Hikayat Jaya Lengkara – merupakan karya sastra tulis melayu klasik Betawi, buah karya Muhammad Bakir. Beliau dan ketiga saudaranya dan Sapirin—yang sering juga disebut Guru Cit, adalah anggota keluarga Fadli yang aktif dalam proses menerjemahkan, menyadur dan penulisan. Tulisan ini disadur dari buku “Bunga Rampai Sastra Betawi”, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Propinsi DKI Jakarta Tahun 2002.
Semua yang menyaksikan hal itu terperanjat. Maharaja Daria Nusa segera menjatuhkan hukum pancung kepada saudagar yang jahat itu.
Nahkoda sahabat Cinda Biya kembali berlayar, sementara Cinda Biya menjadi pegawai istana. Sedang Jaya Lengkara, atas perintah Tuan Putri Ratna Kemala, diasuh di istana.
Setelah cukup besar Jaya Lengkara menjadi gembala. Sedangkan Putri Ratna Kemala yang amat cantik mendapat banyak lamaran dari para Pangeran dan raja-raja. Namun satupun belum ada yang mendapat perkenannya.
Suatu ketika saat Jaya Lengkara menggembalakan sapi-sapi istana ia berjumpa dengan Naga Pertala.
“Wahai Jaya Lengkara cucuku, bersediakah engkau jadi muridku,” tanya Sang Naga.
“Tentu Kakek, hamba bersedia.”
Sejak itu setiap hari Jaya Lengkara belajar berbagai Ilmu dan Naga Pertala.
Sementara itu di angkasa Jumantara sang Garuda terbang melayang. Dari bisik angin dan kelip gemintang, tahulah Garuda mengenai kecantikan ruan Putri Ratna Kemala.
“Țiada lagi putri yang lebih mirip dengan Tuanku Putri Mandu Dari selain Tuan Putri Ratna Kemala,” pikir Garuda.
Maka berputarlah Garuda terbang ke Negeri Carang Galina. Sesampatnya di perbatasan negeri itu Garuda menyemburkan api membakari desa-desa di perbatasan.
Orang-orang desa berlarian, banyak dari mereka yang mati terbakar. Para prajurit berdatangan, dengan gagah berani bertempur melawan Garuda. Namun mereka bukanlah lawan bagi sang raja hewan. Prajurit-prajurit berjatuhan gugur dalam melawan Sang Garuda.
“Hai para prajurit Carang Galina, kalian bukan lawanku,” ujar Garuda.
“Lekas enyah kalian dan katakan pada rajamu, aku hendak mengambil Putri Ratna Kemala.” Setelah berkata demikian Garuda terbang ke hutan.
Kepala pasukan perbatasan lekas memacu kudanya menuju ibukota kerajaan. Dihadapan Maharaja kepala pasukan datang menyembah. Diceritakannya peristiwa yang terjadi di perbatasan.
Hikayat Jaya Lengkara – Maharaja amat terkejut mendengar berita dari kepala pasukan. Beliau tahu betapa saktinya Garuda. Akhirnya Maharaja bersabda, “Prajurit, katakan pada Garuda untuk menunggu tiga bulan. Katakan padanya aku harus mempersiapkan diri dulu untuk putriku.”
“Daulat Tuanku,” sembah prajurit itu sambil undur diri dari hadapan Maharaja Daria Nusa, lalu secepat kilat sang prajurit memacu kudanya menuju hutan.
“Jadi ia minta waktu tiga bulan,” ujar Garuda saat dihadap oleh kepala pasukan Carang Galina.
“Baik, tapi ingatkan rajamu, kalau lebih tiga bulan putrinya belum juga
diserahkan padaku, akan kuhancurkan negeri ini.”
Maharaja Daria Nusa nyaris putus asa menghadapi persoalan ini. Akhirnya ia memertntahkan Patih menyebarkan surat ke berbagai negeri. Isi surat itu memohon bantuan untuk menghadapi Garuda. Barang siapa yang berhasil mengalahkan Garuda, apakah ia raja atau cuma tukang sabit rumput, maka ia akan dijadikan suami Tuan Putri Ratna Kemala. (Bersambung)