Hikayat Jaya Lengkara (Bagian 24)

Hikayat Jaya Lengkara (Bagian 24)

Hikayat Jaya Lengkara – merupakan karya sastra tulis melayu klasik Betawi, buah karya Muhammad Bakir. Beliau dan ketiga saudaranya dan Sapirin—yang sering juga disebut Guru Cit, adalah anggota keluarga Fadli yang aktif dalam proses menerjemahkan, menyadur dan penulisan. Tulisan ini disadur dari buku “Bunga Rampai Sastra Betawi”, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Propinsi DKI Jakarta Tahun 2002.

Maharaja Semboja sembuh. Sang maharaja memanggil Patih, “Hai Patihku,” sabda Maharaja. “Siapa orang yang telah membawakan obat untukku?”

“Daulat Tuanku,” sembah Patih. “Dia adalah ksatria perkasa całon menantu duli Paduka.”

Bagai tersengat Baginda mendengarnya, sejenak beliau terdiam

“Ketahuilah Paduka,” sembah Patih. “Berbagai pemberontakan yang terjadi di negeri ini harus segera dipadamkan. Kita membutuhkan kesaktian ksatria itu.”

Baginda hanya dapat mengangguk lemah. Beliau merasa dirinya tua. Patih segera undur dari balai penghadapan.

Pernikahan agung segera dilaksanakan. Pesta besar-besaran dilangsungkan. Patih Bantar Keling sengaja menyebar berita Tuan Putri. Ismaya Cindra bersanding dengan ksatria sakti Raden Makdhim.

Usaha Patih Bantar Keling membuahkan hasil. Tuan Putri tak lagi bersedih. Berita kesaktian Raden Makdhim yang dibesar-besarkan ampuh meredam pemberontakan.

paseban yang agung kemaharajaan jin Islam. Maharaja Johan Palagi tengah dihadap oleh Raden Makdhum. Pangeran Bujangga Dewa itu memohon izin untuk pulang menemui ayah bundanya.

“Baiklah Putraku,”sabda Maharaja. “Pulanglah kau bawa istrimu serta.”

“Daulat Ayahanda,” sembah Raden Makdhum. “Perintah Ayahanda hamba junjung tinggi.”

Hikayat Jaya lengkara – Saat fajar menyingsing, iring-iringan Raden Makdhum beserta Tuan Putri Nilawati beranjak meninggalkan ibu kota.

Istana peristirahatan Maharaja Semboja di Gunung Camar. Raden Makdhim dan Tuan Putri Ismaya Candra tengah berkasih-kasihan. Keduanya berkuda di padang-padang luas di sekeliling istana.

“Adinda,” ujar Raden Makdhim. “Tahukah Adinda kalau pernikahan kita yang kurang disetujui Paduka Maharaja?”

“Janganlah Kanda berkecil hati,” jawab Tuan Putri. “Biar bagaimana pun Adinda ikhlas menjadi istri Kanda.

“Aku tetap berkecil hati Dinda,” cetus Raden Makdhim seraya tersenyum.

“Aku tahu Kanda pasti menginginkan sesuatu.”

“ya, aku ingin melarikan Adinda.”

“Untuk apa lari, bukankah kita sudah menikah?”

“Tapi Kanda ingin membawamu lari,” sahut Raden Makdhim seraya tersenyum.

Tuan Putri Ismaya Cindra tersenyum, ia mahfum suaminya tentu mempunyai sebuah siasat licik.

“Baiklah Kanda,” ujar Sang Putri. “Larikanlah Adinda.”

Maka berpaculah keduanya di atas kuda masing-masing. Keduanya berpacu tanpa henti menuju ke arah selatan. Tuan Putri Ismaya Cindra tak tahu kemana tujuan suaminya, tetapi berkelana berkuda bersama orang yang dikasihinya sungguh menyenangkan.

“Raden Makdhim pulang lah” teriak orang di gerbang kota. Riuhlah orang-orang berteriak-teriak menyambut kedatangan sang Pangeran.

“Ampun Paduka,” sembah seorang prajurit yang datang tergopoh-gopoh. “Tuanku Pangeran bungsu telah pulang.” (Bersambung)

Check Also

Bahasa Betawi Memperkuat Identitas Betawi

Bahasa Betawi Memperkuat Identitas Betawi

Oleh Yahya Andi Saputra   Tukang sulap menjadi kalap, Jalan gelap pasang pelita, Mohon maaf …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *