Makruf Tukang Sol Sepatu (Bagian 27)

Makruf Tukang Sol Sepatu (Bagian 13)

Pengantar – Di ranah kesenian Betawi ada istilah Tukang Gesah yang tiada lain adalah Tukang Cerita. Pada pertengahan abad ke-19, muncul nama lain yaitu Sohibul Hikayat. Dan memang, ketika itu tumbuh dan dicintai kesenian Sohibul Hikayat ini. Seniman Sohibul Hikayat mendapat apresiasi atau ditanggap pada perhelatan masyarakat Betawi, khususnya untuk memeriahkan keriaan atau hajatan, terutama resepsi perkawinan, khitanan, dan sebagainya.

Rupanya seniman Sohibul Hikayat tidak dapat melayani banyak permintaan, sehingga muncul pengarang atau penyalin cerita hikayat. Kita kenal misalnya Muhammad Bakir yang menyalin dan mengarang cerita hikayat tidak kurang dari 70-an judul. Bakir menyewakan karyanya kepada khalayak. Ini menjelaskan kepada kita bahwa karya Bakir dibacakan di tengah khalayak. Artinya Tukang Gesah tidak lagi berkisah secara lisan cerita yang dihafalnya, tetapi sudah dengan membaca manuskrip karya Bakir.

Dalam novel Nyai Dasima (1896), ada menyebutkan tentang Sohibul Hikayat ini. Dasima yang galau dirayu dan dihibur  Samiun, dengan mengajaknya nonton pertunjukkan Sohibul Hikayat.

Sohibul Hikayat lalu lebih tersebar ke antero wilayah Batavia (masa kolonial) kemudian Jakarta (sesudah kemerdekaan) ketika Haji Ja’far lalu Haji Jaid dilanjutkan putranya ( Haji Ahmad Safyan Jaid) malang melintang ditanggap (sampai disiarkan di radio) membawakan Sohibul Hikayat.

Salah satu judul Sohibul Hikayat yang sering dibawakan oleh Haji Jaid dan Haji Sofyan Jadi adalah Ma’rup Tukang Sol Sepatu. Namun Cerita ini pun sudah ditulis ulang oleh Umar Djamil (PT. Dunia Pustaka Jaya, Tahun 1978), Selamat membaca.

Bagian 13 – Kemudian dilemparkannya permata itu ke muka Sauda gar Ali sehingga pecah jatuh ke lantai, karena permata itu tidak lain hanyalah beling biasa saja. Sebenarnya ia tak tahu. Hal itu dilakukannya hanya secara kebetulan saja….!

Tatkala baginda melihat hal itu percayalah baginda akan kebenaran Makruf. Sebab itu baginda berteriak kepada saudagar-saudagar lainnya, “Takkah kamu malu menuduh orang yang mulia ini? Apakah orang yang telah mendermakan uang sedemikian besar kepada fakir miskin bukan orang yang terhormat?” Kemudian diusirnya semua saudagar. saudagar itu, demikian pula saudagar Ali.

Raja bersabda kepada Makruf, “Janganlah engkau memperdulikan perbuatan mereka itu kepadamu. Sejak hari ini engkau akan menjadi tamuku sampai kafilahmu datang.” Saudagar-saudagar itu keluarlah sambil menangis. Sedangkan Makruf tinggal menjadi tamu dan mendapat kemuliaan dan raja.

Setelah makan tengah hari, bersabdalah baginda kepada Makruf, “Aku akan menyediakan sebuah kamar yang isti mewa bagimu dekat kamarku di istana. Akan kusuruh hamba sahayaku melayanimu sebagaimana mereka melayaniku.”

Maka Makruf berkata kepada raja itu, “Mudah-mudahan Allah membalas segala kebaikan Tuanku. Tetapi tak ada yang hamba minta selain hamba ditolong untuk berderma kepada kaum fakir miskin sebagaimana kebiasaan hamba tiap hari sampai kafilahku datang nanti.

Raja itu menyuruh wazirnya menyediakan uang dan harta berapa saja yang diminta Makruf.

Setelah sepuluh hari lamanya Makruf tinggal di istana, ia telah minta dari bendahara raja sepuluh ribu dinar tiap hari, dan dibagikannya kepada fakir miskin. Raja bersabda kepada wazimnya, “Belum pernah aku melihat orang derma wan yang begitu mulia seperti Makruf. Dan terpikir olehku akan mengambil ia menjadi menantu, sebab putri tunggalku sudah patut benar menikah dan aku tidak melihat orang yang lebih baik untuk suaminya selain Makruf.”

Sebenarnya wazir itu sudah menaruh hati kepada putri raja itu. Malah ia telah pernah melamarnya, tetapi putri itu menolak, karena ia telah tua dan terkenal sangat kikir. Maka tatkala wazir mendengar sabda raja demikian, timbullah marahnya, dan kemudian ia berdatang sembah, “Sesungguhnya hati hamba wahai Tuanku, tak pernah tenang semenjak kedatangan laki-laki asing ini. Kadang-kadang timbul syak wasangka hamba bahwa ia hanya seorang penipu belaka.”

Dengan murka raja menjawab, “Tetapi sebenarnya engkau lah pengkhianat yang tak menghendaki kebaikan bagiku. Yang menyebabkan engkau dengki dan iri kepada orang itu, dan engkau mencegah aku mengambilnya menantu, hanya lah kerena engkau ingin pula mempersunting putriku. (Bersambung)

Check Also

Buaya Buntung

Buaya Buntung

Cerita Rakyat Betawi Diceritakan kembali Oleh Rudy Haryanto Naskah disampaikan untuk mengikuti Sayembara Penulisan Cerita …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *