LAKON PRABU SAPU JAGAT (Bagian 10)

LAKON PRABU SAPU JAGAT (Bagian 9)

Oleh : Tim Litbang Lembaga Kebudayaan Betawi

 

LAKON PRABU SAPU JAGAT (Bagian 9) – Salah satu buah karya Muhammad Bakir yang sudah ditransliterasi dengan mengambil setting wayang, yang ditulis antara tahun 1884-1906, menghasilkan tidak kurang 14 manuskrip hikayat bertema wayang. Lakon Prabu Sapu Jagat yang diturunkan di website LKB ini salah satu dari itu. Manuskrip ini hasil transkrip dari buku Wayang Kulit Betawi terbitan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Provinsi DKI Jakarta. Selamat menikmati Lakon Prabu Sapu Jagat berseri dari bagian pertama sampai bagian ke sebelas sebagai berikut:

 

  1. LAKON PRABU SAPU JAGAT (Bagian 1)
  2. LAKON PRABU SAPU JAGAT (Bagian 2)
  3. LAKON PRABU SAPU JAGAT (Bagian 3)
  4. LAKON PRABU SAPU JAGAT (Bagian 4)
  5. LAKON PRABU SAPU JAGAT (Bagian 5)
  6. LAKON PRABU SAPU JAGAT (Bagian 6)
  7. LAKON PRABU SAPU JAGAT (Bagian 7)
  8. LAKON PRABU SAPU JAGAT (Bagian 8)
  9. LAKON PRABU SAPU JAGAT (Bagian 9)
  10. LAKON PRABU SAPU JAGAT (Bagian 10)
  11. LAKON PRABU SAPU JAGAT (Bagian Tamat)

Merasa terdesak Arjuna menghunus keris Si Pancaraoba. Ki Cantrik segera membaca mantranya, maka hilanglah kesaktian keris itu. Arjuna tak menyadari hal itu, ia menikamkan kerisnya pada Sapu Jagat.

Tikaman Arjuna tak melukai Sapu Jagat, ia malah tertawa-tawa. Arjuna sangat terkejut. Guriang Nala tak menyia-nyiakan kesempatan, ia segera menggigit kaki Arjuna. Pada saat itu Ki Cantrik membaca mantranya. Akibatnya kaki Arjuna yang tergigit menjadi batu.

Menyadari keadaaan dirinya, Arjuna segera menghilang. Sapu Jagat sangat marah. Ia dan Anggalaya serta Guriang Nala segera mencari-cari.

“Hei kang,” teriak Nala Anggalaya. “Lihat, apa yang kutemukan.” Patih Nala Anggalaya meringkus Dorna yang meringkuk di balik batu besar. Bersoraklah Sapu Jagat dan Guriang Nala. Dorna yang meronta-ronta diseret beramai-ramai.

“Ampuun,ampuun,” rengek Doma. “Kasihanilah hamba Tuan.”

“Diam kau!” ujar Sapu Jagat. “Mari kita sembelih dia.”

Tanpa memperdulikan tangisan Dorna, mereka memotong leher pendeta itu. Sambil bersorak-sorai, Sapu Jagat membawa kepala Dorna ke Banjar Negara, Di alun-alun Banjar Negara kepala Dorna dipertontonken.

Saat itu, Batara Kresna sedang mencari Arjuna. Saat ia tiba di tapal batas Amarta, ia melihat Duryudana dan para pengikutnya tengah menangisi mayat Dorna. Sungguh terkejut Kresna melihat itu, segera ia menghampiri mereka.

“Dinda Prabu,” sapa Kresna. “Apa yang terjadi?”

Duryudana dan para pengikutnya berebut bercerita.

“Sudahlah dinda sekalian,” sabda Kresna. “Ketahuilah, mamanda guru ini tidak mati. Ia memiliki ajian cicak buntung. Jadi kalau kepalanya bisa disatukan lagi dengan tubuhnya, ia akan hidup kembali. Sekarang pulanglah kalian ke Astina.”

Maka pulanglah Duryudana beserta para pengikutnya. Tubuh Dorna mereka bawa serta. Setiba di Astina mereka membuka pintu-pintu penjara mengeluarkan saudara-saudara mereka.

Sementara itu Kresna meneruskan perjalanan mencari Arjuna.

Syahdan di Astina, setelah membebaskan para petinggi Kurawa dari penjara, Duryudana menitahkan Aswatama dan Citranggada menyusup ke Banjar Negara. Mereka harus mencuri kembali kepala Dorna.

Berangkatlah Aswatama dan Citranggada mencuri kepala Dorna. Mereka berhasil. Banjar Negara geger, Sapu Jagat murka. la mengira itu perbuatan para dewa.

Di Astina, sekembalinya dari Banjar Negara, Aswatama segera memasang kembali kepala ayahnya. Berhasil, Dorna hidup kembali, namun ia jadi tak waras.

Sementara Sapu Jagat yang murka merencanakan menyerang Suralaya. la beserta para pengikut dan pasukannya berangkat dengan riuh.

“Ketiwasan adi batara,” ujar Batara Narada. “Maharaja Sapu Jagat datang menyerbu kita.”

“Sudahlah kakang Narada,” sahut Batara Guru. “Kita hadapi saja mereka.” Perangpun pecah. Pasukan Banjar Negara mengobrak-abrik pasukan para dewa. Batara Indra, Batara Brahma, Batara Bayu dan para batara lainnya tak ada yang mampu melawan Sapu Jagat dengan patihnya.

“Terpaksa adi guru,” ujar Narada. “Terpaksa kita harus keluar menghadapi mereka.”

Maka keluarlah Batara Guru dan Batara Narada. Keduanya berperang Menghadapi Sapu Jagat, Nala Anggalaya dan Guriang Nala. Berulang-ulang Sapu lagat dan patihnya itu terhempas nyaris mati. Namun setiap kali itu pula ki tantrik meludahi tubuh mereka. Maka mereka kembali segar dan kembali berperang. (Bersambung)

Check Also

LAKON MAHARAJA GAREBEG JAGAT (Bagian 12)

LAKON MAHARAJA GAREBEG JAGAT (Bagian 10)

Maharaja Garebeg Jagat – Tersebutlah seorang Penyalin dan Pengarang Sastra Melayu di Tanah Betawi pada …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *