Oleh : Tim Litbang Lembaga Kebudayaan Betawi
SULUK – Ada pendapat yang menyatakan bahwa suluk (bahasa Arab), kira-kira dapat diartikan seloka (bahasa Sanskrit, seloka artinya syair atau puisi yang mengandung ajaran). Sedang dalam pedalangan Betawi suluk kira-kira diartikan sebagai kekawin yang dikawinkan. Suluk diucapkan saat ki dalang mengeluarkan tokoh-tokoh tertentu. Saat raja-raja, satria atau pandita muncul, maka ki dalang pun bersuluk atau berseloka mengenai sifat, sikap dan kecenderungan-kecenderungan tertentu dari sang tokoh. Di bawah ini disajikan beberapa contoh suluk:
Yudistira
Catatan: Selanjutnya dalam menyebutkan para saudaranya (Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa) tidak pernah sepanjang itu, para dalang Betawi biasanya hanya mengatakan, Sinigeg ingkang kinocapa. Gancang ipun cinarita, kocap sawijining praja, naminipun… (nama negeri dan rajanya) dan seterusnya, lalu mengucapkan kekawin mengenai raja yang sedang dimainkan itu.
Kresna
Saat memulai jejer biasanya kekawinnya sangat panjang. Di bawah ini hanya disajikan bagian yang menyebutkan nama-namanya saja.
Gatotkaca
Walau bukan raja, karena ia termasuk bintang panggung maka para dalang merasa perlu untuk mengucapkan kekawin untuknya.
RENGGAN
Renggan bisa diartikan pemanis, atau penghias, bentuknya mirip suluk. Para dalang wayang kulit Betawi biasa mengucapkan renggan saat menjelang usai pergelaran, atau di sela-sela sesumbar sebelum bertarung dan lain sebagainya.
Sesuai namanya, renggan atau pemanis, biasanya ditembangkan untuk menampilkan suasana tertentu. Contohnya saat para Pandawa baru saja meninggalkan Astina akibat kalah bermain dadu. Inilah renggan yang menggambarkan suasana hati Bisma saat itu.
Gedong duwur kari samun, pegulingan sepi tingtrim, pepetetan samya murag, balingbing lan jeruk manis (Gedung tinggi tinggal sunyinya, taman sari tinggal sepinya, pepohonan meranggas, belimbing dan jeruk manis).
Renggan seperti contoh di atas itu oleh para dalang Betawi kerap dipakai untuk menghiasi jejer pada adegan-adegan tertentu, terkadang dikidungkan saat munculnya raja-raja atau tokoh-tokoh tertentu, contoh: Sang Sri Duryodana, Destaratatusta, Narendra Astina… manjat-manjat maja nentra; lalu dikeluarkanlah Duryodana atau raja mana saja yang keratonnya dijadikan jejer.
Saat akhir pergelaran sebelum kedatonan dalang nenembangkan renggan lagi, contohnya seperti ini: kayu agung babar wite, sarnya rempel godonge, samnya rogol pangpange, sekar meker ing galihe, pandele si pandan aru. (pohon besar meranggas, berguguran daunnya, dan dahannya dan kembangnya, bersemi di hatinya, segalanya hanya keharuman).
Seloka di atas diambil dari bab saat Arjuna bertapa dekat rumpun pandan. Saat itu hati Arjuna bersih suci, ini dilambangkan dengan bunga yang sedang mekar.
Renggan Dorna memimpin perang: Dangiang doma inang, kuat bala jaya karpe, karana sang senjata pada lumundur, sarta kurawa pada lumayu (Dorna yang luhung, memimpin pasukan, gemerincing senjata terhunus.
Seloka di atas diambil dari bab saat Dorna memimpin pasukan Kurawa salam perang Baratayudha.
Contoh renggan yang menggambarkan kesedihan:
Aja nangis, nangisi sing ora ana, luhira tumibeng pipi, kampuh jingga pinarada. Yen kembang, kembang melati, aja den buang, den larung, pependeman pupungkuran, tandurane wuluh gading, rebeng-rebeng cinandak laying kekirin, wus winaca perlambange, perlambange sinungkemi.
Renggan berjumpa orang lain dalam perjalanan:
Mangwas pada katon, pada tumerang yang anempuh, bingah manah ajingali.
Saat akan menggambarkan berlagaknya seorang tokoh, misalnya saja saat sang
tokoh marah, biasanya masing-masing memiliki renggan atau suluknya pribadi.
Di bawah ini disajikan beberapa contoh:
Lasmana : Kayangkara wis wawang, Lasmana amarah, kekasih Duryodana.
Baladewa : Mangindra Baladewas, tinutus nanggalanira, mapag kroda putra Pandawa.
Karna : Capang Karna ya narpati, putra dig Batara, roh dedel sahurina, Raden Putra Batara.
Dursasana : Yatna sang Dursasana, marka senjata robala, mapagwira wunuh. angirid kadang Kurawa.
Aswatama : Bangbang Aswatama kemangmang, jaya wikatalen, Dursasana katon, mapag putra Pandawa.
Bima : Yat Bima singa nabda, ya manua ya manui, lir baya mangap kairaring ngarep, dik Parta sewuning bang, Bima muka pundung.
Arjuna : Arjuna prapta kalih wangunan, kinaka kadya lingiran, salira mindah perbata, basmi lan triloka.
Gatotkaca : Irakata Sang Gatotkaca, kinon mapag arka-suka, tebapira Kresna, sang inujaran, wang-wang asemu garjita asor marek.
Kresna : Kresna mulat tan tohor, pakon dening Sang Parta, Kresna yan mengadeg, mangiyakseni tanganirna.
Renggan ini bukan untuk maju perang, melainkan bila tampil biasa, bila untuk tampil perang, renggannya sebagai berikut: Ong, kroda Kresna mangadeg upaka ribng pakeman, muggying nata Sirna wibuh kadi Mertyu, mintonaken krama nirantahu Wisnumurti, linglo triwirakrama makowakikang triloka.
Abimanyu : Partasuta Bimanyu, napsi kang rinebut, maring Sang Nata, kalayan perang Pandawa. (Bersambung)