Wilayah Geografi Dan Budaya Betawi

Wilayah Geografi Dan Budaya Betawi

kebudayaan betawi – Wilayah geografi merupakandaerah tempat berdiam suatu suku bangsa. Tempat berdiam itu berbatas dengan tempat berdiam suku bangsa lain yang biasanya dibedakan dengan bahasa pergaulan yang dipergunakannya.

Dimanakah letak wilayah tempat berdiam orang Melayu Betawi? Orang Melayu Betawi berdiam di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Geografinya terletak di antara batas-batas sebagai berikut: sebelah barat Sungai Cisadane, sebelah timur Sungai Citarum, sebelah selatan kaki Gunung Salak, dan sebelah utara Laut Jawa.

Jadi wilayah tempat orang Betawi berdiam itu meliputi daerah Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Banten, dan Provinsi Jawa Barat. Perinciannya sebagai berikut : Propinsi DKI Jakarta, Provinsi Banten (Kabupaten Tangerang, Kotamadya Tangerang, Kota Tangerang Selatan), dan Provinsi Jawa Barat (Kabupaten Bekasi, Kotamadya Bekasi, Kota Depok, sebagian daerah Kabupaten Bogor, beberapa kawasan di Kabupaten Karawang).

Secara administratif orang Betawi ada yang menjadi penduduk DKI Jakarta, penduduk kabupaten Tangerang, penduduk kotamadya Tangerang, penduduk Kota Tangerang Selatan, penduduk kabupaten Bekasi, penduduk kotamadya Bekasi, penduduk kota Depok, penduduk Kabupaten Bogor, dan penduduk beberapa area di Kabupaten Karawang.

Wilayah kebudayaan Betawi meliputi daerah dimana terdapat orang Betawi berdiam. Di wilayah tempatnya berdiam itu mereka bercakap-cakap dalam bahasa Betawi. Melazimkan melakukan tradisi kebetawian secara turun-temurun. Pada wilayah kebudayaan Betawi yang membentang timur-barat dan utara-selatan, diperkaya dengan varian subkebudayaannya. Subkebudayaan itu meliputi: Subwilayah kebudayaan Betawi Pesisir, yang melahirkan karater budaya bahari; Subwilayah kebudayaan Betawi Tengah, yang melahirkan karakter budaya populer; dan Subwilayan kebudayaan Betawi Pinggir, yang melahirkan karakter budaya agraris..

Ada yang berpendapat penduduk Betawi itu majemuk. Artinya, mereka berasal dari percampuran darah pelbagai suku bangsa dan bangsa-bangsa asing. Pendapat ini tidak seluruhnya benar, karena penduduk Betawi ada yang berdarah asli. Kemudian, siapakah penduduk asli Betawi itu? Yang pasti penduduk asli Betawi adalah penduduk Nusa Jawa sebagaimana orang Sunda, Jawa, dan Madura. Memang tidak menutup kemungkinan ada percampuran darah dengan bangsa asing, karena perkawinan,di zaman kekuasaan VOC dan Hindia Belanda yaitu tahun 1619-1942. Sedangkan menurut hasil penggalian Ahli Kepurbakalaan, orang Betawi telah mendiami Jakarta dan sekitarnya sejak zaman batu baru yaitu 1500 Sebelum Masehi.

Penduduk asli Betawi adalah penduduk Nusa Jawa. Dahulu kala seluruh penduduk di Nusa Jawa merupakan satu kesatuan budaya. Bahasa, kesenian, dan adat kepercayaan mereka sama. Kemudian mereka menjadi suku bangsa sendiri-sendiri karena berbagai sebab. Sebab pertama

munculnya kerajaan-kerajaan di zaman sejarah. Sebab kedua, kedatangan penduduk dari luar Nusa Jawa. Dan sebab ketiga perkembangan kemajuan ekonomi daerah masing-masing.

Penduduk asli Betawi adalah penduduk yang mendiami daerah Jakarta dan sekitarnya  sejak zaman dahulu. Sejak berabad-abad daerah Jakarta dan sekitarnya masuk wilayah kekuasaan kerajaan-kerajaan (Salakanagara, Tarumanagara, Sriwijaya, Pakuan Pajajaran), dan kolonial (Belanda dan Jepang). Penduduk asli Betawi adalah rakyat dari kerajaan-kerajaan dan kekuatan penjahanan itu.

Secara historis, perkembangan masyarakat Betawi harus dilihat dari lapis-lapis atau kurun waktu masa hidupnya. Pada lapis-lapis itulah dapat diketahui proses perjalanan menjadi benar- benar Betawi. Dalam penelisikan penelitian ini, paling tidak dapat dikenali empat lapis atau kurun kehidupan orang Betawi.

Pertama : Lapis Awal didasarkan pada abad ke-5 sebelum masehi sampai berakhirnya kekuasaan Tarumanagara. Kekuasaan Sriwijaya mendominasi kawasan ini. Wujud peradaban atau kebudayaan etnik Betawi sudah jelas. Penyebutan nama suku belum ada, disebut saja Manusia Proto Melayu Betawi.

Kedua : Lapis Tengah Lokal dimulai ketika Kerajaan Pajajaran berkuasa (Sunda Kelapa) sampai Fatahillah mendirikan Jayakarta. Pada lapis ini menyembul wajah baru hasil perbauran antar etnis lokal yang hidup di Jakarta.

Ketiga : Lapis Tengah Kolonial mulai 1619 tatkala Jayakarta hancur dan berdiri kota Batavia. Pembauran kian masip. Serapan berbagai kultur kian kuat, termasuk seni populer. Pada lapis ini, mengikuti pertubuhan kota, masyarakat digiring hidup di tengah mengikuti konsep pembangunan perkotaan dan infrastrukturnya.

Keempat : Lapis Mutakhir mulai pasca kemerdekaan. Lapis ini memperteguh lapis sebelumnya memperlihatkan pola atau pranata modern mengikuti dinamika global. Saling serap,

saling terima, saling tolak, saling menjauh, saling mendominasi, dan seterusnya. Puncak menyatu berbagai unsur timur timur, timur barat menjadi bangunan kultur Betawi.

Meskipun ini menguraikan lapis demi lapis, realitasnya tidak berlapis-lapis. Etnik inti Jakarta, yaitu Betawi, tetap mandiri dan tunggal dalam kulturnya.

 

Hasil temuan arkeolog, baik temuan yang merupakan hasil laporan masyarakat berupa benda-benda arkeologis secara tidak sengaja, maupun temuan hasil ekskavasi (penggalian) pada situs-situs yang diperkirakan menyimpan peninggalan masa lalu serta hasil pencatatan yang dilakukan oleh Dr. Th. Vander Hoop pada tahun 1914, menunjukan bahwa +/- 3500-3000 tahun lampau atau pada masa Batu Baru (Neolithikum) di wilayah Jakarta dan sekitarnya tersebut telah didiami oleh kelompok manusia.

Manusia itu dikenal dengan sebutan Proto Manusia Melayu Betawi. Pada abad-abad kemudian dikenal dengan sebutan Manusia Betawi, etnik yang mendiami Pulau Jawa bagian barat utara.

Temuannya berupa kapak batu, beliung, pahat batu lain-lainnya dibeberapa tempat/kampung, seperti: Pasar Minggu, Tanjung Timur, Salak Pesing, Sukabumi, Cililitan, Sunter, Condet, Jatinegara, Kranggan, Karang Tengah, Pondok Gede, Karet, Kebayoran, Gedong Ijo, Pasar Jumat, Pondok Jengkol, Klender, Tanah Abang, Pondok Betung-Ciputat, Kebayoran Lama, Kebon Sirih, Cawang, Cipayung, Pondok Pinang, Pulo, Jatinegara, Kebon Nanas, Kebon Pala, Rawa Belong, Cibungsu Jatinegara, Cinere, Rawa Lele, Kali Abang Bekasi, Kelapa Dua, Lenteng Agung, Cilincing dan lain-lain.

 

Kapak batu atau pahat oleh masyarakat setempat sering disebut dengan Gigi Geledek. (Uka Tjandasasmita & SZ Hadisucipto. Jakarta Raya dan sekitarnya: Dari Zaman Prasejarah Hingga Kerajaan Pajajaran. Pemda DKI Jakarta, Dinas Museum dan Sejarah, 1977).

Kampung merupakan kesatuan manusia yang memiliki empat ciri: interaksi antar warganya, adat istiadat, norma-norma hukum dan aturan khas yang mengatur seluruh pola tingkah lakunya (Koentjaraningrat, 1990). Berdasarkan pendapat itu, maka secara tidak langsung terdapat jenis kampung-rumah adat dan non adat. Kampung dan rumah adat warganya masih menjalankan teguh tradisi leluhur secara turun temurun, sedangkan non adat sebaliknya.

Pada lapis-lapis historis, wilayah geografis, dan wilayah budaya itu kuliner Betawi berkelindan dan berproses membentuk dirinya. Dalam proses itu terjadi percampuran aneka tradisi dan pengetahuan tradisional berbagai suku dan bangsa. Tatkala sudah menjadi bentuk obyektifnya, uliner itu tdak dapat diuraikan atau dipisah-pisahkan lagi mana unsur suku dan bangsa lain, tetapi sudah menjadi satu yang utuh. Tidak dikenal lagi unsur Jawa, Sunda, Tionghoa, Arab, India, dan sebagainya.[Rudy_Albdr]

Pencarian Berdasarkan Kata Kuncihttps://www kebudayaanbetawi com/778/wilayah-geografi-dan-budaya-betawi/

Check Also

Lubang Buaya

Lubang Buaya, Saksi Bisu G30S PKI Dan Pembunuhan 7 Jenderal

kebudayaan betawi – lubang Buaya. Jakarta Timur adalah bagian dari sejarah kelam bangsa Indonesia. Di lokasi …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *