kebudayaan betawi – Samrah Musik Kebudayaan Betawi. Samrah berkembang di daerah Betawi pada tahun 1918 dan berawal dari kreativitas Dulmuluk nama teater Riau yang dulunya dikenal dengan Teater bangsawan. Atas dasar ini, sebagian besar pendukung musik ini berasal dari komunitas masyarakat kelas menengah keatas.
Samra berasal dari bahasa Arab samarokh yang berarti pertemuan informal atau pesta. Kata samarokh oleh orang Betawi disebut dengan Samrah atau Sambara. Musik samrah hanya lazim di wilayah budaya Betawi di Jakarta Pusat, antara lain Kemayoran, Sawah Besar, Tanah Abang, Cikini, Paseban, Tanah Tinggi, dan Petojo.
Alat musik yang membentuk samrah adalah harmonium, biola, gitar, dan rebana. Terkadang mereka juga dilengkapi dengan rebana dan kendang. Orkes Samra biasanya digunakan untuk mengiringi lagu dan tarian. Lagu-lagu yang dimainkan adalah Burung Putih, Pulau Angsa Dua, Cik Minah Sayang, Sirih Kuning, Masmura, Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang-lenggang Kangkung, dll.
Perkembangan
Ada berbagai versi asal muasal apa yang disebut dengan musik Samrah. Musik Samrah lahir di Betawi pada tahun 1918 dan berasal dari teater Riau Dulmuluk, yang dulunya dikenal dengan Teater bangsawan. Kemudian musik dikenal sebagai seni yang menyajikan cerita rakyat. Kesenian Samra dapat dikelompokkan menjadi empat periode yang menggunakan alat musik yang berbeda pada setiap periodenya. Musik samra digunakan untuk mengiringi lagu dan tarian.
Ada dua jenis kostum yang dikenakan oleh pemusik Samrah, pertama peci dan jas serta kain pelekat. Atau keduanya peci, kemeja sadariah dan celana batik. Saat ini, Jung Serong (ujungnya serong) sering dikenakan yang terdiri dari hiasan kepala yang disebut liskol, jas kerah tertutup dengan 1 warna solid dan kain batik yang dibungkus di bawah jas, dilipat miring, dan ujungnya menonjol ke bawah.
Penyebaran musik Samrah cukup terbatas di Kawasan Budaya Betawi Pusat di Jakarta Pusat, termasuk di Tanah Abang, Cikini, Paseban, Tanah Tinggi, Kemayoran, Sawah Besar dan Petojo.
Pendukung musik ini sebagian besar dari kalangan menengah, namun perkembangan seni ini semakin menurun dan mereka ikut serta dalam orkes lain, seperti Orkes Keroncong dan Orkes Melayu.
Personilnya adalah laki-laki, karena dalam Islam tidak diperbolehkan bagi seorang wanita untuk bergabung dengan seorang pria pada satu tahap. Pada tahun 1940-an, terutama pada masa pendudukan Jepang, Tonil samrah menghilang. Baru pada tahun 1950-an ia muncul kembali dengan nama Harmonium Orchestra. Setelah kemerdekaan, Tonil samrah direorganisasi lebih tepatnya dari segi sistem penampilan. Dikemas dan dipersiapkan dengan baik untuk pertunjukan teater. Pemain wanita diperbolehkan untuk menghidupkan kembali pertunjukan.
Dalam pertunjukan Samrah, ada 10 orang memainkan beberapa instrumen, seruling, arcordion, biola, drum, rebana, dan bass. Namun seiring berjalannya waktu dan modernisasi, instrumen keyboard juga mulai di gunakan. Hal costum penyanyi dan penari memakai kostum khas Betawi
Dalam pertunjukan samrah, terdapat 10 orang yang memainkan beberapa alat musik suling, arkordeon, biola, gendang, tamborin, serta bas betot. Namun seiring berjalannya waktu dan modernisasi, alat musik kibor juga mulai dipadukan. Ditambah penyanyi dan penari yang memakai kostum khas Betawi. [Arrominia]
Pencarian Berdasarkan Kata Kuncisamrah