Oleh : Tim Litbang Lembaga Kebudayaan Betawi
LAKON LELUHUR PANDAWA (Tamat) – Sewaktu Arasoma siuman, ia langsung memukul kepala Pandu Sekali lagi Pandu lari menghadap Abyasa dan mengadukan perihalnya. Abyasa menitahkan Pandu untuk balas memukul.
Segera Pandu mendapati Arasoma., kepala Raja Arga Pura itu dipukulnya. Seketika pingsanlah Arasoma. Kembali Pandu duduk menunggu. Togok sungguh tak mengerti melihat ulah Pandu.
Karena bingungnya Togok bertanya pada Semar. Semar menjelaskan, Pandu sesungguhnya masih nayi. Ia menjadi besar karena mantera para dewa. Itu sebabnya ia walaupun sangat sakti, belum mengerti cara menggunakan kesaktiannya.
Sewaktu Arasoma siuman ia melihat Pandu duduk di dekatnya. Segera ia membanting Pandu. Kali ini pun Pandu lari pada ayahandanya. Terpaksa Aby asa menasehatinya, kalau dipukul orang harus balas dipukul, kalau ditendang harus balas menendang, cekik balas cekik, banting balas banting.
Setelah mendapat nasehat itu, Pandu kembali pada Arasoma. Terjadilah perkelahian sengit. Gemparlah Negeri Widara Kendang. Arya Prabu luar biasa gembiranya, orang yang sangat diharapnya datang, ia yakin, Pandu pasti menang.
Perkelahian Pandu dan Arasoma berlangsung selama empat puluh hari empat puluh malam. Keduanya telah mengeluarkan berbagai ajian dan ilmu. Akhirnya Pandu mengeluarkan Aji Bayu Gempita. Maka terlayanglah Arasoma, ia menggantung di angkasa.
Arasoma berseru-seru mohon ampun. Atas titah Abayasa, Pandu tak mau menurunkan Arasoma, kecuali kalau ia memberikan saudaranya yang bernama Dewi Rukmini. Arasoma setuju. Pandu pun menurunkannya.
Tak terkira suka citanya Dewi Kunti, ta tak mengira kalau akan berjodoh dengan satria setampan Pandu. Seluruh kerajaan Widara Kendang mengelu elukan satria Astina itu.
Setelah upacara pernikahan di Widara Kendang, Pandu pulang memboyong dua putri, Dewi Kunti dan Dewi Rukmini. Para raja taklukan Prabu Arasoma turut mengiringkan kepulangannya. Semua orang telah jatuh hati pada Pandu Dewanatah.
Tersebutlah Maharaja Gandara Sena. la berputra dua orang, Raden Angandara dan Dewi Gandawati. Sang Maharaja sangat murka, karena ia tak diundang ke sayembara di Widara Kendang. Maharaja Gandara sena sungguh merasa terhina.
Maharaja Gandara Sena memanggil para bupati dan patihnya. Ia juga memanggil sang putra, Raden Angandara. Mereka merundingkan tindakan yang akan diambil sehubungan dengan sayembara itu.
Raden Angandara mendengar bahwa pemenang sayembara adalah Pandu. Pangeran Astina itu pasti akan lewat kerajaan Gandara Sena dalam perjalanan pulang. Maharaja Gandara Sena dan putranya merencanakan akan mencegat Pandu, lalu putri yang dibawanya akan dirampas.
LAKON LELUHUR PANDAWA (Tamat). Maka di tapal batas Negeri Gandara Sena dipasang pengumuman, barang siapa yang hendak lewat, ia harus menyerahkan sebagian bawaannya pada penguasa Gandara Sena. Maka banyak pedagang yang urung memasuki kerajaan itu.
Syahdan saat itu pandu dan rombongannya telah keluar dari batas Negeri Widara Kendang. Untuk menghemat waktu, mereka akan melewati Negeri Gandara Sena. Pandu belum tahu ada peraturan baru di negeri itu.
Setiba di batas Negeri Gandara Sena, terkejutlah Pandu dan rombongannya. gapura terpampang papan tulis yang memaklumatkan peraturan baru itu.
Namun seorang satria tak boleh menyerahkan begitu saja miliknya. Pandu terus berjalan tanpa perduli peraturan itu. Melihat hal itu, murkalah Raden Angandara. Segera ia mencegat rombongan Pandu. Ia memerintahkan Pandu menyerahkan putri yang dibawanya Maka terjadilah perkelahian.
Kini pandu telah memiliki pengalaman berkelahi, dengan mudah ia mengalahkan Raden Angandara. Murkalah Maharaja Gandara Sena, ia segera keluar dari istana. Maharaja Gandara Sena menantang-nantang Abyasa. Pandu maju menghadapinya. Bertarunglah keduanya. Gandara Sena dan Pandu mengeluarkan segala kesaktian yang mereka miliki.
Akhirnya setelah Gandara Sena mengeluarkan ajian pamungkasnya, Pandu membalas dengan Aji Bayu Gempita. Maka terlayanglah Gandara Sena dan berputar-putar di angkasa. Maharaja itu berseru-seru minta ampun.
Atas titah Abyasa, Pandu menolak mengampuni Gandara Sena, kecuali ia memberikan putrinya. Maharaja Gandara Sena setuju, ia diturunkan lalu ia menyerahkan Dewi Gandawati pada Pandu. (Tamat, Bagian 1, Ramayana)