kebudayaanbetawi.com Laboratorium dan Lembaga Ketahanan Adat Istiadat Seni Budaya Betawi Website Resmi Lembaga Kebudayaan Betawi
Hikayat Jaya Lengkara – merupakan karya sastra tulis melayu klasik Betawi, buah karya Muhammad Bakir. Beliau dan ketiga saudaranya dan Sapirin—yang sering juga disebut Guru Cit, adalah anggota keluarga Fadli yang aktif dalam proses menerjemahkan, menyadur dan penulisan. Tulisan ini disadur dari buku “Bunga Rampai Sastra Betawi”, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Propinsi DKI Jakarta Tahun 2002.
Segera Patih Budi Salam menghimpun pasukan. Dalam sekejap Saja para ksatria dan para hulubalang telah berhimpun dengan laskarnya masing-masing.
Maharaja Bujangga Dewa keluar dari istana, di alun-alun telah sesak para prajurit. panji-panji perang dan umbul-umbul berkibar megah. atas kereta perang yang keemasan Maharaja Bujangga Dewa memimpin pasukan menuju Carang Galina.
Telik sandi Carang Galina telah melihat datangnya pasukan yang amat segera ia memberitahukan kepala pasukan. Kepala pasukan secepatnya memacu kuda memasuki kota. Maharaja Daria Nusa terperanjat mendengar berita buruk itu.
Segera Maharaja menitahkan para panglima untuk menghimpun pasukan. Sekejap saja para panglima telah menghimpun para ksatria dan para hulubalang beserta pasukan pengikutnya masing-masing.
Dipimpin oleh Maharaja Daria Nusa yang didampingi Jaya Lengkara, pasukan menuju perbatasan.
Sesampainya di perbatasan pasukan Bujangga Dewa telah menunggu. Mereka bersorak-sorai mengejek pasukan Carang Galina. Patih Budi Salam maju ke depan membawa panji-panji utusan.
“Wahai utusan, ada apa gerangan hingga Tuan datang dengan pasukan perang?” sabda Maharaja Daria Nusa.
“Mohon ampun wahai Paduka,” sembah Patih Budi Salam. “Hamba membawa pesan dari Maharaja Bujangga Dewa.”
“Katakanlah Tuan,” sabda Maharaja Daria Nusa.
“Ampuni hamba wahai Paduka, Maharaja Bujangga Dewa datang untuk meminta Tuan Putri Ratna Kemala dijadikan istrinya.”
“Tidakkah Maharaja Bujangga Dewa mengetahui, putriku telah menikah?”
“Hamba hanya menyampaikan pesan junjunganku wahai Baginda, apabila kehendak beliau tak terpenuhi maka Maharaja Bujangga Dewa akan memaklumkan perang.
“Katakan pada rajamu,” ujar Maharaja Daria Nusa menahan murka.
“Sungguh dirinya tak tahu malu. Sewaktu kami diserang Garuda, ia tak datang membantu. Kini suruhlah si pengecut itu pulang.”
Patih Budi Salam menyembah dan undur dari penghadapan Maharaja Daria Nusa. Pada Maharaja Bujangga Dewa, Patih itu menceritakan pembicaraannya dengan Maharaja Daria Nusa. Maharaja Bujangga Dewa sangat murka.
“Patih, bunyikan sangkakala perang!” seru Maharaja Bujangga Dewa.
Hikayat Jaya Lengkara – Sangkakala perang berkumandang. Dua pasukan berlompatan saling menggempur. Sorak-sorai para prajurit ditingkahi gemerjncing senjata berpadu dengan jeritan meregang nyawa. Medan tempur begitu gemuruh.
Pasukan Carang Galina mulai terdesak. Jaya Lengkara meniup sangkakala, pasukan Carang Galina mundur. Pasukan Bujangga Dewa bersorak-sorak mengejek.
Jaya Lengkara memacu kudanya memasuki medan perang. Maharaja Bujangga Dewa menghela kereta perangnya. Kibaran panji-panji perangnya begitu megah menantang.
“Engkaukah suami Ratna Kemala?” Tanya Maharaja Bujangga Dewa.
“Tak perlu banyak cakap Maharaja,” jawab Jaya Lengkara. “Marilah kita beradu kejantanan.”
Maharaja Bujangga Dewa menghentak keretanya seraya memutar tombaknya. Pertarungan berlangsung dengan sengit. Keduanya sama-sama gagah berani. Bunga-bunga api berpancar setiap kali senjata mereka beradu. (Bersambung)
