat penting segera dibikin dan seyogyanya berbarengan dengan pembuatan sumur. Letak jamban berada paling belakang atau paling pojok dari kebun. Modelnya adalah jamban cemplung.  Bentuknya seperti sumur atau segi empat namun kedalamannya sekitar 5 meter. Lobang jamban seluruhnya ditutup dengan kayu  atau bambu kecuali di tengah-tengah diameter lobang tidak ditutup sebesar 30 cm X 15 cm sebagai tempat jongkok nyemplungin hajat.

Dulu ada kebiasaan orang-orang di daerah pinggiran kalau mau buang hajat tidak di jamban tetapi di batas kebunnya (paling belakang) dengan kebun tetangganya. Demikian pula dilakukan oleh tetangganya. Di batas itu mereka buang hajat dengan menggali tanah dan setelahnya ditutup kembali. Ini dilakukan dengan maksud membuat batas kebun dengan tumbuhan keras seperti rambutan, kecapi, jamblang, kokosan, duku  dan sebagainya. Mengapa begitu? Karena dahulu orang Betawi jika makan buah-buahan (rambutan asem, rambutan nyonya, kecapi, kokosan, jamblang) bijinya langsung ditelan. Emplok (biji) buah bacang, kuini, atau biji duren memang dengan sengaja dibuang di batas kebun. Jadi batas kebun itu jelas terlihat dari tumbuhan pohon-pohonan itu yang dahulunya adalah kotoran sang pemilik kebun. Pohon-pohon ini kalau besar disebut puun laki, karena rasa buahnya asem dan kalau – misalnya – ia rambutan, maka buahnya  tidak nglotok. Puun laki ini sengaja dipelihara sampai besar dan tua dan nanti batang kayunya digunakan sebagai bahan bangunan. Selain itu batas kebun ditanami juga nanas merah, sereh, laos/lengkoas, kunyit, jarak, jaran, ujan, dadap, dan pete cina.

Di daerah pertanian, biasanya dibikin jamban di atas empang tempat menternak ikan tawes, gurame, emas, mujair, gabus, lele, dan lain-lain. Jamban ini disebut jeramba. Memang dulu biasanya orang Betawi seharian ada di sawahnya bila sedang bertani. Di sawah pertanian itu biasanya terdapat entuk (mata air) dan didekatnya di buat kobak tempat mandi. Di dekat kobak dibangun gubuk kecil tempat istirahat, makan dan shalat. Gubuk ini digunakan pula sebagai pos jaga burung jika sedang musim nyawah alis musim menanam padi. Sedangkan kebutuhan makan siangnya disuplai/diantar dari rumah dan tugas mengantar makanan ini adalah anak atau istrinya. Jika sawah pertaniannya lebih dekat ke sungai, dibikin pula perlengkapan mandi dan buang hajat di atas sungai.

Bila rumah benar-benar telah selesai, pemilik rumah pun tidak buru-buru menempati rumahnya. Harus terlebih dahulu diadakan upacara selamatan rumah baru. Tetangga yang diundang khususnya adalah mereka yang membantu kerja bakti membangun rumah. Tujuan selamatan ini sebagai ungkapan dan ucapan terima kasih kepada semua yang membantu dan memohon keselamatan kepada Allah bagi seluruh penghuni rumah. Setelah selesai pembangunan maka direncanakan upacara pindah rumah.

 

Check Also

MALEM TUTUP BUKU

MALEM TUTUP BUKU

Malam Nisfu Sya`ban Tahukah anda bagaimana cerita panjang mengenai Bulan Sya`ban ? Jika dilihat hingga …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *