ASAL MULANYA WAYANG (Bagian 6)

Asal Mula Wayang (Bagian6)

Oleh : Tim Litbang Lembaga Kebudayaan Betawi

Asal Mula Wayang Bagian6. Wayang (kulit dan wong), pada masanya cukup digemari msayarakat Betawi. Bukan saja sering ditanggap meramaikan rupa-rupa kegiatan kemasyarakatan (sedekah bumi, haul, resepsi pernikahan, dan sebagainya), cerita-cerita bertema pewayangan pun mendapat tempat tersendiri. Oleh sebab itu, sastrawan Betawi abad ke-19, Muhammad Bakir dan keluarganya, menyalin cerita wayang. Salinan yang ditulis Muhammad Bakir beraksara Kawi (Arab berbahasa Melayu atau disebut Arab Gundul) berdasarkan cerita wayang, sangat digemari. Tanda dari itu, misalnya, manuskrip Muhammad Bakir disewakan daan penyewa berebut dan antri menyewanya. Salah satu manuskrip karya Bakir, Asal Mula Wayang, diturunkan di web kecintaan kita. Selamat menyimak dan menikmati.

Di Kayangan, ada dua orang batara yang bernama Citra Anggada dan Carasena. Kedua batara tersebut marah ketika mengetahui bahwa nama mereka digunakan oleh manusia. Karena Batara Guru tidak mau menghakimkan masalah tersebut, kedua batara tersebut turun ke dunia bersama dengan batara yang lain untuk menemui Citra Anggada dan Citrasena. Citra Anggada dan Citrasena yang sedang bertamasya dengan istri dan punakawannya bertemu dengan Batara Citra Anggada dan Batara Citrasena. Terjadilah pertempuran antara Citra Anggada dan Citrasena dengan Batara Citra Anggada dan Batara Citrasena. Kedua batara berikut batara lain tidak dapat melawan kedua anak Astina itu. Karena Citra Anggada dan Citrasena tidak dapat dikalahkan, Batara Kamajaya dan Batara Sukma Dewa Asmara secara sembunyi memanahkan panah Pasupati kepada Citra Anggada dan Citrasena. Citra Anggada dan Citrasena mati terkena panah dan panah tersebut menempel di tubuh mereka.

Asal Mula Wayang Bagian6.. Semar membawa jenazah Citra Anggada dan Citrasena kepada Lara Amis. Panah Pasupati dicabut dari tubuh Citra Anggada dan Citrasena kemudian disimpan karena panah tersebut sakti. Lara Amis memanggil Raden Dewa Barata untuk menjadi raja, tetapi Raden Dewa Barata menolak karena telah bersumpah tidak mau menjadi raja. Lara Amis kemudian memanggil anaknya, Gangga Suta, yang bergelar Abiyasa untuk menjadi raja. Abiyasa menolak menjadi raja, tetapi ia bersedia mengawini Dewi Ambaliki dan Dewi Ambawati untuk memperoleh keturunan.

Ketika Abiyasa mendatangi Dewi Ambaliki, Dewi Ambaliki menutup mukanya dengan saputangan karena merasa malu. Abiyasa marah dan menyumpahi Dewi Ambaliki, yaitu kelak anaknya akan buta. Abiyasa mendatangi Dewi Ambawati. Dewi Ambawati melipat kakinya sehingga Abiyasa menyumpahi, yaitu kelak anak Dewi Ambawati zakarnya lemas. Abiyasa mendatangi seorang selir yang parasnya cantik, selir itu memelengkan kepalanya dan satu kakinya dilipat. Abiyasa pun menyumpahi selir itu, yaitu kelak anaknya kepalanya meleng dan kakinya timpang sebelah. Setelah menjalankan tugasnya, Abiyasa kembali ke pertapaannya.

Di negeri Suralaya, seorang batara yang menjaga Kawah Candradimuka yang bernama Umbu Dipati, jatuh cinta kepada Dewi Mampuni. la meminta kepada Batara Guru agar dapat mengawini Dewi Mampuni. Batara Guru menolak Larena Dewi Mampuni telah bertunangan dengan Raden Tatmala, Karena ditolak, Umbu Dipati kemudian turun menyamar ke dunia bersama Batara Basuki dan Batara Bayu. Di dunia, Umbu Dipati menjadi Raja Naga Kilat, sedangkan Batara Basuki menjadi Patih Naga Kusuma, dan Batara Bayu menjadi Bupati Naga Rangsang. Raja Naga Kilat menyuruh Naga Kusuma dan Naga Rangsang melamar Dewi Mampuni ke Kayangan. Karena lamaran ditolak, Naga Kusuma dan Naga Rangsang mengacaukan Kayangan sampai pintu Sitanda Waru ditutup. (Bersambung Bagian 7)

Check Also

LAKON MAHARAJA GAREBEG JAGAT (Bagian 12)

LAKON MAHARAJA GAREBEG JAGAT (Bagian 10)

Maharaja Garebeg Jagat – Tersebutlah seorang Penyalin dan Pengarang Sastra Melayu di Tanah Betawi pada …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *