Makruf Tukang Sol Sepatu (Tamat)

Makruf Tukang Sol Sepatu (Tamat)

Pengantar – Di ranah kesenian Betawi ada istilah Tukang Gesah yang tiada lain adalah Tukang Cerita. Pada pertengahan abad ke-19, muncul nama lain yaitu Sohibul Hikayat. Dan memang, ketika itu tumbuh dan dicintai kesenian Sohibul Hikayat ini. Seniman Sohibul Hikayat mendapat apresiasi atau ditanggap pada perhelatan masyarakat Betawi, khususnya untuk memeriahkan keriaan atau hajatan, terutama resepsi perkawinan, khitanan, dan sebagainya.

Rupanya seniman Sohibul Hikayat tidak dapat melayani banyak permintaan, sehingga muncul pengarang atau penyalin cerita hikayat. Kita kenal misalnya Muhammad Bakir yang menyalin dan mengarang cerita hikayat tidak kurang dari 70-an judul. Bakir menyewakan karyanya kepada khalayak. Ini menjelaskan kepada kita bahwa karya Bakir dibacakan di tengah khalayak. Artinya Tukang Gesah tidak lagi berkisah secara lisan cerita yang dihafalnya, tetapi sudah dengan membaca manuskrip karya Bakir.

Dalam novel Nyai Dasima (1896), ada menyebutkan tentang Sohibul Hikayat ini. Dasima yang galau dirayu dan dihibur  Samiun, dengan mengajaknya nonton pertunjukkan Sohibul Hikayat.

Sohibul Hikayat lalu lebih tersebar ke antero wilayah Batavia (masa kolonial) kemudian Jakarta (sesudah kemerdekaan) ketika Haji Ja’far lalu Haji Jaid dilanjutkan putranya ( Haji Ahmad Safyan Jaid) malang melintang ditanggap (sampai disiarkan di radio) membawakan Sohibul Hikayat.

Salah satu judul Sohibul Hikayat yang sering dibawakan oleh Haji Jaid dan Haji Sofyan Jadi adalah Ma’rup Tukang Sol Sepatu. Namun Cerita ini pun sudah ditulis ulang oleh Umar Djamil (PT. Dunia Pustaka Jaya, Tahun 1978), Selamat membaca.

Bagian 30 – Makruf membuatkan istana tersendiri baginya lengkap dengan segala alat keperluannya. Putra Makruf sering berkunjung ke istana, tetapi perempuan itu benci kepadanya karena ia bukanlah anaknya, sehingga anak itu jijik pula kepadanya.

Makruf sedang tergoda pula oleh seorang gadis cantik. Tidak terpikir olehnya istrinya Fatimah, iblis betina itu, karena perempuan itu telah tua beruban dan berwajah jelek, lebih jelek dari ular melata, lebih-lebih karena perempuan itu telah membencanakannya.

Makruf tak menunjukkan minat sedikit pun juga kepada istrinya itu. Ia mau membantu istrinya itu tak lain karena kemurahan hatinya saja untuk mengharapkan kerelaan Allah semata.

Tetapi setelah Fatimah mengetahui hati suaminya itu dan melihat ia berkasih-kasihan dengan orang lain, maka timbul lah rasa cemburu dalam hatinya Kembali tergoda oleh iblis hendak mengambil cincin itu dan hendak membunuh Makruf untuk merebut mahkota kerajaan….

Pada suatu malam keluarlah ia dari istananya menuju ke istana Makruf. Kebetulan ketika itu Makruf sedang tidur dengan nyenyaknya dan telah menjadi kebiasaannya mencabut cincin itu dari jarinya dan meletakkannya di bawah. bantal, untuk memuliakan isim yang tertulis di cincin itu. Fatimah telah mengetahui lebih dahulu kebiasaan itu. Malam itu, ia berhasil masuk ke istana Makruf. Sewaktu Makruf sedang tidur, dengan hati-hati dicurinya cincin itu. Kebetulan waktu ia akan masuk terlihat oleh putra Makruf.

Anak itu berkata dalam hatinya, “Apa maksud perempuan ini datang dengan sembunyi-sembunyi ke istana ayahku, tentu ada maksudnya….

Kemudian diikutinya perempuan itu dengan diam-diam la memegang sebuah pedang. Pedang itu sering dibawanya bila ia pergi ke hadapan ayahnya.

Tatkala ia mengikuti perempuan itu, dicabutnya pedang itu dari sarungnya, lalu ia bersembunyi di balik pintu mengintip.

Didengarnya perempuan itu berkata, “Di mana cincin itu disimpan?”

Maka tahulah ia bahwa perempuan itu sedang mencari cincin.

Setelah cincin didapatnya, keluarlah ia dari kamar itu Melihat perempuan itu hendak menggosoknya, maka diangkatnya pedang dan dengan cepat diayunkannya ke leher perempuan itu. Perempuan itu berteriak satu kali, kemudian rubuh untuk selama-lamanya…..

Makruf terbangun dari tidurnya dan dilihatnya istrinya terhantar berlumuran darah, serta anaknya berdiri dengan pedang terhunus.

“Apakah yang telah terjadi hai, ananda?”

Diceritakannya semua apa yang terjadi. Makruf mengambil cincin yang ada di tangan istrinya itu kembali, dan ia berkata kepada putranya. “Engkaulah putraku yang sebenarnya, mudah-mudahan Allah akan menyelamatkan engkau dari dunia sampai akhirat karena ananda telah menyelamatkan ayahanda dari perempuan terkutuk ini. Memang inilah hukum yang setimpal untuknya.”

Tak lama kemudian raja Makruf mengutus seorang utusan. menjemput seorang petani yang menjamunya dahulu. Dan tatkala orang itu datang maka diangkatnya menjadi wazit, sebagai tangan kanannya dalam pemerintahan.

Kemudian Makruf menikahı pula dengan anak gadis wazir nya itu. Gadis itu cantik jelita, berbudi mulia dan tahu adab sopan-santun. Setelah cukup waktunya, maka dikawinkannya pula putranya dengan seorang gadis yang cantik, sehingga hiduplah mereka dengan bahagia dalam negara yang aman makmur.

Mahasucilah Tuhan yang Maha abadi, yang menguasai hidup segala mahluk! (Tamat)

Check Also

Makruf Tukang Sol Sepatu (Bagian 29)

Makruf Tukang Sol Sepatu (Bagian 29)

Pengantar – Di ranah kesenian Betawi ada istilah Tukang Gesah yang tiada lain adalah Tukang …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *