Oleh : Tim Litbang Lembaga Kebudayaan Betawi
LAKON RAJUNA/ARJUNA BERULAH (Bagian 5) – Muhammad Bakir aktif menulis atau menyalin karya sastra antara 1884-1906, menghasilkan tidak kurang 14 manuskrip hikayat bertema wayang. Lakon Rajuna yang diturunkan di web LKB ini salah satu dari itu. Manuskrip ini hasil transkrip dari naskah Hikayat Wayang Arjuna. Selamat menikmati kisah Arjuna.
Setelah Batara Guru dan Narada, Pendeta Doma, Prabu Jenggala, serta Ratu Ngastina mengetahui bahwa yang berbicara itu Rajuna, mereka sangat malu. Dengan demikian mereka terus menghilang tidak ketahuan ke mana perginya. Oleh karena kesombongan Rajuna itu, alam dunia dan alam kayangan menjadi bergoncang seakan-akan seperti hendak kiamat.
Diceritakan bahwa negeri Jenggala sangat sunyi. Yang masih tinggal di istana hanyalah Arya Jayasena (Bima Araya Rupatala Mandalagiri), serta Sakula dan Sadewa. Pada waktu itu, Sang Bima dengan marahnya pergi bersama dengan kedua adiknya hendak mencari Rajuna.
Setelah Sang Bima sampai di negeri Kelamburan Gangsa, ia bertemu dengan kedua anaknya, Sang Minantawan dan Sang Mintada sedang berperang melawan Prabu Jenggala, Pendeta Dorna, dan Ratu Ngastina. Sang Bima membantu kedua putranya sehingga ketiga orang Kurawa itu lari tunggang-langgang karena sangat takut dikejar oleh Sang Bima. Kemudian Sang Bima pergi, melanjutkan perjalanannya menuju negeri Alengkadirja. Di sana pun ia bertemu dengan Gatotkaca, Antarja, dan Bimantawan sedang mengejar Prabu Jenggala dan Pendeta Dorna. Dengan adanya peperangan yang terjadi di negeri Lebur Gangsa dan Alengkadira, rakyat kedua negeri itu menjadi kalang-kabut karena amukan Sang Bima. Oleh karena itu, rakyat Kurawa menjadi bingung. Ke mana saja mereka lari selalu bertemu dengan amukan dan kejaran Rajuna. Dengan demikian, mereka sepakat minta perlindungan kepada Raja Ngamarta. Rajuria rus mengejar mereka ke negeri Ngamarta. Akan tetapi, Rajuna sampai lebih dulu daripada mereka. Di sana Rajuna disambut air mata dan kasih sayang oleh keluarganya.
Setelah Ratu Jenggala, Pendeta Dorna, dan para pengikutnya sampai di negeri Ngamarta, keempat satria penjelmaan Rajuna (Sukma Rasa, Sukma Wama, Sukma Jenis. dan Sukma Macan) kembali ke Suralaya di sana mereka bercumbu-rayu lagi dengan para bidadari.
Semua musuh Rajuna datang menghadap Ki Darma Aji dan mereka mohon agar Rajuna dihukum mati karena sangat sombong. Rajuna dipanggil oleh Ki Darma Aji. Sebelum Rajuna menjalani hukumannya, ia minta pendapat kepada Lurah Semar yang mengatakan bahwa Rajuna itu harus menjalani hukuman mati karena hal itu merupakan suatu bukti bahwa Rajuna itu memang benar-benar mang sejagat, sejagat tiang lanang. Akan tetapi, sebelum Rajuna dihukum mati, Lurah Semar minta agar Rajuna diberi kesempatan untuk membuat sumur di belakang keraton Ngastina.
Setelah sumur di belakang keraton selesai dibuat, Rajuna dipenggal lehernya untuk ketiga kalinya disaksikan oleh para raja dan rakyat Ngamarta. Peristiwa pemenggalan kepala Rajuna ini dilakukan di tengah-tengah alun alun. Pada saat itu, turunlah hujan lebat selama empat puluh hari empat puluh malam sehingga alun-alun itu tergenang air menjadi sarupa dengan empang. Setelah hujan berakhir, maka datang musim kemarau yang berkepanjangan selama tujuh tahun.
Dengan demikian, di mana-mana orang mengalami kesulitan untuk mendapatkan air. Akan tetapi, di alun-alun tempat Rajuna dipenggal kepalanya, air tidak berkurang. Bahkan, makin bertambah banyak. Oleh karena itu, orang berduyun-duyun datang ke tempat itu untuk mengambil air dan mereka minum air itu. Setelah mereka minum, terjadilah suatu keajaiban bahwa setiap orang ataupun binatang yang minum air itu menjadi hamil, baik orang itu laki-laki maupun perempuan dan baik itu binatang jantan atau betina. (Bersambung Tamat)