Oleh : Tim Litbang Lembaga Kebudayaan Betawi
Pendidikan Pendalang (Bagian 2) – Sangat lazim, walaupun sekarang tidak seperti dahulu, apabila seorang dalang atau nayaga mengajak seorang atau lebih anak atau cucunya ikut dalam pertunjukan. Sebut misanya dalang Niin, sejak sangat kecil sering dibawa-bawa oleh ayahnya, ki dalang Neran. Kehadiran anak-anak kecil tidak dipersoalkan, perhatian tidak banyak diberikan kepada mereka. Mereka akan mencari tempat sendiri, tempat yang palung asyik. Duduk di panggung di sela-sela perangkat gamelan. Tertidur di sana apabila sudah mengantuk, terkadang sebelum pertunjukan selesai.
Pada babak-babak lakon yang menarik, yaitu pada adegan-adegan perang, mereka biasanya seketika bangun lagi atau dibangunkan oleh teman-temannya. Atau karena perubahan iringan musik perang yang ramai. Melanjutkan menonton adegan perang itu dengan mata lebar-lebar, tepuk tangan, dan teriakan mereka.
Pada kesempatan lain mereka pun terkadang menirukan gerak-gerik sabetan dalang dengan bantuan wayang wayang kecil terbuat dari kardus (wayang kardus). Wayang kardus mudah di dapat atau dibeli dengan harga sangat murah di salah satu warung di sekitar tempat pertunjukan.
Ketika malam mulai menjadi dingin, yaitu sesudah kira-kira pukul tiga, anak-anak sudah terselimuti dengan kain sarung seorang nayaga. Adakalanya, anak yang masih terlalu kecil bahkan dibiarkan tidur di pangkuan nayaga sambil terus bermain seperti biasa.
Pendidikan Pendalang (Bagian 2). Apabila anak sudah berumur delapan atau sepuluh tahun, umumnya ia disuruh membantu mmpersiakan kebutuhan pertujukan. Bersama-sama dengan beberapa orang pembantu dalang yang sudah terbiasa, anak itu diperintahkan berangkat lebih dahulu mengikuti kotak wayang dan gamelan. Sesudah layar direntang, ia membantu mengatur wayang-wayang dijantur (wayang ditancapkan di gedebong pisang), di sisi kiri dan kanan kere (kelir), dalam urutan yang selalu tetap. la selanjutnya akan ikut membantu mengatur letak gamelan, dan mempersiapkan pentas pertunjukan. Wayang-wayang pun sudah harus tersusun siap pakai oleh ki dalang pada adegan pertama. Lampu sudah tergantung sesuai tempatnya. Selanjutnya dua buah palu kayu kecil (cempala) dan alat pengetuk (kepyak) yang digunakan dalang untuk menimbulkan efek suara dan memberikan isyarat untuk gamelan, harus diletakkan pada tempat yang semestinya pula. Selama pertunjukan berlangsung anak itu mengurusi tetek-bengek kebutuhan dalang untuk rokok dan minum. Merapikan atau memperbaiki wayang-wayang yang terlepas tangannya setelah berperang kelewat sengit. Pada umur sekian, anak ini juga akan duduk di belakang dalang, membantu mengurus wayang-wayang yang sering kali ditaruh agak sembarangan oleh dalang dan mencari di antara wayang-wayang dalam janturan di kiri dan kanan kere, mana-mana yang mungkin diperlukan pada adegan tertentu, menurut petunjuk dalang. Pada akhir pertunjukan, ia akan membantu menyimpan wayang-wayang itu kembali, dalam urutan yang sudah tertentu.
Dengan cara demikianlah anak menjadi terbiasa dengan hal-ihwal wayang. Dengan selalu menonton dan mendengar dari malam ke malam, ia akan mengenal banyak lakon, gambaran atau watak tokoh wayang satu per satu, nama-nama lain (dasanama) yang khususnya dikenal para tokoh, cara bersapa yang benar bagi tiap wayang, suara dan intonasi dialog, gerak-gerik, serta keistimewaan-keistimewaan atau kekhasan masing-masing tokoh.
- Sesudah pergelaran siap, tetapi sebelum pertunjukan yang sebenarnya dimulai, si anak yang diarahkam menjadi colan dalang, diizinkan mengambil kesempatan untuk berpraktek. Dalam hal ini petunjuk-petunjuk sesekali akan diperoleh, terkadang dari dalang sendiri tetapi umumnya dari salah seorang nayaga yang apabila sedang lega hatinya, akan memberikan bimbingan kepada dalang cilik sejurus dia jurus. Apabila si anak menunjukkan minatnya terhadap keahlian mendalang, kepadanya akan diberikan kesempatan tampil mendalang.