LAKON MAHARAJA GAREBEG JAGAT (Bagian 12)

LAKON MAHARAJA GAREBEG JAGAT (Bagian 7)

Maharaja Garebeg Jagat – Tersebutlah seorang Penyalin dan Pengarang Sastra Melayu di Tanah Betawi pada abad 19. tinggal di Pecenongan, gang Langgar, Betawi. Ia adalah Muhammad Bakir bin Syafian bin Usman bin Fadli, yang lazim disingkat Muhammad Bakir. Beliau orang Betawi. Ayahnya dikenal dengan nama Syafian yang mempunyai nama kecil Cit. Ia adalah seorang pengarang juga. Dalam naskah-naskah, nama tersebut kadang dikenal dengan Cit Sapirin bin Usman bin Fadil. Ada keterangan yang menyatakan Muhammad Bakir memiliki anak tertulis dalam kolofon Hikayat Maharaja Garebeg Jagat. Mari kita baca Lakon Maharaja Garebeg Jagat.

Akhirnya Raden Samba hanya mampu mengutuki kelambatannya. Terbayang kemurkaan Arjuna pamannya, sendainya ia sampai mengetahui para punakawannya terbunuh. Raden Samba makin kebingungan.

Beberapa saat Raden Samba hanya mampu berdiri termangu. Ia ingin naik ke Suralaya untuk minta Dewata menghidupkan kembali para punakawan itu.Namun Raden Samba khawatir anjing hutan akan memakan jenazah mereka kalau ia pergi. Maka duduklah satria Jenggala itu, ia menunggu mungkin ada tukang kayu yang lewat, ia akan menitipkan jenazah itu sementara dirinya naik ke Suralaya.

Berhari-hari Raden Samba menunggu. Namun jangankan manusia, bahkan kera dan ular pun tak ada, yang datang hanya lalat dan agas yang mengerumuni mayat-mayat yang kian membusuk itu.

Alkisah pada saat itu Pendeta Dorna telah tiba di Astina. Guru ilmu perang itu tiba dengan membawa kemurkaan. Tak henti-henti ia mencaci maki dan. mencarut marut.

“Anak Prabu, hamba telah ditipu dan dihina oleh si Gareng,” rengek Dorna

pada Prabu Suyudana. “Hamba mohon anak prabu, hukum si Gareng keparat dan

saudara-saudaranya itu.”

“Saudaraku yang soleh, tenangkan hati Tuan,” bujuk Sangkuni. “Mengapa

pendetaku harus merepotkan anak Prabu?”

“Saudaraku patih yang gagah,” sahut Dorna. “Pada siapa lagi hamba dapat bermohon?”

Sangkuni tersenyum licik, ia menyarankan Pendeta Dorna untuk menulis surat pada Arjuna. Satria penengah Pandawa itu pasti patuh pada gurunya. Jadi Pendeta Dorna dapat meminta Arjuna memancung Gareng dan kedua kakaknya.

“He..he..he, saudaraku patih yang gagah,” Pendeta Dorna kegirangan. Tuan sungguh berhati mulia dan mahir bersiasat, hamba akan menulis surat itu,

he..he..he.”

Maharaja Garebeg Jagat – Syahdan pada saat itu, Batara Ludira tengah terbang memeriksa Mayapada.Setelah memberikan berkahnya pada yang tawakal dan azab pada yang durhaka, terbanglah ia kembali menuju Suralaya. Namun setiba di lereng Mahameru sang Batara melihat seorang satria dengan onggokan daging busuk.

“Hai satria?” sabda sang Batar. “Apa yang kau lakukan di sini?”

“Ampun Gusti pukulan,” sembah Raden Samba. “Hamba tengah tertimpa kemalangan.”

Maka berceritalah Raden Samba perihal Garubug, Anggalia dan Gareng hingga menemui ajalnya. Raden Samba memohon Batara Ludira untuk menghidupkan kembali anak-anak Semar itu.

Dalam lontar sastra Batara Ludira, ajal ketiga anak Semar itu belumlah sampai. Maka sang Batara pun mengambil bunga wijaya kusuma. Dengan percikan air kehidupan dari bunga itu, hiduplah para punakawan itu kembali.

Tersebutlah di istana kerajaan Amartapura. Sang Arjuna baru saja menerima surat dari pendeta Dorna. Betapa murka satria itu, mengetahui gurunya ditipu dan dihina Garubug dan adik-adiknya. Kepala ketiga anak itu harus dipancung dan dikirim pada pendeta Dorna.

Mendengar keputusan itu, kecutlah hati Semar. Dengan sedih Lurah Karang Tumaritis itu pergi meninggalkan Amarta. Semar ingin mencegah kepulangan anaknya.

Sementara itu, Raden Samba bersama Garubug, Angglia dan Gareng yang

telah dihidupkan kembali telah sampai di Amarta. Angkawijaya terkejut melihat kedatangan mereka. Putra tertua Arjuna itu memberitahukan bahwa Garubug dan

kedua adiknya akan dipancung.

“Apalah nasib kita ini den,” keluh Angglia. “Kalau memang sudah diputuskan, hamba hanya bisa menerima saja.”

“Lari sajalah Kakang bertiga,” ujar Angkawijaya. “Aku yakin, setelah hilang

murkanya Ayahanda pasti lupa pada keputusan itu.”

“Percuma kita lari,” sahut Garubug. “Siapa yang mampu lolos dari kejaran Den Arjuna?”

Maka Garubug dan adik-adiknya segera berdatang sembah pada Arjuna. (Bersambung)

Check Also

LAKON MAHARAJA GAREBEG JAGAT (Bagian 12)

LAKON MAHARAJA GAREBEG JAGAT (Bagian 10)

Maharaja Garebeg Jagat – Tersebutlah seorang Penyalin dan Pengarang Sastra Melayu di Tanah Betawi pada …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *