Ciri-ciri Wayang Kulit Betawi

Ciri-ciri Wayang Kulit Betawi

Oleh : Tim Litbang Lembaga Kebudayaan Betawi

Ciri-ciri Wayang Kulit Betawi – Sebagai sebuah kesenian rakyat, ciri utama kesenian wayang kulit Betawi adalah serba sederhana dalam segala hal. Sehingga dalam alam sekarang yang menghendaki serba gemerlap, ada kesan kumuh dan ketinggalan zaman. Namun beberapa grup wayang kulit Betawi sekarang sudah mulai tampil agak perlente, dan semoga hal ini bukan hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat lahiriah. Baik busana dan tatarias yang bersifat lahiriah dan batiniah hendaknya tidak merubah hal-hal yang bersifat esensial yang membedakan kesenian wayang kulit ini dengan daerah-daerah lain, sebab dari sinilah nampaknya kesenian ini mencoba bertahan dari gempuran kesenian populer. Bertahan untuk tetap memiliki hak hidup.

Kesederhanaan wayang kulit Betawi dapat kita lihat dari segi musiknya. Gamelannya relatif sedikit yakni: terompet, dua buah saron, gedemung, tiga buah ketuk, kromong, gambang, gendang dan gong. Lagu-lagunya dibawakan secara instrumental dengan terompet sebagai instrumen melodinya. Apabila di Jawa Tengah pergelaran semalam suntuk terbagi menjadi pathet nem, pathet sanga dan pathet manyuro, di Betawi hanya mengenal patuk kenceng dan patuk kendor. Di Jawa memiliki ratusan gending, tapi Betawi hanya memiliki kurang dari 100 lagu.

(Kembali PERJALANAN WAYANG KULIT BETAWI).

Wayangnya sendiri juga amat sederhana dengan sunggingan dan teknik warna yang kurang halus, dan jumlahnya juga kurang dari 100 wayang. Lakon yang dibawakan lebih cenderung ke Mahabharata (jarang sekali membawakan Ramayana), yang sadurannya sering terlampau jauh dari sumber aslinya yakni Mahabharata India atau Jawa Kuno. Namun naluri kerakyatannya tetap tajam, sehingga dari segi filosofis ada beberapa lakon saduran setempat yang kualitasnya cukup baik. Uniknya, dalam membawakan satu lakon, antara satu dalang dengan dalang lainnya, tak pernah sama dalam alurnya, kecuali apabila mereka satu guru. Dalam wayang kulit Betawi tidak dikenal goro-goro, karena punakawan (Semar, Gareng, Dawala dan Cepot) bisa juga muncul sore-sore. Atau malah muncul di awal pertunjukan. Punakawan memang menjadi tokoh favorit dalang dan penonton sehingga perannya dalam sebuah lakon seringkali melebihi Pandawa dan Kurawa.

Kesederhanaan wayang kulti Betawi dalam segala hal merupakan kelebihan dan sekaligus kekurangan yang memerlukan takaran yang tepat dari pembinanya agar kesenian ini mampu bertahan terhadap tantangan zaman. Pada masa lampau di tengah masyarakat Betawi yang homogen, kesenian ini unggul dari segi kemampuan komunikatifnya terhadap lingkungannya. Namun pada masyarakat Jakarta sekarang yang sedemikian heterogen, kemampuan komunikasi timbal balik itu sudah sedemikian menurun, bahkan dengan generasi muda Betawi sendiri. Untuk mengikuti sepenuhnya selera pop kesenian ini tidak memungkinkan, dan bertahan dengan konversi lama yang beku juga akan menjauhkan diri dengan publiknya masa kini.

Check Also

LAKON MAHARAJA GAREBEG JAGAT (Bagian 12)

LAKON MAHARAJA GAREBEG JAGAT (Bagian 10)

Maharaja Garebeg Jagat – Tersebutlah seorang Penyalin dan Pengarang Sastra Melayu di Tanah Betawi pada …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *