Oleh : TIM LITBANG LEMBAGA KEBUDAYAAN BETAWI
PERJALANAN WAYANG KULIT BETAWI (Bagian 2) – Kesenian wayang kulit berbahasa Betawi paling timur terdapat di Rengas Dengklok yang berada di wilayah Karawang, dan yang paling barat adalah di Kabupaten Tangerang yang merupakan wilayah budaya Betawi. Wilayah yang paling menonjol dalam wayang kulit Betawi adalah Bekasi khususnya di Kecamatan Tambun. Potensi terbesar Kecamatan Tambun inilah yang pada awal dasawarsa 1970-an menimbulkan salah kaprah menamakan kesenian ini sebagai wayang kulit Tambun, seolah-olah wayang kulit Betawi tidak terdapat di pelbagai kecamatan lainnya di wilayah budaya Betawi.
Sejak tahun 1975 secara rutin wayang kulit Betawi dipergelarkan hampir setiap bulan di Anjungan DKI Jakarta TMII. Karena wayang kulit Betawi paling lemah menyedot minat penonton dibandingkan teater Betawi lainnya, maka penampilan kesenian ini di tempat tersebut agak dipenjarang. Apalagi kebijakan pembinaan kesenian Betawi cukup timpang, karena TIM/DKJ lebih bersifat lenong sentris sampai tahun 1976, dan Dinas kebudayaan DKI lebih bersifat topeng Betawi sentris bahkan sampai sekarang.
Pada tahun 1980 untuk pertama kalinya Dinas Kebudayaan DKI Jakarta menyelenggarakan Binojakrama wayang kulit Betawi yang diikuti oleh hampir 20 orang dalang dari seluruh Jabodetabek. Wilayah administrasi DKI Jakarta yang pada saat itu paling menonjol wayang kulit Betawinya adalah Jakarta Timur khususnya Kecamatan Pasar Rebo dan Cakung. Di Kecamatan Pasar Rebo ketika itu kesenian ini terdapat di Kelurahan Cijantung, Ciracas, Cibubur, Munjul, Kelapa Dua Wetan dan Susukan. Di Kecamatan Cakung antara lain terdapat di Kelurahan Cakung dan Pulo Gebang, Di wilayah Condet juga terdapat wayang kulit Betawi yakni di Kelurahan Tengah. Namun sampai tahun 1990-an bersamaan dengan meninggalnya dalang tua, sekarang ini sisanya hanya tinggal di Kelurahan Cibubur saja. Di wilayah Jakarta Selatan pernah ada dalang Saan dari Kebagusan Pasar Minggu, namun kampung yang sekarang dipenuhi rumah mewah termasuk rumah Ibu Megawati Soekarnoputri itu, generasi mudanya hampir tak mengenal lagi wayang kulit Betawi, kecuali sekedar sayup-sayup bahwa di kampung tetangganya yakni di Jagakarsa masih ada dalang wayang kulit Betawi.
Di wilayah Jakarta Utara konon di Kecamatan Cilincing pernah ada dalang wayang kulit Betawi, demikian pula di Kebon Sirih Jakarta Pusat, namun sekarang keduanya hanya tinggal cerita masa lalu. Keadaan di Jakarta Barat sedikit lebih baik, karena masih ada dalang wayang kulit Betawi di Kalideres dan Cengkareng. Potensi yang agak menggembirakan masih terdapat di beberapa kecamatan di wilayah Bogor dan Tanggerang, yakni pada kampung-kampung yang masih heterogen Betawi namun apabila di kampung itu masyarakat Betawi menjadi minoritas, maka wayang kulit Betawi mulai kehilangan hak hidup. Pada awal dekade 2000-an ini, kesenian wayang kulit Betawi yang masih cukup mantap dalam lingkungannya hanya ada di Bekasi, khususnya di Kecamatan Bantargebang dan Tambun (Ciri-ciri Wayang Kulit Betawi).