Hikayat Jaya Lengkara (Bagian 3)

Hikayat Jaya Lengkara (Bagian 3)

Hikayat Jaya Lengkara – merupakan karya sastra tulis melayu klasik Betawi, buah karya Muhammad Bakir. Beliau dan ketiga saudaranya dan Sapirin—yang sering juga disebut Guru Cit, adalah anggota keluarga Fadli yang aktif dalam proses menerjemahkan, menyadur dan penulisan.

Suatu ketika, saat tengah malam Cinda Biya mendengar suara tanpa wujud. “Wahai Cinda Biya, sungguh besar cintamu pada istrimu.”

Dengan terkejut Cinda Biya manyahut, “Wahai kau yang menyeru, hantukah atau jinkah engkau. Tolong jangan ganggu aku”

“sekali-kali tidak ada keinginanku untuk mengganggu,” jawab suara itu. “Kalau benar engkau mencintai istrimu bersediakah kau membagi separuh umurmu dengannya”

“Tentu,” jawab Cinda Biya. “Apapun akan kuberikan padanya.”

Segera setelah Cinda Biya berucap demikian bau jenazah lenyap. Tampak jenazah Tuan Putri Mandu Dari yang telah berwarna kelabu berubah. Warna kelabu hilang berganti dengan warna kuning langsat. Kelopak mata Tuan Putri bergetar, bergetar pula hati Cinda Biya.

Nyaris terlonjak Cinda Biya menyaksikan Tuan Putri membuka mata. Sulit dipercaya kini istrinya telah hidup kembali. Seperti baru bangun tidur Tuan Putri melihat berkeliling.

“Kakanda, dimanakah kita?” tanya Sang Putri saat mendapati dirinya di atas perahu.

Sambil menangis bahagia Cinda Biya menceritakan apa yang telah terjadi. Sang Putri termangu mendengar kisah itu.

Akhirnya arus laut membawa perahu ke sebuah pulau kosong. Tuan Putri Mandu Dari dan Cinda Biya turun ke pantai. Mereka berdua sangat lapar. Cinda Biya segera mencari makanan.

Setelah beberapa lama Cinda Biya kembali membawa buah-buahan liar dan Umbi-umbian. Dengan masygul Putri memakan makanan yang sangat sederhana itu.

Setelah makan Cinda Biya meminta Putri memijati kepalanya. Cinda Biya merebahkan kepalanya di paha sang Putri sambil dipijat, Lama kelamaan Cinda Biya terlelap.

Pada saat itu sebuah kapal merapat ke pulau kosong itu. Pemiliknya seorang saudagar kaya, la berjalan-jalan sementara anak buahnya mengambil air untuk perbekalan.

Betapa terkejut sang saudagar saat melihat seorang wanita cantik Yang tengah hamil dengan seorang pria di pangkuannya.

“Wahai Puan, siapakah gerangan engkau. Dan mengapa dirimu berada di tempat seperti ini?” tanya sang saudagar.

Tuan Putri Mandu Dari menceritakan hal dirinya. Sang saudagar sangat heran mendengar kisah yang amat ganjil itu.

Sang saudagar lalu membujuk Tuan Putri untuk ikut dengannya. Tuan Putri berpikir, kalau ia tetap tinggal bersama suaminya di pulau itu tentu sengsara hidupnya. Putri pun akhirnya bersedia.

Saat Cinda Biya terjaga ia tidak menemukan istrinya. Dengan khawatir ia berkeliling pulau sambil berteriak-teriak memanggil istrinya.

Sebuah kapal merapat ke pulau itu untuk mengambil air. Para anak kapal melihat seorang pria berteriak-teriak sambil berkeliling pulau, maka disampaikannya hal itu pada nahkoda kapal.

Nahkoda menghampiri Cinda Biya, “Hai Tuan, gilakah engkau berteriak-teriak seorang diri?”

Dengan berlinang air mata Cinda Biya menceritakan hilangnya Tuan Putri. Nahkoda tercenung, “Barusan aku berpapasan dengan sebuah kapal.

Di atasnya ada seorang wanita cantik yang tengah hamil, itukah istrimu?”

“Benar Tuan,” ujar Cinda Biya. “Tahukah Tuan tujuan kapal itu?”

“Ke Negeri Carang Galina,” jawab nahkoda. “Kebetulan aku pun hendak      ke sana.”

“Tuan, kumohon bawalah aku serta. Aku harus mendapatkan istriku kembali.”

Nahkoda iba hatinya, ia pun membawa Cinda Biya serta.

Hikayat Jaya Lengkara – Sementara itu, dalam perjalanan ke Carang Galina Tuan Putri melahirkan seorang putra, ia menamai anak itu Jaya Lengkara. Saudagar tidak menyukai kehadiran anak itu, ia hanya menginginkan Tuan Putri Mandu Dari.

Tak berapa lama setelah saudagar dan putri tiba di Carang Galina. Cinda Biya pun sampai di pelabuhan negeri itu. Nahkoda membawa Cinda Biya menghadap Maharaja Daria Nusa raja negeri itu.

Pada Maharaja Daria Nusa, Cinda Biya mengadukan perihalnya. Maharaja pun memanggil saudagar dengan wanita yang dibawanya.

Namun Saudagar dan Tuan Putri Mandu Dari mungkir. Tuan Putri bahkan mengaku dirinya bernama Puan Nila Cahaya, sedang bayinya dikatakannya sebagai hasil pernikahannya dengan saudagar.

“Tídakkah Adinda ingat kalau dirimu berhutang separuh umurku?” ujar Cinda Biya.

“Aku tidak berhutang apapun pada Tuan, bertemu saja baru kali ini. Kalau Tuan hendak mengambil kembali umur Tuan ambil saja.” Selesai Tuan Putri Mandu Dari berucap demikian maka rubuhlah ia, sang Putri kembali mati dan jenazahnya langsung hancur membusuk. (Bersambung)

Check Also

Bahasa Betawi Memperkuat Identitas Betawi

Bahasa Betawi Memperkuat Identitas Betawi

Oleh Yahya Andi Saputra   Tukang sulap menjadi kalap, Jalan gelap pasang pelita, Mohon maaf …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *